Catatan Singkat Geourbang#22 Ciater

Celah Sempit Ciater, saksi Keruntuhan Kolonial Belanda.

Hadir kurang 12 partisipan yang turut serta dalam kegiatan Geourban ke-22, di titik pertemuan di alun-alun Lembang (3 Agustus 2024). Tema kegiatan Geourban kali ini menapaki kembali, sejarah militer kolonial, menjelang pecahnya perang Pasifik Raya. Dihadiri oleh para pegiat, pemandu geowisata, mahasiswa pariwisata, hingga direktur salah satu pusat kebudayaan Perancis di Bandung. Kegiatan dibuka pukul 07.00 WIB, di alun-alun Lembang. Deni Sugandi membuka acara, sekaligus menyampaikan rencana kegiatan selama setengah hari. Mengunjungi tinggian G. Putri, Bungker militer KNIL, dan ke titik pertempuran Tjiaterstelling. Kegiatan menggunakan moda transportasi roda dua, bersifat mandiri dan probono. Dengan tujuan membukan jejaring lokal, inisiatif objek/tapak bumi geowisata dan sarana untuk belajar pemanduan geowisata.

Di sekitar kawasan Ciater, merupakan perkebunan teh. Hadir sejak masa Kolonial, mengisi lembah dan perbukitan di lereng G. Tangkubanparahu. Sejauh mata memandang adalah hamparan permadani hijau, melampar hingga berbatasan dengan Jalan Cagak. Di timurnya dibatasi oleh jajaran perbukitan kelompok sistem gunungapi purba Cupunagara. Ke arah timur, telihat bentuk kerucut khas G. Canggak. Diinterpretasi oleh ahli geologi Belanda, adalah sistem gunungapi yang terbentuk satu umur dengan G. Sunda. Sehingga kelompok perbukitan di timur, bukan hasil pembentukan sistem gunungapi tetapi diinterpretasi sebagai runtuhan saja (struktur). Sedakang dalam peneltian Sutikno Bronto (2004), merupakan sistem Kaldera Cupunagara-Bukanagara Umur Tersier.

Titik terbaik untuk mengamati bentangalam tersebut, di puncak G. Putri. Di keterangan Rudi Dalimin H. (1994), disusun oleh batuan gunungapi umur tua. Diperkirakan satu umur dengan pembentukan G. Sunda. Dengan demikian bisa ditafsirkan bahwa Gunung Putri merupakan tinggian bagian dari kaldera Sunda (mungkin Prasunda). Generasi ke-dua dari sistem gunungapi Sunda-Tangkubanparahu.

Dari tinggian Gunung Putri merupakan titik terbaik untuk mengamati bentang alam, dataran tinggi lembang, cekungan Bandung dan jajaran perbukitan Sesar Lembang yang membentang timur-barat. Titik tinggi inilah menjadi strategis untuk mengamati segala kegiatan yang melewati puncak pass Ciater di pintu masuk wisata G. Tangkubanparahu. Ke arah selatannya, melandai mengikuti lembahan yang dalam, dierosi Ci Hideung. Dengan demikian, puncak G. Putri menjadi penting, sebagai pagar pertahanan militer, terutama untuk menghalau pesawat udara tempur musuh yang akan memasuki Bandung.

KNIL membangun bungker-bungker, terutama didaerah tinggi. Dengan maksud berfungsi sebagai pengendali ruang gerak musuh bila memasuk Cekungan Bandung. Dicatatkan dalam informasi lokal, didapati dua bungker di sekitar Lembang. Sedangkan masyarakat menyebut benteng Cikahuripan (Jayagiri), dan benteng Gunung Putri. Penyebutan benteng tidaklah tepat, karena bentuk bangun dalam stretegi militer setelah Perang Dunia ke-dua sudah berubah. Fungsi benteng menjaga dari luar untuk tidak masuk, sedangkan bungker lebih ke fungsi teknis.

Bungker di Gunung Putri dan Cikahuripan, diperkirakan dibangun pada saat rencana perpindahan ibu kota Hindia Belanda dari Jakarta ke Bandung. Dimulai dengan perpindahan pusat produksi mesiu di Kiaracondong, kemudian pembangunan gedung-gedung pemerintahan diantaranya Gedung Sate, pusat militer di Cimahi. Dengan demikian perlu membuat sistem pertahanan militer. Dengan cara membangun bungker-bungker yang menempati tinggian utara-barat dan selatan Bandung, dibangun sekitar 1890-an.

Penempatan bungker ditinggian strategis, terbuka ke segala arah tetapi tersembunyi. Seperti pembangunan bungker di Gunung Putri, yang memanfaatkan puncak perbukitan yang tertutup oleh vegetasi. Agar tidak mudah dikenali, pembangunan bungker dengan cara menggali, membuat struktur dari beton kemudian ditutup kembali. Sehingga hanya bagian lubang tembak saja yang terlihat sebagian besar strukturnya ditimbun kembali oleh tanah. Bungker tersebut dibuat menggunakan struktur beton, menggunakan tulangan besi baja. Ketebalannya rata-rata satu meter, dengan harapan mampu menahan serangan bom yang dijatuhkan melalui pesawat udara. Pintunya terbua dari baja tebal, dua lapis. Kemudian jendelannya hanya satu baris saja, dengan tujuan membatasi lemahnya struktur bangun. Panjangnnya sekitar 20 meter, terbagi menjadi beberapa ruang yang berfungsi sebagai pusat komando, penyimpanan mesiu dan tempat istirahat para personel.

Kemudian diutaranya merupakan sesar anjak akibat kompresional, disebut Tambakan Ridge. Tebentuk akibat gerak tektonik dari Indo-Australia yang menyusup di bawah lempeng benua Eurasia. Bergerak 7 cm pertahun, mengakibatkan sebagian besar Jawa bagian selatan naik. Subduksi menghasilkan jajaran gunungapi di bagian selatan, tumbuh di umur Tersier dan padam. Jalur gunungai modern bergeser ke arah utara, yang kini bisa dikenali dengan bentuknya yang mencirikan gunungapi muda. Berupa puncakan berbentuk kerucut, menandakan gunungapi tersebut terus membangun dirinya hingga kini. Termasuk di dalamnya adalah G. Tangkubanparahu.

Gunungapi termuda dari sistem gunungapi Sunda, Gunungapi Tankgubanparahu mernupakan gunungap api aktif. Produknya tersebar hingga 20 km lebih, berupa aliran lava dari kegiatan letusan sekitar 40 ribu tahun yang lalu. Buktinya masih bisa disaksikan hingga kini, membentuk struktur yang menarik. Fitur aliran lava yang didsebut Pahoehoe, membentuk seperti tali yang dipilin. Berada di bantaran Ci Kapundung, sekitar Kordon yang masuk ke dalam wilayah Taman Hutan Raya Djuanda.

Sumber letusannya adalah G. Tangkubanparahu. Menaungi sebagian besar dataran tinggi Ciater, yang dibelah oleh jalan poros utara-selatan. Jalan provinsi yang menghubungkan Kota Subang di utara, ke dataran tinggi Lembang di bagian selatannya. Jalannya meliak-liuk mengikuti tekuk lereng gunung, melalui beberapa sungai musiman. Diantaranya sungai-sungai yang berhulu di Kawah Domas, yaitu Ci Pangasahan, bagian dari Daerah Aliran Sungai Ci Punagara. Sungai terpanjang di Kabupaten Subang, berhulu di Cipabeasan, Bukanagara, Cisalak, Subang utara.

Ci Pangasahan menjadi saksi kunci, serangan tetara kekasaran Jepang di Ciater. Peristiwa invansi militer yang mampu merebut dataran tinggi Ciater dalam waktu singkat. Diawali pertempuran Laut Jawa, pada awal bulan Februari 1942. Armada kapal laut Jepang, mampu mengungguli kapal perusak gabungan sekutu. Akibanyanya jalan menuju pantai utara terbuka lebar.

Tepat pada tanggal 1 Maret 1942, terjadi pendaratan tentara Jepang seretak dibeberapa tempat, di Batavia, Indramayu dan sekitar Tuban. Diantranya di pelabuhan nelayan Eretan. Pelabuhan kecil yang tidak masuk dalam sistem pengamantan militer Belanda saat itu, sehingga intelejen Jepang memilih lokasi pendaratan ini. Pergerakan infanteri tentara Jepang sangat efektif, bergerak cepat dan senyap. Sehingga hanya menggunakan peralatan perang yang mudah dibawa, seperti sepeda. Kendaraan roda dua ini memungkinkan pergerakan menyusup yang cepat, menguasai Pelabuhan Pesawat Udara Kalijati di utara Subang.

Diperlukan waktu tidak lebih dari satu jam, untuk mengusai Lapangan Kalijati. Dilanjutkan bergerak ke arah selatan menyusuri jalan raya Ciater, sebagai pintu masuknya Jepang ke Bandung. Di sekitar jembatan Ci Pangasahan, KNIL menempatkan beberapa bungker yang menghadap ke arah utara. Dilengkapi dengan mortir, dan senjata otomatis 50 mm, dengan tujuan menghadang pergerakan tentara Jepang dari arah Jalancagak. KNIL memanfaatkan lereng terjal dan celah sempit untuk menjegal tentara Dai Nipon. Namun strategi militer Jepang lebih waspada, dengan mengerahkan kompi-kompi kecil, menapaki lahan terbuka perkebunan teh. Bergerak secara acak, menyergap bungker (pillbox) KNIL, sehingga mudah ditaklukan.

Dalam keterangan saksi kadet KNIL yang selamat, menceritakan ada 72 tentara KNIL yang ditawan Jepang, kemudian diikat dalam lingkaran. Sekitar 500 meter dari arah barat jalan raya (Ciater), dan 150 meter ke arah hulu Ci Pangasahan, tawanan tersebut ditembaki senapan mesin otomatis. Untuk memastikan tewas, tentara Jepang tidak segan menusukan bayonet kepada tubuh KNIL yang telah roboh. Tiga orang terluka, selamat dan menceritakan kembali lokasi pembantaian tersebut. Sebagian besar KNIL yang tewas dalam pertempuran tersebut, dimakamkan di Ereveld Pandu.

Christope Direktur IFI berbagi kisah, sistem pertahanan militer di PD2 Perancis.

Geourban#22 Ciater

Kaki gunung sebelah timur Tangkubanparahu, memiliki cerita bumi dan sejarah sistem pertahanan militer perang dunia ke-2. Jalan dari utara ke selatan, penghubung Subang-Bandung. Jalur sempit yang mengikut tekuk lereng G. Tangkubanparahu, dan berkelak-kelok menanjak mengikuti kontur perbukitan.

Lerengnnya disusun piroklastik, dan lava membentuk perbukitan yang melandai ke arah timur. Gunungapi ini mulai membangun dirinya sejak 90 ribu tahun yang lalu, menghasilkan aliran lava ke arah Ciater. Terlihat tiga perbukitan intrusi yang kini menjadi menara pandang perkebunan teh Ciater. Ditafsir gunungapi kerucut sinder, umurnya lebih tua dari yang menjadi saksi pembentukan G. Tangkubanparahu.

Disebelah baratnya, dilalui jalan Raya Subang-Bandung. Tentara Kerajaan Belanda (KNIL), membut sistem pertahanan yang memanfaatkan celah sempit Cingasaahan. Membangun bungker (pilbox), untuk menahan laju pasukan Jepang yang masuk melalui Kalijati Subang. Setelah dua hari pertempuran hebat, 7 Maret 1942 KNIL menyerah dan Jepang mengusai Bandung. Mengakhiri kekuasaaan kolonial di Jawa dan sebagain besar Indonesia.

Mari temui jejak letusan G. Tangkubanparahu, perbukitan intrusi G. Malang-Palasari. Peran kontur tekuk lereng yang digunakan sebagai basis pertahanan militer KNIL Belanda di sekitar Cipangasahan, Ciater.

Hari/Tanggal
Sabtu, 3 Agustus 2024

Waktu
07.00 WIB sd. 13.00 WIB

Titik Pertemuan
Gerbang Tangkubanparahu
https://maps.app.goo.gl/kU5o14fb8dMcvCqv9

Syarat dan ketentuan
Kegiatan probono, bersifat mandiri (transport, logistik) dipersiapkan sendiri. Disarankan menggunakan motor/roda dua laik jalan.

Tentang Geourban
Diinisiasi oleh PGWI, menjalin jejaring lokal, menggali tafsir tapakbumi dan syiar geowisata.

Catatan Singkat Geogastro Galunggung

Geo berarti bumi, dan gastro atau gastronomi adalah hasil budaya berkaitan dengan latar keilmuan berkaitan dengan makanan (tata boga), di suatu masyarakat. Kegiatan Geogastro berarti mengkolaborasi bumi sebagai pijakan, mempengaruhi cara pandang dan pemilihan makanan berdasarkan hasil produk budaya. Termasuk pandangan hidup masyarakat dalam memanfaatkan keunikan produk makanan dari pertanian atau budidaya, hingga bisa ditelusuri kembali hubungan makanan dan bumi.

Galunggung berupa gunungapi aktif, meletus 1982 hingga 1983, melintasi hampir satu tahun aktivitas letusannya. Dengan demikian kegiatan kegunungapiannya bisa mempengaruhi pemilihan jenis gastronomi yang hadir di masyarakat. Termasuk di dalamnya bagaimana gunungapi tersebut bisa meletus, hingga mempengaruhi peradaban di sekitar lereng G. Galunggung.

Kegiatan dua hari ini, merupakan inisiasi program geowisata dan gastronomi. Diinisiasi oleh Asosiasi Pemandu Geowisata Indonesia (PGWI), dan Program Studi Manajemen Industri Katering Fakultas Pendidikan Indonesia (UPI). Dengan tujuan membuka peluang wisata minat khusus dan tematik berkaitan budaya dan bumi di sekitar Galunggung.

Kegiatan dilaksanakan dua hari, 6 dan 7 Juli 2022, mengunjungi beberapa tapakbumi antara Bandung Timur, hingga sekitar Singaparna Tasikmalaya. Bukan saja berkaitan dengan bentang alam, termasuk menapaki kembali potensi gastronomi di kawasan Tasikmalaya yang dinaungi G. Galunggung.

Berangkat jelang pagi, melesat melalui jalan poros timur Bandung-Cicalengka. Lepas dari daerah Rancaekek yang dipagari oleh bangunan pabrik, kemudian berganti berupa bentang alam dan kawasan hijau terbuka. Di sekitar tanjakan panjang Nagrog, di sebelah utara terlihat jajaran perbukitan dan bentuk kerucut yang tidak terlalu tajam. Tanda kegiatan erosi tengah berlangsung, yang ditempati sisa gunungapi purba Kareumbi.

Gunungapi Umur Kuarter, menempati sebagian besar batas Cekungan Bandung bagian timur. Dalam tafsir batas Danau Bandung Purba, kawasan Cicalengka merupakan batas timur danau. Terhitung di atas paras air danau sekitar 725 m dpl. Sedangkan dalam tafsir Budi Brahmantyo, Cicalengka-Leles-Nagreg merupakan tinggian yang memiliki cekungan yang lebih tinggi dari paras air Danau Bandung Purba. Sehingga ditafsirkan cekungan tersebut pernah digenangi danau yang tidak terlalu luas. Dibutkitkan ditemukannya endapan danau, di sebelah jalan keluar lingkar Nagreg.

Kunjungan berikutnya adalah melihat kembali sumber obsidian di perbukitan Kendan, dan perbukitan Sanghyang Anjung. Ditafsirkan sebagai lava dome (sumbat lava), dari kegiatan sistem gunugapi Leles. Lingkar kaldera nya sekitar 10 km, menempati sebagian besar Tempat Pembuangan Akhir Legok Nangka, Citaman, Nagreg, Kabupaten Bandung. Di Lokasi ini ditemui singkapan batuan gelas vulkanik atau obsidian. Menandakan produk letusan gunugapi, magma yang membeku dengan cepat sehingga belum sempat terbentuknya mineral. Kawasan ini ditafsirkan sebagai pusat kerajaan Kendan, satu zaman dengan kerajaan Pajajaran pada abad ke 14.

Tapakbumi selanjutnya adalah mengunjungi kawah Karaha Bodas, atau kawah yang berwarna putih. Warna tersbut merupakan hasil alterasi, sehingga terjadi ubahan mineral batuan. Terletak di perbatasan Kabupaten Garut dan Kabupaten Tasikmalaya. Tepatnya di Kadipaten, Tasikmalaya.

Kegiatan dilanjutkan melalui jalan mendaki ke arah Pasirdatar melalui Desa Sinagar, Sukaratu, Tasikmalaya. Jalannya sempit melalui kantor Desa Sinagar, hingga ke batas jalan aspal. Sekitar Linggarjati didominasi oleh kegiatan tambang pasir batu yang kini semakin meluas hingga ke arah lereng G. Galunggung. Dikerjakan oleh CV Putra Mandiri, sejak bertahun-tahun sehingga penambangan tersebut mengganggu sumber mata air. Air baku yang berasal dari G. Galunggung, dimanfaatkan untuk masyarakat sekitar Desa Linggajati dan Sinagar. Namun kegiatan tambang ini masih berlangsung hingga kini. Selain mempengaruhi sumber mata air, termasuk perubahan tata guna lahan yang berpotensi longsor. Terutama bila masuk ke musim penghujan datang. Di Desa Sinagar ditemui pengusaha makanan sale pisang, di sebelah Masjid Jami’ An Nur Sholeh Sinagar. Pembuatan sale pisang ini tidaklah sulit, Pisang Sale merupakan salah satu makanan hasil olahan dari pisang yang telah mengalami pengeringan dengan cara dijemur atau diasap. Tujuan penjemuran pada pisang adalah untuk mengurangi kadar air buah pisang sehingga pisang sale lebih tahan lama.

Memasuki daerah tambang, jalan berupa makadam atau jalan berbatu. Kemudian berbelok ke arah kampung Pasir Haur. Jalan mendaki, sehingga diperlukan jenis kendaraan yang tinggi dan bertenaga. Lokasi berkemah berada di lapangan disebut Pasirdatar, masuk ke wilayah Desa Sinagar, Sukaratu. Berupa lapangan seluas dua kali lapangan bola, disusun endapan pasir dan abu letusan G. Galunggung 1982. Berada di sebelah timur, atau berada di dalam lingkar kawah G. Galunggung, menjadi arah aliran lahar pada saat letusan.

Dari titik ini bisa menyaksikan gawir terjal G. Galunggung, diantaranya Dinding Ari, dan batas tanggul kawah pasca letusan 1982. Kemudian di arah timurnya adalah hamparan kota Tasikmalaya. G. Galunggung turut mempengaruhi budaya yang lahir di lereng nya. Pada saat dibawah kepemimpinan R. T. Surialaga (1813-1814), pemerintahan Kabupaten Sukapura dipindahkan ke Tasikmalaya. Dalam catatan kegunungapian, Gunung Galunggung tercatat pernah meletus pada 1818, ditandai dengan kemunculan suara gemuruh dari bawah tanah yang terdengar cukup sering. Pada bulan Juni, warga yang tinggal di sekitar Sungai Cikunir melihat perubahan warna dan rasa air yang menjadi lebih asam dan tercium bau belerang.

Letusan G. Galunggung dicatat pernah meletus beberapa kali. Letusan berikutnya terjadi pada tahun 1894. Di antara tanggal 7-9 Oktober, terjadi letusan yang menghasilkan awan panas. Lalu tanggal 27 dan 30 Oktober, terjadi lahar yang mengalir pada alur sungai yang sama dengan lahar yang dihasilkan pada letusan. Letusan kali ini menghancurkan 50 desa, sebagian rumah ambruk karena tertimpa hujan abu. Pada tahun 1918, di awal bulan Juli, letusan berikutnya terjadi, diawali gempa bumi. Letusan tanggal 6 Juli ini menghasilkan hujan abu setebal 2–5 mm yang terbatas di dalam kawah dan lereng selatan. Dan pada tanggal 9 Juli, tercatat pemunculan kubah lava di dalam danau kawah setinggi 85m dengan ukuran 560 x 440 m yang kemudian dinamakan Gunung Jadi.

Letusan terakhir terjadi pada tanggal 5 Mei 1982 (VEI=4) disertai suara dentuman, pijaran api, dan kilat halilintar. Kegiatan letusan berlangsung selama 9 bulan dan berakhir pada 8 Januari 1983. Selama periode letusan ini, sekitar 18 orang meninggal, sebagian besar karena sebab tidak langsung (kecelakaan lalu lintas, usia tua, kedinginan dan kekurangan pangan). Perkiraan kerugian sekitar Rp 1 miliar dan 22 desa ditinggal tanpa penghuni. Gunungapi dengan ketinggian 2.168 meter di atas permukaan laut, dengan puncak tertingginya yakni Puncak Beuti Canar yang memiliki ketinggian 2240 Mdpl. Gunung ini terletak sekitar 17 km dari pusat kota Tasikmalaya, Jawa Barat. Untuk mencapai bibir kawah Gunung Galunggung, dibangun sebuah tangga yang memiliki 620 anak tangga. Gunung ini memiliki 2 puncak yaitu Puncak Dinding Ari dan Puncak Beuti Canar.

Diperkirakan ada dua peristiwa penting, menggeser lokasi pemerintahan Kabupaten Sukapura. Terjadi pada awal abad ke-19, di bawah pengaruh kolonial. Pada awal abad ke-19, setidaknya ada dua peristiwa penting menyebabkan perpindahan Kabupaten Sukapura. Pada pemerintahan R.T. Surialaga (1813-1814), ibukota dari Sukapura dipindahkan ke Tasikmalaya.

Setidaknya ada dua peristiwa penting perpindahan Kabupaten Sukapura (Tasikmalaya). Pada 1813 pada pemerintahan R.T Surialaga, memindahkan ibukotanya dari Sukapura ke Tasikmalaya. Kemudian pada pemerintahan Wiradadaha VIII, kemudian dipindahkan lagi ke sekitar Manonjaya (1832). Perpindahan tersebut dipekirakan oleh aktivitas G. Galunggung di letusan 1822. Letusan kelas plini tersebut meruntuhkan dinding sebelah timur, menyebabkan terbentuknya kawah tapal kuda, dengan jari-jari lebih kurang 1000 m. Hujan abu dan lahar hujan merusak tanaman rakyat hingga 40 km ke arah selatan, menyebabkan sebagian Tasikmalaya saat itu tenggelam dalam genangan lumpur (van Padang, 1951).

Selain sejarah alam, dataran tinggi Galunggung di sekitar Rawagirang, pernah berdiri kerajaan di bawah pengaruh Galuh. Ditandai dengan prasasti Rumatak adalah salah satu dari prasasti peninggalan Kerajaan Galuh. Lokasi penemuan terletak di Gunung Gegerhanjuang, Desa Rawagirang, Singaparna, pada tahun 1877. Prasasti ini kini disimpan di Museum Nasional Indonesia dengan nomor inventaris D.26.

Gegerhanjuang dicatat oleh K.F. Holle (l877), Saleh Danasasmita (l975; l984), Atja (l990), Hasan Djafar (l991), dan Richadiana Kartakusuma (1991). Menurut Saleh Danasasmita dan Atja, prasasti tersebut menggunakan aksara dan bahasa Sunda Kuno, menuliskan pengangkatan raja pada 1033 Saka = 1111 Masehi. Meberikan tafsir hadirnya peradaban yang pernah ada di sebelah selatan pusat letusan G. Galunggung, apakah hilang akibat letusan sebelumnya?

Peristiwa kedua adalah lebih kepada politis, keinginan kolonial Belanda memperkuat militer dengan pembangunan benteng dan tangsi-tangsi militer. Mobilisasi militer tersebut sebagai langkah mitigasi akibat perang Jawa Diponegoro. Setelah kota Tasikmalaya bisa dihuni kembali, pada 1 Oktober 1901, ibukota Kabupaten Sukapura.

Galunggung membangun dirinya sejak Plistosen (van Bemmelen, 1946). Dibutuhkan waktu yang sangat lama, melalui rangkaian kegiatan kegunungapian hingga mencapai tinggi 2.168 m di atas muka laut (PVMBG, 2014). Termasuk dalam kelompok gunungapi strato, segmen selatan Jawa Barat. Kegiatan letusannya di abad modern, mulai dicatatkan dalam laporan pengamatan gunungapi sejak letusan 1882, 1894, 1918, 1958 dan letusan terakhir 1982-1983. Material hasil letusannya merupakan buku sejarah alam, diintepretasi dalam penjelasan geowisata.

Geogastro menjadi tali penghubung, menguak tabir sejarah bumi melalui letusan gunungapi Galunggung. Termasuk menggali kembali keunikan gastronomi yang dipengaruhi oleh kegiatan gunungapi api aktif di Jawa Barat. Tujuan tersebut menjadi gagasan asosiasi PGWI, untuk membuka jejaring geowisata lokal. Termasuk memberikan narasi tentang sejarah bumi dan budaya di lereng G. Galunggung.

Pisang Ranggap yang tumbuh di Kawasan Galunggung
Penuturan budaya Obsidiandi Kenda, Nagreg.
Di Curug Ciherang, Pasirdatar
Diskusi gastronomi yang disampaikan Dewi Turgarini
Penjelasan kawah Karaha Bodas.

Catatan Coaching Clinic Paket Geowisata Batch#1

Waktu menunjukan pukul tujuh lebih dua puluh menit, beberapa peserta telah hadir. Sebagian masih dalam perjalanan, mengingat menuju lokasi pertemuan harus melewati jalur padat Dago. Tepat pukul 07.30 WIB, kegiatan dimulai dengan pembukaan singkat. Kegiatan dilaksanakan mengambil dua tempat, G. Batu dan di kegiatan kelas di Travel Tech, Ciburial Dago Bandung. Diikuti oleh 16 orang peserta, dengan latar pegiat wisata, tour operator, pemandu geowisata, hingga pelaku wisata. Bergabung di kegiatan Coaching Clinic Penyusunan Paket Geowisata, dilaksanakan pada tanggal 22 Juli 2024.

Kegiatan ini diinisiasi oleh asosiasi Pemandu Geowista Indonesia (PGWI), tindak lanjut kegiatan pasca sertifikasi di lima kabupaten/kota, di bulan Juni 2024. Bertujuan untuk membuka jejaring pelaku geowisata, tur operator dan pasar/user geowisata. Dengan demikian diharapkan para partisipan mampu memahami bagaimana caranya membuat tema, menyusun itinerary dan menghitung biaya produksi paket tour geowisata.

Pelaksanaan kegiatan ini bukan satu arah, sehingga membuka peluang kepada partisipan lain untuk menyampaikan pendapat. Secara formal dipandu oleh Deni Sugandi, menyampaikan teknis penyusunan tema, memilih tema serta memaknai tema tersebut menjadi cerita dalam penyusunan paket geowisata. Herdi Heryadi menyampaikan trend pariwisata, mengemas paket hingga menentukan pasar yang dituju. Disampaikan dalam suasana diskusi, sehingga para partisipan bisa berpendapat dengan tujuan menyusun materi paket geowisata.

Lokasi pertemuan persis di bawah G. Batu Lembang, Kabupaten Bandung Barat. Perbukitan yang memanjang timur-barat, memisahkan dataran tinggi Bandung dan Lembang. Bagian dari Zona Sesar Lembang. Lokasi pertemuan ditetapkan di sini, dengan maksud lebih dekat dengan lokasi kunjungan stop site pertama.

Kegiatan dibuka di Gunung Batu Lembang. Tapak bumi yang paling dikenal di Bandung Utara, karena memiliki sejarah bumi. Deni Sugandi, selaku ketua pelaksana coaching ini, menyampaikan rencana kegiatan. Diantaranya mengunjungi dua titik tapak bumi geowisata, untuk meberikan gambaran produk geowisata.

Deni menyampaikan tema-tema dalam geowisata, dengan cara penunjukan langsung “barang” geowisata dilokasi. Dengan demikian para partisipan mampu menggali product knowledge, termasuk makna melalui interpretasi. Dengan demikian para partisipan dapat memahami, bagaimana caranya menempatkan objek geowisata ke dalam materi penyusunan paket geowisata. Geowista bukan kegiatan wisata berbasis geologi, tetapi menggunakan ilmu kebumian secara umum. Termasuk kearifan budaya, keunikan kebudayaan yang dipengaruhi bentang alam. Produk budaya yang khas dan unik sehingga keberadaan masyarakat lokal. Selebihnya adalah interpretasi hubung kait kondisi bumi, masyarakat yang menempati ruang-wilayah yang diekspresikan melalui produk budaya.

Itinerary yang dibuat bisa berupa kunjungan ke objek geowisata, dikaitkan dengan konteks yang masih berhubungan dengan tema. Kemampuan seperti ini layak untuk dituliskan dalam itinerary, karena menjadi haknya konsumen. Selebihnya adala kemampuan interpretasi para pemandu geowisata, melalui koridor narasi yang telah ditetapkan di itinerary.

Di Lapangan Deni menyampaikan salah satu sejarah bumi di dataran tinggi Lembang. Gunung Batu Lembang dalam tafsir geosain, merupakan bagian dari zona Sesar Lembang, Memanjang dari timur ke barat, sekitar 29 km. Penelitian sebelumnya sekitar 20 km., meliputi Maribaya di segmen timur, hingga ke sekitar Ngamprah, Kabupaten Bandung Barat. Di Gunung Batu, Deni menyampaikan bahwa objek geowisata ini menarik untuk diusung dalam tema tentang mitigasi. Bisa juga melihat tema lainya, mengenai bahaya Zona Sesar Lembang.

Tema tersebut tentunya harus didahului oleh pengetahuan tentang objek geowisata. Tidak saja satu, tetapi beberapa lokasi kunjungan dengan keunikan yang berbeda. Kemudian disusun dalam satu tema paket geowisata.

Pemilihan judul menjadi penting, sebagai kaitan bagi para calon konsumen geowisata untuk menentukan pilihan. Dengan demikian diperlukan tata cara yang tepat, bagaimana caranya menentukan judul menarik. Setidaknya harus mengandung variabel kekinian/aktual, dan menjadi trending topic. Dengan demikian judul bisa menjadi pintu masuk (click and bait), menuju pemilihan paket oleh konsumen.

Seperti yang dituturkan oleh Herdi Heryadi selaku narasumber, menyampaikan tren pariwisata secara umum. Dalam penyampaiannya tren pariwisata mengarah kepada perjalanan wisata yang berbasis pengalaman unik. Dengan demikian paket geowisata menjadi salah satu unggulan wisata yang bisa menjadi unggulan ke depan. Langkah-langkah menuju ke sana, diantaranya harus mengandung “nilai’ keunikan, memiliki muatan edukasi serta konservasi. Value tersebut tidak perlu diperintahkan dalam paket, tetapi bisa di “attach” menjadi aktivitas. Berikutnya harus mampu memberikan pengalaman yang mengesankan, melalui interpretasi dan kegiatan fisik seperti hiking. Diharapkan mampu memberikan dampak terhadap ekonomi lokal, diantaranya memanfaatkan sumber daya lokal hingga jasa lokal.

Dalam penyampaian berikutnya, Herdi mendorong partisipan untuk memanfaatkan sosial media influencer. Termasuk mengoptimalkan konten menarik disertai foto dan video. Selanjutnya perlu untuk fokus pada narasi/story telling yang kuat. Terutama yang bisa menghubungkan dengan calon pelanggan, secara emosional. Buatlah testimoni dari wisatawan terdahulu, sehingga mampu meningkatkan kepercayaan konsumen.

Buatlah kampanye pemasaran yang terarah. Menyasar segmen yang tepat dengan memanfaatkan basis data dan sesuai target konsumen. Misalnya menyasar konsumen yang perhatian kepada isu lingkungan, petualangan, atau peminat kebudayaan. Kemudian tambahkan nilai layanan, dengan cara seperti personalisasi itinerary (tailor made), disediakan pemandu ahli tematik, hingga pelayanan akses eksklusif ke lokasi. Dengan demikian bila menjalankan variabel di atas, harga penawaran berada di lini paling atas atau premium.

Dalam penjelasan penyusunan itinerary, Herdi menyarankan untuk mengidentifikasi keunggulan dan kelemahan itinerari. Dengan demikian kekurangan tersebut bisa ditutupi oleh kelebihan paket tersebut. Seperti tema yang lebih spesifik, yang belum pernah digarap oleh BPW. Walaupun memiliki tantangn tinggi, namun mampu untuk diwujudkan.

Buatlah itinerary yang bersifat khusus, dengan tematik tertentu. Khusus untuk menyasar konsumen yang ingin diistimewakan. Berbeda dengan paket-paket reguler, sehingga bisa menciptakan pasar. Walaupun bermain di niche market, tetapi ada pula konsumen yang ingin diperlakukan seperti ini. Dengan demikian harga jual secara eksplisit dan implisit jauh lebih tinggi. Terutama bila berhadapan dengan BPW, seharusnya mampu memiliki harga jual yang tinggi.

Hal yang jauh lebih penting adalah peran kolaborasi dengan lokal. Pengalihdayaan kekuatan ke lokal jauh akan lebih efektif, karena mereka memahami serta akses yang tepat. Dengan demikian geowisatawan dapat pengalaman yang autentik, termasuk pemberdayaan lokal.

Sebagai penutup disampaikan kegiatan diskusi yang disampaikan secara santai. Beberapa partisipan turut mengelaborasi beberapa hal yang menjadi tema utama. Sebagai penutup, Deni menyampaikan bahwa value dalam penyusunan paket geowisata sangat penting. Kekuatan tersebut menjadi penentu bagi konsumen, untuk menetapkan pilihan paket. Selebihnya adalah upaya untuk mempertahankan kualitas paket geowisata, termasuk upaya upgrading bila paket geowisata. Selain memberikan pengalaman baru, menentukan segmen pasar hingga nilai yang seharusnya lebih tinggi dari paket geowisata reguler..

Foto besama partisipan di G. Batu Lembang
Penyampaian materi oleh Herdi
Studi kasus pemaketan geowisata oleh Gangan Jatnika
Teknik interpretasi oleh Yossi

Catatan Singkat Geourban#21 Jatiluhur

Dalam kegiatan Geourban ke-21, melawat di sekitar Purwakarta (21 Juli 2024). Wilayah yang dilalui oleh Ci Tarum. Sungai yang membelah kota dan kabupaten di Jawa Barat. Diantaranya dimanfaatkan menjadi sumber energi terbarukan, melalui pembangunan tiga waduk buatan. Diantaranya Saguling wilayah Kabupaten Bandung, dan Kabupaten Cianjur. Kemudian Cirata, dan terakhir waduk Jatiluhur yang masuk ke Purwakarta.

Stop site yang dikunjungi adalah dermaga penyeberangan Talibaju, Cikaobandung. Kemudian ke titik ke dua, batukorsi-batupeti di Desa Sukamanah. Kemudian kunjungan terakhir ke G. Parang. Ketiga tempat tersebut memiliki potensi yang bisa dimanfaatkan melalui aktivitas geowisata. Cerita sejarah perjalan kopi di abad ke-17, didominasi kepentingan dagang yang dimonopoli oleh VOC dari 1756 hingga 1780. Stop site selanjutnya berkunjung ke batuan sedimen Formasi Jatiluhur yang ditafsirkan tinggalan budaya, dan perbukitan intrusi batuan beku. Tiga stop site yang dikunjungi, bagian kecil dari potensi geowisata di Purwakarta.

Jauh sebelum Republik Indonesia lahir, Purwakarta masih menjadi bagian dari Kabupaten Karawang. Wilayahnya mencakup sebagian besar bagian utara Ciasem (saat ini Subang), dan ke arah selatan sekitar Wanayasa saat ini. Daerah ini berada di dataran tinggi di lereng G. Burangrang yang menaungi sebagian besar wilayah Purwakarta bagian selatan saat ini. Wilayah Wanayasa telah ada sejak abad ke-17, dalam bentuk kerajaan di bawah wilayah Pajajaran. Bahkan satu abad sebelumnya, keberadaan penyebutan Karawang dituliskan dalam catatan Bujangga Manik.

Kota yang selama ditafsir sebagai “kota tua”, memiliki pengertian yang berbeda. Ditafsirkan melalui sumber lain, menyebatukan purwa adalah yang pertama, dan karta yang bermakna sejahtera. Dengan demikian bisa ditafsirkan sebagai kota yang mengutamakan kesejahteraan. Tafsir demikian bisa diselaraskan dengan pemindahan ibu kota Karawang Timur, ke tempat yang lebih baik dari sisi jarak ke dan dinilai lebih kondusif.

Perjalanan pembentukan wilayah Purwakarta hadir setelah kemerdekaan, sebelumnya merupakan daerah Karawang Timur dari Kabupaten Karawang. Ibukotanya di Wanayasa, di bawah lereng G. Burangrang. Gunungapi yang ditafsirkan sebagai anak gunungapi, dari sistem gunungapi Sunda-Tangkubanparahu. Seiring waktu, tanahnya yang subur mampu menarik industri perkebunan kopi di abad ke 17, seiring dengan sistem Tanam Paksa. Pengerahan sistematis ini , mendorong kawasan Wanayasa menjadi sentra penghasil kopi setelah Kabupaten Cianjur pada masa tersebut. Namun bukti-bukti pendirian ibukota Kabupaten Karawang Timur di Wanayasa tidak terlihat. Menandakan pusat pemerintahan ibu kota hanya bersifat sementara. Salah satu alasan penempatan ibukota di Wanayasa, karena wilayah tersebut dikenal dengan penghasil kopi terbesar. Menjadi ibu kota kabupaten Karawang Timur pada 1821 hingga 1829. Menjelang 1830 digeser ke arah utara, disebut Sindangkasih.

Pemindahan tersebut dipicu oleh kondisi sosial, dampak dari sistem tanam paksa pada 1847, mendorong pergolakan sosial. Dipicu oleh ketidak adilan, upah rendah dan korupsi di tingkat pemerintahan saat itu, mengakibatkan terjadinya pemberontakan pekerja keturunan Tionghoa. Terjadi pada 1831, dari Wanayasa hingga ke batas Karawang-Purwakarta saat ini. Pemberontakan ini menjadi alasan pemindahan ibu kota ke Purwakarta sekarang. Semata-mata karena kondisi sosial, dan lebih ke pengamanan wilayah melalui pengamanan kekuatan militer saat itu.

Di dermaga perahu penyeberangan Talibaju, Cikaobandung, merupakan jalur penting dalam pengangkutan kopi pada abad ke-17. Cikaobandung merupakan gudang penyimpanan kopi, hasil panen dari beberapa tempat di Kabupaten Bandung saat itu. Sebelumya dikumpulkan terlebih dahulu di gudang kopi di Wanayasa. Keberadaan gudang kopi tersebut masih ada, dimanfaatkan menjadi Sekolah Dasar Negeri I Wanayasa. Bangunan tersebut adalah satu-satunya peninggalan sejarah, bukti industri kopi yang menjadi primadona pertanian di Hindia Belanda.

Hasil panen di wilayah berada di wilayah Preanger-Regentschappen, atau Kabupaten Priangan. Pemandangan yang menawan, didominasi tanah hasil pelapukan gunungapi. Sehingga tanahnya subur, dan memiliki pupuk alami dari batang pohon yang telah lapuk kemudian menjadi kompos. Perkebunannya di atas rata-rata 1200 meter, dengan udara sejuk serta tanah yang luas menjadikan wilayah ini sebagai perkebunan kopi terbaik pada masa tersebut.

Perkebunan kopi tersebar di wilayah Kabupaten Bandung saat itu. Diantaranya di wilayah Sumedang, Bandung utara dan selatan, Limbangan, Sukapura dan Sumedang. Wilayah dataran tinggi, masuk ke dalam wilayah Kabupaten Bandung saat itu.

Sebagai pemain tunggal perkebunan kopi, Vereenigde Oostindische Compagnie atau VOC perlu menjaga kestabilan hasil perkebunan kopi, dan mencari keuntungan dari hasil produksi kopi. Sehingga dikeluarkan perjanjian yang mewajibkan kaum pribumi untuk menanam kopio dan hasilnya harus diserahkan kepada pihak VOC. Dikenal dengan Koffestelsel (sistem kopi), atau tanam paksa penanaman kopi oleh pada pribumi.

Pengangkutan kopi dari Priangan pedalaman ke Batavia diinisiasi oleh Gouverneur Generaal van Vereenigde Oostindische Compagnie, Mattheus de Haan (1725-1729), dan Bupati Bandung Tumenggung Anggadireja I (1704-1747). Dikenal dengan koffie transport, pengangkutan kopi dengan menggunakan hewan beban seperti kerbau atau sapi. Dibutuhkan waktu antara 60 hingga 72 hari pengangkutan, dengan moda transportasi seperti ini.

Semua hasil panen kemudian diangkut ke gudang kopi di Wanayasa. Setelah terkumpul kemudian diteruskan ke gudang kopi di Cikaobandung, Purwakarta. Jaraknya sekitar 33 km, menggunakan pedati yang ditarik oleh sapi. Dari dermaga kemudian diteruskan menggunakan perahu layar tunggal ke Batavia, melalui Ci Tarum. Mattheus de Haan meminta agar pada tenaga kerja (kuli), membawa kopi dari Bandung, Parakanmuncang, dan Sumedang ke Gudang Kopi Cikao, yang dibangun pada 1744.

Kunjungan berikutnya ke Batukorsi-Batupeti di Kampung Ciputat, Desa Kutamanah. Blok batuan sedimen yang tererosi kuat, membentuk kotak-kotak yang terpisah. Masyarakat mempercayai merupakan hasil kerja manusia di masa lalu, dikaitkan dengan mitos Sangkuriang dan Dayang Sumbi.

Keberadaanya terletak di batas pantai waduk Jatiluhur di sebelah utara. Bisa diakses melalui Kampung Ciputat, kemudian dilanjutkan jalan kaki melalui hutan bambu. Bila dari wisata Jatiluhur, bisa menggunakan perahu sewaan. Keberadaan singkapan batuan sedimen ini berada di wilayah warga, yang sebagian besar telah menjadi perkebunan. Sebagian lagi berada di garis pantai waduk, berupa bentuk seperti kursi.

Dalam berita daring, disebutkan bahwa situs tersebut diduga sebagai tinggalan budaya megalitik, hingga budaya tinggal kerajaan Sunda. Bahkan menurut ketua Rukun Warga di Ciputat, menuturkan bahwa situs tersebut dipercaya menjadi tempat bertemunya Sangkuriang dan Dayang Sumbi. Cerita rakyat yang berkembang di masyarakat Sunda lama, khususnya di Cekungan Bandung yang mengaitkan dengan sejarah terbentuknya G. Tangkubanparahu. Namun dalam keterangannya, Sangkuriang gagal mempersunting karena ternyata Dayang Sumbi adalah ibu kandungnnya. Sehingga batu berbentuk kursi adalah tempat duduk para tamu, dan peti adalah harta bawaan yang dibawa dalam acara pernikahan.

Dalam peta Geologi Lembar Cianjur (Sudjatmiko, 1972). Tuliskan bagian dari Formasi Jatiluhur, Umur Miosen Tengah. Bila diperhatikan dengan seksama, batuan tersebut berlapis menandakan batuan sedimen. Seiring waktu terangkat akibat kegiatan tektonik, kemudian lapuk oleh kondisi cuaca dan temperatur. Batuan berlapis tersebut disusun oleh perselingan batulempung, batupasir kuarsa, dan batugamping pasiran (Tms).

Bila dilihat dari angkasa, memperlihatkan struktur sejajar membentuk bujursangkar. Menandakan hasil kegiatan struktur yang membentuk rekahan sedemikian rupa. Seiring waktu terjadi erosi dan pelapukan yang menyebabkan bentuknya seperti bongkah batu berbentuk kotak. Sedangkan bentuk kursi di tepi pantai, merupakan bentuk blok batuan yang tererosi oleh gelombang air waduk pada bagian bawahnya. Seiring waktu membentuk seperti batu jamur karena bagian atas lebih kuat (resisten).

Kunjungan terakhir adalah ke G. Parang, melalui Plered. Merupakan perbukitan intrusi batuan beku dangkal. Seiring waktu tersingkap membentuk kerucut yang menjulang tinggi. tingginya sekitar 963 meter dpl. disusun oleh andesit (Ha). Perbukitan tersebut kini aktif menjadi tujuan wisata minat khusus. Pemanjatan menggunakan teknik via ferrata. Berupa besi panjang, yang digunakan sebagai alat bantu pendakian. Kegiatan ditutup dengan pengukun Asosiasi Pemandu Geowisata Dewan Pengurus Wilayah Purwakarta Raya.

G. Parang dari basecamp Badega.
Batupasir kuarsa, perselingan dengan batulempung Fm. Jatiluhur.
Batupeti yang disusun batuan sedimen lapuk, Formasi Jatiluhur.
Pengukuhan PGWI DPW Purwakarta Raya.

Coaching Clinic Paket Geowisata Batch#1

Selasa, 23 Juli 2024, Bandung

Organisasi PGWI menyelenggarakan pelatihan singkat satu hari, Coaching Clinic Penyusunan Paket Geowisata.

Teknis mengenali potensi keunggulan objek geowista, segmen, menentukan tema/narasi, mitigasi, itinerari dan penentuan harga.

Narasumber
Herdi Heryadi (East Experience), Adrian Agoes (Stiepar Yapari Bandung), Deni Sugandi (PGWI)

Hari/Tanggal
Selasa, 23 Juli 2024

Waktu
Pk. 07.30 WIB sd. 18.00 WIB

Venue
(pagi) Sekitar Bandung Utara, dan (siang) Travel Tech Ciburial Dago, Bandung

Meeting point
Pkl. 07.00 WIB, Gunung Batu Lembang. https://maps.app.goo.gl/Kqf1QsPyh9hWybNdA

Info/Pendaftaran (kuota terbatas 20 peserta)
0895-3632-91927 (fiqa)

Biaya pengganti logistik
Rp. 100.000., (makan 1x, E-Sertifikat)

Transfer:  BRI REK 035401003124561 Asosiasi Pemandu Geowisata Indonesia

Syarat dan ketentuan

  • Diutamakan bagi pegiat/pemandu geowisata, pernah mengikuti pelatihan kepemanduan geowisata atau aktif sebagai pemandu geowisata.
  • Diharapkan untuk mengatur moda transportasi pribadi. Disarankan membawa kendaraan roda dua/motor.
  • Membawa alat tulis, pakaian lapangan (opsi laptop)

Inisiator
Dilaksanakan oleh organisasi PGWI. Mendorong penguatan jejaring, upgrading dan memelihara kompetensi anggotanya. Pelaksanaan acara bersifat probono-bagian dari program kegiatan organisasi.

Sertifikasi Pemandu Geowista di Bumi Pongkor

Pelaksanaan kegiatan sertifikasi kompetensi pemandu geowisata, di Desa Bantarkaret, Pongkor, Kabupaten Bogor. Dilaksanakan pada hari Minggu, 30 Juni 2024, bekerja sama antara Asosiasi Pemandu Geowisata Indonesia/PGWI, LSP Pramindo dan difasilitasi oleh PT Anta, Tbk.

Diikuti oleh 20 orang peserta (asesi) yang berasal dari wilayah Kabupaten Bogor, diantaranya di bawah binaan Badan Pengelola Geopark Pongkor, Kabupaten Pongkor. Dalam penyampaiannya, perusahaan BUMN ini berhadapa ada sinergi dan bisa berkolaborasi dengan para pemandu. Bertujuan peningkatan ekonomi lokal dan membuka peluang kerja seluas-luasnya.

Sertifikasi Pemandu Geowisata KBB dan Tahura Djuanda

Telah dilaksanakan kegiatan sertifikasi profesi, skema pemandu geowista di dua tempat di Bandung Raya. Tanggal 22 Juni 2024 di Cidadap, Padalarang, Kabupaten Bandung Barat. Kemudian disusul di Tahura Ir. Djuanda Bandung. Kegiatan tersebut merupakan rangkaian kegiatan penyetaraan kompetensi, mencapai standar nasional untuk para pemandu geowisata.

Kegiatan ini terlaksana melalui anggaran dari sekretariat Badan Nasional Sertifikasi Profesi/BNSP, melalui paket Program Pelaksanaan Sertifikasi Kompetensi Kerja (PSKK) tahun anggaran 2024. Dilanjutkan melalui LSP Pramuwisata Indonesia (LSP Pramindo), bekerja sama dengan Asosiasi Pemandu Geowisata Indonesia (PGWI), sebagai pengguna anggaran. Dalam pelaksanaanya dibantu oleh Dinas Pariwisata dan Budaya Provinsi Jawa Barat, melalui Bidang Industri Pariwisata yang menaungi sumber daya manusia.

Pelaksanaan program PSKK 2024 ini diserap oleh PGWI sebanyak 6 paket, yang terdiri dari 120 peserta (asesi). Disebarkan melalui jejaring organisasi Dewan Pengurus Wilayah di provinsi Jawa Barat, diantaranya di Kabupaten Pangandaran, Kabupaten Bandung Barat, Kabupaten Bogor, Kota Bandung dan Kabupaten Majalengka. Pelaksanaan pertama di TIC BKSDA, Cagar Alam Pangangandaran, sejumlah 20 orang. Kemudian tanggal 22 Juni 2024 di Balai FP2KC, yang diikuti oleh pegiat, pemandu geowisata sekitar Kabupaten Bandung Barat. Semua kegiatan dilaksanakan melalui jejaring Dewan Pengurus Wilayah/DPW Asosiasi Pemandu Geowisata Indonesia.

Rangkaian selanjutnya di Tahura Ir. Djuanda, Dago Pakar, Bandung. sebelumnya dilaksanakan kegiatan pelatihan, 22 Juni 2024 disekitar wilayah Tahura. Kegiatan dibuka oleh perwakilan dari UPTD Tahura Ir. Djuanda, dilanjutkan oleh perwakilan dari Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Bandung. Pelatihan mengambil tempat di kawasan Tahura, dari Sekejolang hingga ke gerbang Gua Belanda. Hadir narasumber dalam kegiatan ini diantaranya T Bachtiar, memberikan narasi yang berkaitan dengan toponimi di wilayah yang dilalui. Menjelaskan tafsir Ci Kapudung, yang diambil nama tumbuhan di sekitar bantaran sungai.

Fajar Lubis, dan dibantu oleh Zarindra Aryadimas menguraikan asal-usul pembentukan lava Pahoehoe di bantaran Ci Kapudung sektiar Sekejolang. Lava produk G. Tangkubanparahu yang mengalir hasil kegiatan letusan efusif. Jejak letusan sekitar 40 ribu tahun yang lalu. Kegiata pelatihan berupa hiking mengikuti bantaran Ci Kapundung, mulai dari Sekejolang, hingga Gua Belanda. Sesi terakhir disampaikan teknik pemanduan, oleh Hadi yang berprofesi sebagai tour guide profesional.

Hasi kegiatan pelatihan, kemudian dibawa dalam kegiatan sertifikasi. Dilaksanakan dan dibuka di ruang audio visual UPTD Tahura Ir. Djuanda. Diikuti  oleh 40 orang peserta (asesi), berasal dari pegiat dan pemandu disekitar Bandung Raya dan luar kota Bandung. Diantaranya perwakilan Dewan Pengurus Wilayah Bekasi Raya, Majalengka Raya yang mengirmkan beberapa perwakilan. Kegiatan ditutup pkl. 15.00 WIB, melalui beberapa testimoni peserta. Menyataan sangat bersyukur membuka jaringan, silturahmi hingga mengenal geowisata lebih jauh. Ditandaskan oleh Deni Sugandi, selaku ketua Pemandu Geowisata Indonesia, Pengurus Nasional, mengajak seluruh peserta untuk bergabung dalam wadah organisasi. Dengan demikian para pemandu geowisata tetap terpelihara kompetensinya, kemudian sebagai saraha silaturahmi jejaring pemandu geowisata di Indonesia. Dengan demikian para pemandu yang telah memiliki standar nasional, diupayakan haknya agar bisa diterima diindustri pariwisata Indonesia.

Penjelasan T Bachtiar, mengenai pembentukan Lava Pahoehoe.
Penjelasan Fajar Lubis, tentang geologi regional.
Zarindra Aryadimas, menjelaskan aliran lava G. Tangkubanparahu yang mengisi dasar Ci Kapundung.
Kegiatan sertifikasi Pemandu Geowisata di aula UPTD Tahura Ir. Djuanda, 23 Juni 2024.
Foto bersama asesi dan asesor.
Asesi, Asesor LSP Pramindo dan perwakilan dari Disparbud Provinsi Jabar
Kegiatan asesmen sertifikasi skema Pemandu Geowisata di KBB

Musyawarah Pendirian PGWI DPW Pangandaran Raya

Seiring dengan kegiatan sertifikasi skema Pemandu Geowisata, melalui bantuan progam PSKK 2024, BNSP. Bekerja sama antara asosiasi Pemandu Geowisata Indonesia (PGWI) Pengurus Nasional, Bidang Indutri Pariwisata Disparbud Jabar, dan Dinas Parbud Kab. Pangandaran, melaksanakan kegiatan sertifikasi. BNSP menunjuk LSP Pramuwisata Indonesia, sebagai Lembaga Sertifikasi Profesi.

Dihadiri oleh 20 asesi (peserta) yang tersebar di wilayah Kabupaten Pangandaran, baik dari wilayah sekitar Cijulang, Cimerak, Parigi hingga sebagian besar di Pantai Pangandaran. Kegiatan Sertifikasi ini dilaksanakan pada tanggal 19 Juni 2024, mulai pukul 08.00 WIB., di TIC Cagar Alam Pangandaran. Acara dibuka oleh Kepala Resor, Kabid Ekraf Disparbud Kabupaten Pangandaran.

Sebagai tindak lanjutnya adalah menghimpun profesi pemandu geowisata dalam satu wadah. Dengan tujuan untuk mempersiapkan SDM unggul, berdaya saing dan memiliki kompetensi yang terus dipelihara. Kemudian dibentuk perpanjangan tangan asosiasi Pemandu Geowisata Indonesia di wilayah Pangandaran.

Dengan demikian para pelaku pemandu geowisata, bersepakat untuk membentuk Dewan Pengurus Wilayah Pangandaran Raya. Meliputi sebagian besar Kabupaten Pandandaran, sebagian selatan Kabupaten Tasikmalaya, Kabupaten Ciamis dan Kabupanten Banjar. Perluasan wilayah tersebut berdasarkan dari ciri tema dan sejarah pembentukan bumi yang sama.

Musyawarah dilaksanakan setelah kegiatan sertifikasi selesai, pukul 15.30 WIB, di pusat Informasi Resor Konservasi Wilayah XXI Pangandaran. Diharidi oleh ketua Dewan Pengurus Nasional, Deni Sugandi, dan para pemandu wisata, geowisata, snorkeling dan body rafting.

Dibuka oleh Deni Sugandi, menyampaikan pentingnnya berkolaborasi, dalam wadah perkumpulan untuk peningkatan kapasitas SDM pemandu geowista di Pangandaran. Tujuan organisasi PGWI diantaranya sebagai wadah bersama dan menjadi mitra pemerintah daerah. Dalam musyarah tersebut disepakati secara aklamasi memilih nama pengurus yang diberikan amanah. Ketua terpilih PGWI DPW Pangandaran Raya adalah Ipik Taupik, kemudian sekretaris Poniman, dan bendahara Lilis Lydianti.

Kegiatan ditutup dengan harapan pendirian organisasi ini mendukung pengembangan geowisata di kawasan  Pangandaran dan sekitarnya, termasuk mempersiapkan SDM pariwisata untu mendorong Tamanbumi Nasional Pangandaran.

Pelatihan Singkat Pemandu Geowisata di Pasir Pawon

Kegiatan yang diinisiasi oleh asosiasi Pemandu Geowisata Indonesia (PGWI), melalui kegiatan mandiri-probono. Dilaksanakan pada hari Sabtu, 15 Juni 2014. Berupa pelatihan singkat, bagi para pegiat, pemandu lokal dan pegiat konservasi lingkungan di kawasan Perbukitan Karst Padalarang. Bertujuan mempersiapkan para calon peserta, yang akan diikut sertakan dalam kegiatan sertifikasi skema pemandu geowisata. Pelaksanaanya di hari sabtu, 22 Juni 2024, di Aula FP2KC Cidadap, Padalarang, Kabupaten Bandung Barat. kegiatan pelatihan dilaksanakan di Pasir Pawon, atau saat ini dikenal dengan Wisata Stone Garden, di Citatah, Padalarang, Kabupaten Bandung Barat.

Pelatihan dimulai pukul 07.00 WIB dan diahiri hingga menjelang sore, bertempat di sekitar Pasir Pawon, Citatah, Padalarang. Diikuti oleh 20 orang lebih, dari pegiat, pemandu lokal, pelaku konservasi kawasan Citatah, hingga mahasiswa pariwisata. Kegiatan dibuka semi formal oleh Deni Sugandi, selaku Ketua PGWI Pengurus Nasional. Kemudian dilanjutkan oleh sambutan dari Dinas Pariwisata Budaya, Kabupaten Bandung Barat diwakili Ukas Maulana, Jabatan Fungsi di Pemasaran Pariwisata. Menyatakan ucapan terima kasih kepada organisasi (PGWI), yang telah memberikan kesempatan kepada para pegiat geowisata di bawah wilayah kerja dinas pariwisata Kabupaten Bandung Barat. Ditambahkan pula, bahwa wilayah KBB sangatlah luas, sehingga perlu untuk digali potensinya untuk kemaslahatan warga/pelaku lokal melalui geowisata.

Narasumber yang hadir berasal dari organisasi PGWI. Dimateri pertama, Deni Sugandi menyampaikan dasar-dasar pengertian sejarah bumi. Khususnya genesa perbukitan karst Citatah, Padalarang. Deni menyampaikana pengertian geowisata, sebagai dasar berkegiataan wisata. Seperti diobjek geowisata Pasir Pawon, berupa puncak bukit yang dihiasi oleh kerucut karst hasil kegiatan pelaturan sekitar lima juta tahun yang lalu. Selain itu didapati bukti binatang laut yang tercetak difragmen batugamping, berupa fosil kerang, branching dan sebagainya. Dalam kesempatan pemberian materi, Deni menjelaskan geologi regional kawasan Karst Citatah, merupakan bukti batuan tua homogen yang membatasi bagian barat Cekungan Bandung.

Dalam pelatihan ini ditandaskan perlunya menggali narasi, yang sifatnya informasi valid. Seperti mencari data melalui hasil penelitian, kemudian dirangkum menjadi sumber narasi atau story telling dalam kegiatan pemanduan geowisata. Dengan demikian diperlukan kemampuan untuk menggali informasi valid, melalui data penelitian, wawancara ahli dan mencari diingatan kolektif masyarakat. Narasi geowisata bisa berupa data ilmiah tentang prose dinamika bumi, cerita rakyat yang memiliki hubung kait dengan tapak bumi yang dikunjungi.

Selanjutnya, Sodikin Kurdin dan Adrian Agoes mengarahkan para peserta pelatihan, praktek pemanduan. Lokasi mengambil tempat di Pasir Pawon/Stone Garden, dengan cara praktek bergantian. Beberapa peserta memiliki kemampuan untuk merangkai cerita, tetapi ada pula yang perlu mencari data yang valid. Partisipan merasa terbantu melalui pelatihan ini, karena mendapatkan langsung teknis pemanduan melalui kegiatan praktek. Kegiatan ini dikondisikan untuk menghadapi kegiatan sertifikasi, yang akan dilaksanakan pada tanggal 22 Juni 2024, di Balai FP2KC, Cidadap, Padalarang, Kabupatan Bandung.

Simulasi pemanduan geowisata di Pasir Pawon.
Praktek pemanduan geowisata.