Catatan Geourban#24 Panyandaan

Lerengnnya melampar hingga batas jalan raya Ujungberung. Merupakan tekuk lereng aliran dan piroklastik PraSunda dan Sunda, hingga dibatasi oleh dataran rendah ke arah selatan. Dibagian utaranya merupakah blok naik Sesar Lembang segmen Batuloceng.

Lereng tersebut disusun oleh aliran lava tebal G. Prasunda dan Sunda. Kemudian ditutup oleh piroklatik yang telah lapuk. Seiring waktu tererosi kuat, membentuk lembahan ditoreh air dan membentuk sungai-sungai. Alirannya bergeraka ke utara, kemudian masuk menjadi badan air disebut Danau Gegerhanjuang. Merupakan bagian dari sistem Danau Bandung Purba bagian timur, yang mengalami pengeringan. Dalam peta lama F. de Haan (1911), danau tersebut mendekati susut dan ditempati oleh rawa disebut Muras. Melampar dari batas tekuk lereng Ujungberung, hingga ke arah selatan hingga batas aliran Ci Tarum.

Disebut Muras Gegerhajuang, bagian dari sistem danau Bandung Purba. Segmen rawa ini menempati dataran rendah dengan elevasi 678 m dpl. Membentuk rawa (muras), membentang dari utara sekitar jalan raya Ujungberung, kearah selatan hingga dibatas jalan raya Baleendah-Ciparay.

Kondisi demikian menyebabkan hunian berada di sebelah utara, menghindari rawa. Lingkungan tersebut mengundang hadirnya malaria. Selain itu rawa bukannlah tempat yang tidak ideal untuk mendirikan rumah, karena kondisi permukaanya yang mudah amblas. Termasuk sulitnya mendapatkan air layak minum. Sehingga hunian dan peradaban bergeser ke arah utara, relatif lebih aman, sumber daya alam melimpah dan lebih sejuk.

Lahan yang subur, menarik juragan perkebunan Andries de Wilde merintis perkebunan kopi di utara Ujung Berung jauh sebelum jalan Raya Pos Daendels dibuat. Pembuatan jalan tersebut bertujuan menggerakan distribusi pengiriman kopi dari priangan pedalaman hingga ke Batavia melalui Cikao Bandung Purwakarta. Sedangkan jalur distribusi ke arah timur, didistribusikan di gudang kopi di Karangsambung. Lokasi tersebut kini jembatan Ci Manuk di perbatasan Sumedang dan Majalengka atau sekitar Tomo.

Kondisi alam demikian, mendorong budaya menyebar ke arah utara atau sekitar Cimenyan. Kehadiran peradaban tersebut, dikuatkan dengan keterangan dari catatan perjalanan Bujangga Manik. Diyakini kebudayaan disekitar utara muras tersebut hadir sejak abad ke-16. Dicirikan dengan temuan situs budaya dan kepercayaan masyarakat lokal tentang sebaran patilasan.Tinggalan budaya berupa pekuburan tua dengan ciri seperti circle stone (batu gelang). Tersebar di Pasir Panyandaan, Cimenyan hingga berbatasan dengan Caringintilu, Kabupaten Bandung di bagian baratnya.

Kebudayan lama tersebut hidup di atas endapan batuan gunungapi purba. Disusun lava dan piroklasatik. Aliran lavanya mebentuk struktur berlembar, akibat proses pembekuan dan kondisi geologi. Dibeberapa keterangan lama, menyebutkan bentuk demikian adalah wujud dari struktur bangunan (candi?). Struktur kekar lembar (sheeting joint), dimanfaatkan sebagai penghias bangunan pemerintahan, seiring rencana pemindahan ibukota Hindia Belanda ke Bandung.

Bukti endapan aliran lava masih terlihat jelas, di Curug Batu Templek, Cisanggarung dan di Sentak Dulang. Dua lokasi kegiatan penambangan, yang sudah dibuka sejak jama kolonial.  Bukti penggunaan batuan tersebut dicatatkan Haryoto Kunto (1986), pondasi Gedung Sate menggunakan batuan yang diambil dari kawasan ini. Batuannya idelal, keras dan memiliki struktur berlembar sehigga disebut struktu sheeting joint, atau kekar lembar. Terbentuk demikian akibat pelepasan beban penutup, sehingga terbentuk rekahan yang mendatar. Dimanfaatkan dengan cara mencongkel rekahan tersebut dan digunakan sebagai pondasi hingga sebagai estetik bangunan.

Asal-usul lava tersebut bersumer dari kegiatan letusan guungapi purba, hadir jauh sebelum Danau Bandung Purba terbentuk. Dalam Peta Geologi Lembar Bandoeng (Geologische Kaart van Java), disusun oleh Bemmelen (1934) menyebutkan litologinya merupakan batuan gunungapi tua. Kemudian didetailkan dalam pemetaan stratigrafi gunungapi oleh Soetoyo dan Hadisantono (1992), merupakan aliran lava hasil letusan gunungapi PraSunda (Prs), kemudian ditutupi oleh produk gunungapi berikutnya yaitu G. Sunda (Sl). Berupa lava andesit abu-abu gelap, porfiritik dengan fenokris plagioklas, piroksen dan sedikit mineral bijih dalam masa dasar gelas dan mineral halus.

Di Pasir Panyandakan, menerus hingga Sontak (sentak?) Dulang, merupakan produk gunungapi PraSunda. Lava ini dianggap paling tua karena kontak langsung dengan batuan sedimen umur Tersier (Soetoyo dan Hadisantono, 1992).

Kebutuhan sumber daya alam tersebut, seiring dengan rencana pemindahan ibu kota Hindia Belanda. Dari Batavia atau Jakarta saat ini ke dataran tinggi Bandung. Arsitek pembangunannya adlaa Silors, duduk sebagai kepala Dinas Bangunan Kotapraj (Gemeentelijk Bouwbedrijf). Tuga utamanya adalah merancang dan emmbangun kompleks bangunan pusat instansi pemerintahan Hindia Belanda di Kota Bandung.

Tambang batu di utara Arcamanik turut menyumbangn pembangunan kota, diantaranya adalah pembangunan gedung Departemen Pekerjaan Umum, Kantor Pusat PTT, Departemen Kehakiman, Departemen Pendidikan dan Pengajaran, Departemen Keuangan dan seterunya. Semuanya dibangun dalam satu kompleks, sejajar ke arah utara dari Gedung Sate saat ini.

Mendaki ke arah utara, menunggangi punggungan Pasanggrahan. Setelah melewati SD Cikawari, jalanan terus menanjak. Pemandangan terbuka luas kesegala penjuru, dihiasi ladang warga yang semakin mendesak ke wilayah Perum Perhutani.bentang alamnya berupa punggungan perbukitan. Sebagian besar wilayahnya ditempati oleh perkebunan warga, pemilikan lahan pribadi. Melampar dari timur ke barat, menempati sebagian besar lereng G. Palasari hingga sebelah timur berbatasan dengan G. Manglayang.

Hanya beberapa tinggian, berupa puncak-puncak bukit yang ditempati oleh tinggalan budaya. Menandakan nenek moyang sudah memandukan bentang alam dan dataran tinggi sebagai tempat yang sakral.

Dalam laporan Rohtpletz hasil kompilasi dari beberapa laporan terdahulu, menuliskan penemuan tinggalan budaya serta situs-situs prasejarah megalitik. Dituliskan di perbukitan titik triangulasi KQ 273, menyebutkan ditemukan beberapa serpih obsidian. Rothpletz menuliskan Künstliche Steilböschungen (vor allem bei Kuppen), diterjemahkan puncak bukit dengan lereng yang curam. Bentuk alam yang memanfaatkan tinggian, kemudian ditata sedemikia rupa. Dalam keterangannya disebutkan juga didapati situs makam pra-Islam (Präislamitische Grabanlagen).

Titik tersebut terdapat di sebelah utara dari kompleks Pondok Pesantren Baitul Hidayah. Berupa kuburan lama yang disusun oleh batuan andesit-basal, tersedia melimpah disekitar perbukitan. Disusun oleh batuan membundar sebesar kepalan tangan hingga bola sepak, kemudian ditemui juga batu ceper yang diduga didatangkan dari sekitar Sentak Dulang. Lokasi penambangan Batu Templek yang berada di sebelah selatannya.

Dalam laporan Johan Arief dalam artikel Misteri Danau Bandung (https://fitb.itb.ac.id/misteri-danau-bandung/), disebut situ Panyadaan 1. Satu situs lagi berada di sebelah timur disebut Situs Panyandaan 2. Dalam keterangannya merupakan temapt palitas atau tilem.moksa Eyang Sri Putra Mahkota Raden Mundingwangi, putra dinasti ke-8 dari Raja Sunda.

Berjalan ke arah utara, ditemui punggungan perbukitan yang ditempati bongkah-bongkah batuan yang telah lapuk. Warga menyebutnya Batu Buta, atau batu dengan ukuran besar. Menempati bagian puncak punggungan bukit, tersebar memanjang dari utara ke selatan. Ukurannya beragam, mulai dari ukuran sebesar kelapa hingga mendekati ukuran mobil. Di sebelah timurnya yang dipisahkan oleh lembah, didapati kuburan tua. Masyarakat menyebutnya Makam Waliyullah Eyang Jaya Dirga. Dalam laporan Rothpletz merupakan gundukan tanah berbentuk elips, disusun oleh batuan gunungapi. Ukuran panjang sekitar 4,8 meter, dan lebar 3.4 meter. Dalam laporan Johan Arif (2024), didapati empat mehir dari batuan andesit disetiap sudut gundukan tanah.

Sebelah selatan dari Batu Buta berupa hamparan ladang warga. Didapati batuan obsidian, melimpah dipermukaan tanah. Ukurannya sangat beragam, mulai dari ukuran koin hingga kerakal dan tersebar dipermukaan. Lahannya sebagian besar pemilikan pribadi, kemudian diusahakan menjadi perkebunan palawija hingga sayuran.

Keberadaan fragmen obsidian tersebut menjadi tanda tanya besar, bagaimana bisa tersebar di dataran tinggi daerah Panyandaan. Apakah lokasi ini menjadi jalur perlintasan pengangkutan batuan obsidian? atau malahan menjadi tempat pengerjaan membentuk bongkah menjadi alat untuk berburu. Karena fragmen yang didapati disekitar wilayah ini tidak berbentuk mikrolitik, seperti mata tombak, panah atau alat untuk menyayat/pisau. Sebagian besar fragmen yang dikumpulkn berupa fragmen serpih yang diduga merupakan sisa atau sampah produksi pengerjaan alat batu.

Keberadaan fragmen obsidian ini tentunya menarik, selain pernah dilaporkan sebelumnya oleh Rothpletz pada akhir pendudukan kolonial. Hingga kini masih bisa ditemui, seperti pada laporan hasil penelusuran budaya obisidian di utara Bandung. Seperti yang ditelursuri oleh Anton Ferdianto (2012), melaui penelitian Balar Arkeologi Bandung. Melaporkan sebaran obsidian sebagian bear berada di utara Bandung. Diantaranya ada 14 titik yang mengandung temuan obsidian seperti di segmen Dago Pakar, Pasir Soang, daerah Cikebi, Kawasan Cimenyan termasuk Pasir Panyandaan.

Seperti yang diungkapkan pada hasil penelitian sebelumnya. Keberadaan sebaran batu obsidian ini ditemukan tidak hanya disebelah utara Bandung, tetapi menyebar hingga kawasan karst Citatah hingga Bukit Karsamanik.

Keberadaan fragmen obsidian yang melimpah di sekitar Pasir Panyandaan, menjadi tanya tanya besar. Bagaimana batuan tersebut berasal, kenapa tersebar begitu banyak dan mudah ditemui dipermukaan perkebunan. Apakah dibawa oleh peradaban lama, kemudian dimanfaatkna menjadi alat batu? Apakah Dago Pakar merupakan satu-satunya tempat pembauatan perkakas batu? Temuan tersebut menjadi menarik untuk dijawab melaului penelitian lanjutan.

Pemaparan di Batunyusun
Keterdapatan obsidian di sekitar Pasir Panyandaan yang melimpah
Pelapukan pada batuan di Pasir Panyandaan
Kuburan yang diduga praIslam di Pasir Panyandaan

Pelatihan dan Sertikom di UNSIL Tasikmalaya

Sebagai kampus yang memiliki studi tentang ilmu bumi, perlu melaksanakan kegiatan praktis yang berhubungan dengan kompetensi pemandu. Melalui Program Studi Pendidikan Geografi, Universitas Siliwangi Tasikmalaya, bekerja sama dengan Asosiasi Pemandu Geowisata Indonesia (PGWI), Pengurus Nasional. Melaksanakan kegiatan pelatihan dan ditutup dengan kegiatan sertifikasi.

Pelatihan dan sertifikasi dilaksanakan pada tanggal 16 dan 17 November 2024. Kegiatan pelatihan dilaksanakan di ruang pertemuan Prodi Unsil,Tasikmalaya. Diikuti oleh pengampu/dosen Prodi Pendidikan Geografi.

Diikuti oleh 13 orang terdiri dari dosen tetap, dan dosen luar biasa. Dengan tujuan untuk mendapatkan kompetensi pemandu geowisata. Kegiatan praktek lapangan dilaksanakan di Gunung Papandayan, meliputi praktek pemanduan.

Narasumber berasal dari praktisi pemandu geowisata, diantaranya T Bachtiar, Deni Sugandi dan Zarindra Arya Dimas. Masing-masing memberikan materi berkaitan dengan kompetensi pemanduan geowisata, termasuk teknik pemanduan, teknik interpretasi hingga melaksanakan pemanduan dilapangan.

Kegiatan terlaksana dengan baik, mengingat kompetensi para peserta adalah pengampu bidang geografi. Sehingga kemampuan dan wawasan berkaitan keilmuannya sudah baik.

Penyampaian materi di dalam kelas di kampus UNSIL
Praktek pemanduan geowisata di menara pengamatan G. Papandayan
Sosialisasi sejarah letusan G. Papandayan di hadapan pemandu lokal
Peserta pelatihan di belakang kawah G. Tangkubanparahu

Musyawarah Pendirian PGWI DPW Bogor Raya

Seiring dengan kegiatan pembagian lembar sertifikat kompetensi BNSP, bidang teknis Pemandu Geowisata. Melalui forum silaturahmi pegiat, pemandu geowisata di sekitar wilayah Bogor, telah bersepakat untuk perndirian organisasi.

Diinisiasi oleh Yosep Saputra, Deni Umar, Tano, menggelar pertemuan musyawarah pendirian Dewan Pengurus Wilayah Bogor Raya. Dilaksanakan pada hari Jumat, 25 Oktober 2024, bertempat di Aula Parengpeng, Desa Kalong Liud, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor. Dilaksanakan dari pukul 9.00 WIB, hingga menjelangpukul 11.00 WIB.

Dihadiri oleh para pegiat, pelaku wisata, pemandu geowisata, pemerintahan dan perwakilan industri pariwisata. Dalam kegiatan musyarawah ini dilaksanakan dengan baik, dengan menetapkan Yosep Saputra sebagai Ketua PGWI DPW Bogor Raya.

Selanjutnya susunan kepengurusan, Wakil Ketua Wahyu Yudha. Sekretaris Tano Purnomosidi dan Amsori Lubis. Kemudian bendahara adalah Anita dan Deden. Bidang-bidang di bawahnya diantarnya Bidang SDM olh Wildan Khasar, Biang Kerjasama ulyadi dan Bidang Humas Syahul.

#pgwibogorraya #pgwi #wisatabumi #geowisata #pgwi

Pengukuhan DPW Kebumen

Penyerahan Surat Keputusan Pengurus Dewan Pengurus Wilayah Kebumen. Dilaksanakan melaui zoom meeting, hari Rabu, 16 Oktober 2024. Dihadiri oleh Pengurus Nasional, dan para Dewan Pengurus Wilayah Kebumen.

Muswil Pertama PGWI DPW Kebumen

Dalam upaya memberikan pelayanan prima pariwisata Kebumen, khususnya pemanduan wisata bumi (geowisata) di Kawasan Geopark Kebumen. Beberapa pegiat geowisata, praktisi, akademisi dan pemerintahan, bergabung dalam urun rembug musyawarah di kepemanduan geowisata.

Pertemuan ini merupakan musyarah untuk membentuk organisasi pemandu geowisata. Dilaksanakan di Gedung Sapta Pesona, Kantor Dinas Pariwisata dan Kebudayan Kabupaten Kebumen. Pada hari  Jumat, 4 Oktober 2024. Diinisiasi oleh para pegiat dan pemandu wisata bumi, pendirian organisasi Pemandu Geowisata Indonesia. Organisasi profesi yang menaungi para pelaku kepemanduan di Geopark Kebumen.

Dalam musyaarah ini, dihadiri para stake holder, pelaku dan pemegang kebijakan, untuk bersama-sama mendirian organisasi pemandu wisata bumi. Tujuan pendirian ini diantaranya sebagai peningkatan kapasistas para pemandu geowisata, sarana silaturahmi dan menjadi wadah pengembangan profesi.

Dalam kesempatan ini, Chusni Ansori selaku peneliti Brin di kawasan geologi Karangsambung menyatakan perlunya perkumpulan para pemandu. Tujuanya untuk melengkapi syarat kelengkapan revalidasi dari Unesco Global Geopark. Terutama para pemandu geowisata yang akan didorong untuk memiliki standar nasional, melaui sertifikasi kompetensi profesi.

Melalui ibu Herlina, mewakili Dinas Parbud Kabupaten Kebumen menyatakan dukungannya. Diharapka kedepannya pihak dinas bisa memfasilitasi peningkatan kapasitas para pemandu, melalui pelatihan dan sertifikasi kompetensi.

Dalam musyawarah ini menyusun Dewan Pengurus Wilayah Kebumen. Menunjuk Chusni Ansori sebagai Pembina, sejajar dengan Kadis Budpar Kebumen, dan GM Badan Pengelola Geopark Kebumen. Kemudian posisi ketua, dipilih Irfan Hadianto. Wakil Ketua adalah Nasrun Hidayat, kemudian sekretaris Nosa Aghisna dan Enggarsani Maulida. Selebihnya adalah bidang-bidang seperti keorganisasian, SDM, Litbang, Kemitraan, Promosi dan Humas.

Musyawarah Wilayah di Gedung Sapta Pesona Disparbud Kebumen
Peserta musyawarah yang hadir, mewakili praktisi, pemandu, akademisi dan pemerintahan.

Catatan Singkat Geourbang#22 Ciater

Celah Sempit Ciater, saksi Keruntuhan Kolonial Belanda.

Hadir kurang 12 partisipan yang turut serta dalam kegiatan Geourban ke-22, di titik pertemuan di alun-alun Lembang (3 Agustus 2024). Tema kegiatan Geourban kali ini menapaki kembali, sejarah militer kolonial, menjelang pecahnya perang Pasifik Raya. Dihadiri oleh para pegiat, pemandu geowisata, mahasiswa pariwisata, hingga direktur salah satu pusat kebudayaan Perancis di Bandung. Kegiatan dibuka pukul 07.00 WIB, di alun-alun Lembang. Deni Sugandi membuka acara, sekaligus menyampaikan rencana kegiatan selama setengah hari. Mengunjungi tinggian G. Putri, Bungker militer KNIL, dan ke titik pertempuran Tjiaterstelling. Kegiatan menggunakan moda transportasi roda dua, bersifat mandiri dan probono. Dengan tujuan membukan jejaring lokal, inisiatif objek/tapak bumi geowisata dan sarana untuk belajar pemanduan geowisata.

Di sekitar kawasan Ciater, merupakan perkebunan teh. Hadir sejak masa Kolonial, mengisi lembah dan perbukitan di lereng G. Tangkubanparahu. Sejauh mata memandang adalah hamparan permadani hijau, melampar hingga berbatasan dengan Jalan Cagak. Di timurnya dibatasi oleh jajaran perbukitan kelompok sistem gunungapi purba Cupunagara. Ke arah timur, telihat bentuk kerucut khas G. Canggak. Diinterpretasi oleh ahli geologi Belanda, adalah sistem gunungapi yang terbentuk satu umur dengan G. Sunda. Sehingga kelompok perbukitan di timur, bukan hasil pembentukan sistem gunungapi tetapi diinterpretasi sebagai runtuhan saja (struktur). Sedakang dalam peneltian Sutikno Bronto (2004), merupakan sistem Kaldera Cupunagara-Bukanagara Umur Tersier.

Titik terbaik untuk mengamati bentangalam tersebut, di puncak G. Putri. Di keterangan Rudi Dalimin H. (1994), disusun oleh batuan gunungapi umur tua. Diperkirakan satu umur dengan pembentukan G. Sunda. Dengan demikian bisa ditafsirkan bahwa Gunung Putri merupakan tinggian bagian dari kaldera Sunda (mungkin Prasunda). Generasi ke-dua dari sistem gunungapi Sunda-Tangkubanparahu.

Dari tinggian Gunung Putri merupakan titik terbaik untuk mengamati bentang alam, dataran tinggi lembang, cekungan Bandung dan jajaran perbukitan Sesar Lembang yang membentang timur-barat. Titik tinggi inilah menjadi strategis untuk mengamati segala kegiatan yang melewati puncak pass Ciater di pintu masuk wisata G. Tangkubanparahu. Ke arah selatannya, melandai mengikuti lembahan yang dalam, dierosi Ci Hideung. Dengan demikian, puncak G. Putri menjadi penting, sebagai pagar pertahanan militer, terutama untuk menghalau pesawat udara tempur musuh yang akan memasuki Bandung.

KNIL membangun bungker-bungker, terutama didaerah tinggi. Dengan maksud berfungsi sebagai pengendali ruang gerak musuh bila memasuk Cekungan Bandung. Dicatatkan dalam informasi lokal, didapati dua bungker di sekitar Lembang. Sedangkan masyarakat menyebut benteng Cikahuripan (Jayagiri), dan benteng Gunung Putri. Penyebutan benteng tidaklah tepat, karena bentuk bangun dalam stretegi militer setelah Perang Dunia ke-dua sudah berubah. Fungsi benteng menjaga dari luar untuk tidak masuk, sedangkan bungker lebih ke fungsi teknis.

Bungker di Gunung Putri dan Cikahuripan, diperkirakan dibangun pada saat rencana perpindahan ibu kota Hindia Belanda dari Jakarta ke Bandung. Dimulai dengan perpindahan pusat produksi mesiu di Kiaracondong, kemudian pembangunan gedung-gedung pemerintahan diantaranya Gedung Sate, pusat militer di Cimahi. Dengan demikian perlu membuat sistem pertahanan militer. Dengan cara membangun bungker-bungker yang menempati tinggian utara-barat dan selatan Bandung, dibangun sekitar 1890-an.

Penempatan bungker ditinggian strategis, terbuka ke segala arah tetapi tersembunyi. Seperti pembangunan bungker di Gunung Putri, yang memanfaatkan puncak perbukitan yang tertutup oleh vegetasi. Agar tidak mudah dikenali, pembangunan bungker dengan cara menggali, membuat struktur dari beton kemudian ditutup kembali. Sehingga hanya bagian lubang tembak saja yang terlihat sebagian besar strukturnya ditimbun kembali oleh tanah. Bungker tersebut dibuat menggunakan struktur beton, menggunakan tulangan besi baja. Ketebalannya rata-rata satu meter, dengan harapan mampu menahan serangan bom yang dijatuhkan melalui pesawat udara. Pintunya terbua dari baja tebal, dua lapis. Kemudian jendelannya hanya satu baris saja, dengan tujuan membatasi lemahnya struktur bangun. Panjangnnya sekitar 20 meter, terbagi menjadi beberapa ruang yang berfungsi sebagai pusat komando, penyimpanan mesiu dan tempat istirahat para personel.

Kemudian diutaranya merupakan sesar anjak akibat kompresional, disebut Tambakan Ridge. Tebentuk akibat gerak tektonik dari Indo-Australia yang menyusup di bawah lempeng benua Eurasia. Bergerak 7 cm pertahun, mengakibatkan sebagian besar Jawa bagian selatan naik. Subduksi menghasilkan jajaran gunungapi di bagian selatan, tumbuh di umur Tersier dan padam. Jalur gunungai modern bergeser ke arah utara, yang kini bisa dikenali dengan bentuknya yang mencirikan gunungapi muda. Berupa puncakan berbentuk kerucut, menandakan gunungapi tersebut terus membangun dirinya hingga kini. Termasuk di dalamnya adalah G. Tangkubanparahu.

Gunungapi termuda dari sistem gunungapi Sunda, Gunungapi Tankgubanparahu mernupakan gunungap api aktif. Produknya tersebar hingga 20 km lebih, berupa aliran lava dari kegiatan letusan sekitar 40 ribu tahun yang lalu. Buktinya masih bisa disaksikan hingga kini, membentuk struktur yang menarik. Fitur aliran lava yang didsebut Pahoehoe, membentuk seperti tali yang dipilin. Berada di bantaran Ci Kapundung, sekitar Kordon yang masuk ke dalam wilayah Taman Hutan Raya Djuanda.

Sumber letusannya adalah G. Tangkubanparahu. Menaungi sebagian besar dataran tinggi Ciater, yang dibelah oleh jalan poros utara-selatan. Jalan provinsi yang menghubungkan Kota Subang di utara, ke dataran tinggi Lembang di bagian selatannya. Jalannya meliak-liuk mengikuti tekuk lereng gunung, melalui beberapa sungai musiman. Diantaranya sungai-sungai yang berhulu di Kawah Domas, yaitu Ci Pangasahan, bagian dari Daerah Aliran Sungai Ci Punagara. Sungai terpanjang di Kabupaten Subang, berhulu di Cipabeasan, Bukanagara, Cisalak, Subang utara.

Ci Pangasahan menjadi saksi kunci, serangan tetara kekasaran Jepang di Ciater. Peristiwa invansi militer yang mampu merebut dataran tinggi Ciater dalam waktu singkat. Diawali pertempuran Laut Jawa, pada awal bulan Februari 1942. Armada kapal laut Jepang, mampu mengungguli kapal perusak gabungan sekutu. Akibanyanya jalan menuju pantai utara terbuka lebar.

Tepat pada tanggal 1 Maret 1942, terjadi pendaratan tentara Jepang seretak dibeberapa tempat, di Batavia, Indramayu dan sekitar Tuban. Diantranya di pelabuhan nelayan Eretan. Pelabuhan kecil yang tidak masuk dalam sistem pengamantan militer Belanda saat itu, sehingga intelejen Jepang memilih lokasi pendaratan ini. Pergerakan infanteri tentara Jepang sangat efektif, bergerak cepat dan senyap. Sehingga hanya menggunakan peralatan perang yang mudah dibawa, seperti sepeda. Kendaraan roda dua ini memungkinkan pergerakan menyusup yang cepat, menguasai Pelabuhan Pesawat Udara Kalijati di utara Subang.

Diperlukan waktu tidak lebih dari satu jam, untuk mengusai Lapangan Kalijati. Dilanjutkan bergerak ke arah selatan menyusuri jalan raya Ciater, sebagai pintu masuknya Jepang ke Bandung. Di sekitar jembatan Ci Pangasahan, KNIL menempatkan beberapa bungker yang menghadap ke arah utara. Dilengkapi dengan mortir, dan senjata otomatis 50 mm, dengan tujuan menghadang pergerakan tentara Jepang dari arah Jalancagak. KNIL memanfaatkan lereng terjal dan celah sempit untuk menjegal tentara Dai Nipon. Namun strategi militer Jepang lebih waspada, dengan mengerahkan kompi-kompi kecil, menapaki lahan terbuka perkebunan teh. Bergerak secara acak, menyergap bungker (pillbox) KNIL, sehingga mudah ditaklukan.

Dalam keterangan saksi kadet KNIL yang selamat, menceritakan ada 72 tentara KNIL yang ditawan Jepang, kemudian diikat dalam lingkaran. Sekitar 500 meter dari arah barat jalan raya (Ciater), dan 150 meter ke arah hulu Ci Pangasahan, tawanan tersebut ditembaki senapan mesin otomatis. Untuk memastikan tewas, tentara Jepang tidak segan menusukan bayonet kepada tubuh KNIL yang telah roboh. Tiga orang terluka, selamat dan menceritakan kembali lokasi pembantaian tersebut. Sebagian besar KNIL yang tewas dalam pertempuran tersebut, dimakamkan di Ereveld Pandu.

Christope Direktur IFI berbagi kisah, sistem pertahanan militer di PD2 Perancis.

Geourban#22 Ciater

Kaki gunung sebelah timur Tangkubanparahu, memiliki cerita bumi dan sejarah sistem pertahanan militer perang dunia ke-2. Jalan dari utara ke selatan, penghubung Subang-Bandung. Jalur sempit yang mengikut tekuk lereng G. Tangkubanparahu, dan berkelak-kelok menanjak mengikuti kontur perbukitan.

Lerengnnya disusun piroklastik, dan lava membentuk perbukitan yang melandai ke arah timur. Gunungapi ini mulai membangun dirinya sejak 90 ribu tahun yang lalu, menghasilkan aliran lava ke arah Ciater. Terlihat tiga perbukitan intrusi yang kini menjadi menara pandang perkebunan teh Ciater. Ditafsir gunungapi kerucut sinder, umurnya lebih tua dari yang menjadi saksi pembentukan G. Tangkubanparahu.

Disebelah baratnya, dilalui jalan Raya Subang-Bandung. Tentara Kerajaan Belanda (KNIL), membut sistem pertahanan yang memanfaatkan celah sempit Cingasaahan. Membangun bungker (pilbox), untuk menahan laju pasukan Jepang yang masuk melalui Kalijati Subang. Setelah dua hari pertempuran hebat, 7 Maret 1942 KNIL menyerah dan Jepang mengusai Bandung. Mengakhiri kekuasaaan kolonial di Jawa dan sebagain besar Indonesia.

Mari temui jejak letusan G. Tangkubanparahu, perbukitan intrusi G. Malang-Palasari. Peran kontur tekuk lereng yang digunakan sebagai basis pertahanan militer KNIL Belanda di sekitar Cipangasahan, Ciater.

Hari/Tanggal
Sabtu, 3 Agustus 2024

Waktu
07.00 WIB sd. 13.00 WIB

Titik Pertemuan
Gerbang Tangkubanparahu
https://maps.app.goo.gl/kU5o14fb8dMcvCqv9

Syarat dan ketentuan
Kegiatan probono, bersifat mandiri (transport, logistik) dipersiapkan sendiri. Disarankan menggunakan motor/roda dua laik jalan.

Tentang Geourban
Diinisiasi oleh PGWI, menjalin jejaring lokal, menggali tafsir tapakbumi dan syiar geowisata.

Catatan Singkat Geogastro Galunggung

Geo berarti bumi, dan gastro atau gastronomi adalah hasil budaya berkaitan dengan latar keilmuan berkaitan dengan makanan (tata boga), di suatu masyarakat. Kegiatan Geogastro berarti mengkolaborasi bumi sebagai pijakan, mempengaruhi cara pandang dan pemilihan makanan berdasarkan hasil produk budaya. Termasuk pandangan hidup masyarakat dalam memanfaatkan keunikan produk makanan dari pertanian atau budidaya, hingga bisa ditelusuri kembali hubungan makanan dan bumi.

Galunggung berupa gunungapi aktif, meletus 1982 hingga 1983, melintasi hampir satu tahun aktivitas letusannya. Dengan demikian kegiatan kegunungapiannya bisa mempengaruhi pemilihan jenis gastronomi yang hadir di masyarakat. Termasuk di dalamnya bagaimana gunungapi tersebut bisa meletus, hingga mempengaruhi peradaban di sekitar lereng G. Galunggung.

Kegiatan dua hari ini, merupakan inisiasi program geowisata dan gastronomi. Diinisiasi oleh Asosiasi Pemandu Geowisata Indonesia (PGWI), dan Program Studi Manajemen Industri Katering Fakultas Pendidikan Indonesia (UPI). Dengan tujuan membuka peluang wisata minat khusus dan tematik berkaitan budaya dan bumi di sekitar Galunggung.

Kegiatan dilaksanakan dua hari, 6 dan 7 Juli 2022, mengunjungi beberapa tapakbumi antara Bandung Timur, hingga sekitar Singaparna Tasikmalaya. Bukan saja berkaitan dengan bentang alam, termasuk menapaki kembali potensi gastronomi di kawasan Tasikmalaya yang dinaungi G. Galunggung.

Berangkat jelang pagi, melesat melalui jalan poros timur Bandung-Cicalengka. Lepas dari daerah Rancaekek yang dipagari oleh bangunan pabrik, kemudian berganti berupa bentang alam dan kawasan hijau terbuka. Di sekitar tanjakan panjang Nagrog, di sebelah utara terlihat jajaran perbukitan dan bentuk kerucut yang tidak terlalu tajam. Tanda kegiatan erosi tengah berlangsung, yang ditempati sisa gunungapi purba Kareumbi.

Gunungapi Umur Kuarter, menempati sebagian besar batas Cekungan Bandung bagian timur. Dalam tafsir batas Danau Bandung Purba, kawasan Cicalengka merupakan batas timur danau. Terhitung di atas paras air danau sekitar 725 m dpl. Sedangkan dalam tafsir Budi Brahmantyo, Cicalengka-Leles-Nagreg merupakan tinggian yang memiliki cekungan yang lebih tinggi dari paras air Danau Bandung Purba. Sehingga ditafsirkan cekungan tersebut pernah digenangi danau yang tidak terlalu luas. Dibutkitkan ditemukannya endapan danau, di sebelah jalan keluar lingkar Nagreg.

Kunjungan berikutnya adalah melihat kembali sumber obsidian di perbukitan Kendan, dan perbukitan Sanghyang Anjung. Ditafsirkan sebagai lava dome (sumbat lava), dari kegiatan sistem gunugapi Leles. Lingkar kaldera nya sekitar 10 km, menempati sebagian besar Tempat Pembuangan Akhir Legok Nangka, Citaman, Nagreg, Kabupaten Bandung. Di Lokasi ini ditemui singkapan batuan gelas vulkanik atau obsidian. Menandakan produk letusan gunugapi, magma yang membeku dengan cepat sehingga belum sempat terbentuknya mineral. Kawasan ini ditafsirkan sebagai pusat kerajaan Kendan, satu zaman dengan kerajaan Pajajaran pada abad ke 14.

Tapakbumi selanjutnya adalah mengunjungi kawah Karaha Bodas, atau kawah yang berwarna putih. Warna tersbut merupakan hasil alterasi, sehingga terjadi ubahan mineral batuan. Terletak di perbatasan Kabupaten Garut dan Kabupaten Tasikmalaya. Tepatnya di Kadipaten, Tasikmalaya.

Kegiatan dilanjutkan melalui jalan mendaki ke arah Pasirdatar melalui Desa Sinagar, Sukaratu, Tasikmalaya. Jalannya sempit melalui kantor Desa Sinagar, hingga ke batas jalan aspal. Sekitar Linggarjati didominasi oleh kegiatan tambang pasir batu yang kini semakin meluas hingga ke arah lereng G. Galunggung. Dikerjakan oleh CV Putra Mandiri, sejak bertahun-tahun sehingga penambangan tersebut mengganggu sumber mata air. Air baku yang berasal dari G. Galunggung, dimanfaatkan untuk masyarakat sekitar Desa Linggajati dan Sinagar. Namun kegiatan tambang ini masih berlangsung hingga kini. Selain mempengaruhi sumber mata air, termasuk perubahan tata guna lahan yang berpotensi longsor. Terutama bila masuk ke musim penghujan datang. Di Desa Sinagar ditemui pengusaha makanan sale pisang, di sebelah Masjid Jami’ An Nur Sholeh Sinagar. Pembuatan sale pisang ini tidaklah sulit, Pisang Sale merupakan salah satu makanan hasil olahan dari pisang yang telah mengalami pengeringan dengan cara dijemur atau diasap. Tujuan penjemuran pada pisang adalah untuk mengurangi kadar air buah pisang sehingga pisang sale lebih tahan lama.

Memasuki daerah tambang, jalan berupa makadam atau jalan berbatu. Kemudian berbelok ke arah kampung Pasir Haur. Jalan mendaki, sehingga diperlukan jenis kendaraan yang tinggi dan bertenaga. Lokasi berkemah berada di lapangan disebut Pasirdatar, masuk ke wilayah Desa Sinagar, Sukaratu. Berupa lapangan seluas dua kali lapangan bola, disusun endapan pasir dan abu letusan G. Galunggung 1982. Berada di sebelah timur, atau berada di dalam lingkar kawah G. Galunggung, menjadi arah aliran lahar pada saat letusan.

Dari titik ini bisa menyaksikan gawir terjal G. Galunggung, diantaranya Dinding Ari, dan batas tanggul kawah pasca letusan 1982. Kemudian di arah timurnya adalah hamparan kota Tasikmalaya. G. Galunggung turut mempengaruhi budaya yang lahir di lereng nya. Pada saat dibawah kepemimpinan R. T. Surialaga (1813-1814), pemerintahan Kabupaten Sukapura dipindahkan ke Tasikmalaya. Dalam catatan kegunungapian, Gunung Galunggung tercatat pernah meletus pada 1818, ditandai dengan kemunculan suara gemuruh dari bawah tanah yang terdengar cukup sering. Pada bulan Juni, warga yang tinggal di sekitar Sungai Cikunir melihat perubahan warna dan rasa air yang menjadi lebih asam dan tercium bau belerang.

Letusan G. Galunggung dicatat pernah meletus beberapa kali. Letusan berikutnya terjadi pada tahun 1894. Di antara tanggal 7-9 Oktober, terjadi letusan yang menghasilkan awan panas. Lalu tanggal 27 dan 30 Oktober, terjadi lahar yang mengalir pada alur sungai yang sama dengan lahar yang dihasilkan pada letusan. Letusan kali ini menghancurkan 50 desa, sebagian rumah ambruk karena tertimpa hujan abu. Pada tahun 1918, di awal bulan Juli, letusan berikutnya terjadi, diawali gempa bumi. Letusan tanggal 6 Juli ini menghasilkan hujan abu setebal 2–5 mm yang terbatas di dalam kawah dan lereng selatan. Dan pada tanggal 9 Juli, tercatat pemunculan kubah lava di dalam danau kawah setinggi 85m dengan ukuran 560 x 440 m yang kemudian dinamakan Gunung Jadi.

Letusan terakhir terjadi pada tanggal 5 Mei 1982 (VEI=4) disertai suara dentuman, pijaran api, dan kilat halilintar. Kegiatan letusan berlangsung selama 9 bulan dan berakhir pada 8 Januari 1983. Selama periode letusan ini, sekitar 18 orang meninggal, sebagian besar karena sebab tidak langsung (kecelakaan lalu lintas, usia tua, kedinginan dan kekurangan pangan). Perkiraan kerugian sekitar Rp 1 miliar dan 22 desa ditinggal tanpa penghuni. Gunungapi dengan ketinggian 2.168 meter di atas permukaan laut, dengan puncak tertingginya yakni Puncak Beuti Canar yang memiliki ketinggian 2240 Mdpl. Gunung ini terletak sekitar 17 km dari pusat kota Tasikmalaya, Jawa Barat. Untuk mencapai bibir kawah Gunung Galunggung, dibangun sebuah tangga yang memiliki 620 anak tangga. Gunung ini memiliki 2 puncak yaitu Puncak Dinding Ari dan Puncak Beuti Canar.

Diperkirakan ada dua peristiwa penting, menggeser lokasi pemerintahan Kabupaten Sukapura. Terjadi pada awal abad ke-19, di bawah pengaruh kolonial. Pada awal abad ke-19, setidaknya ada dua peristiwa penting menyebabkan perpindahan Kabupaten Sukapura. Pada pemerintahan R.T. Surialaga (1813-1814), ibukota dari Sukapura dipindahkan ke Tasikmalaya.

Setidaknya ada dua peristiwa penting perpindahan Kabupaten Sukapura (Tasikmalaya). Pada 1813 pada pemerintahan R.T Surialaga, memindahkan ibukotanya dari Sukapura ke Tasikmalaya. Kemudian pada pemerintahan Wiradadaha VIII, kemudian dipindahkan lagi ke sekitar Manonjaya (1832). Perpindahan tersebut dipekirakan oleh aktivitas G. Galunggung di letusan 1822. Letusan kelas plini tersebut meruntuhkan dinding sebelah timur, menyebabkan terbentuknya kawah tapal kuda, dengan jari-jari lebih kurang 1000 m. Hujan abu dan lahar hujan merusak tanaman rakyat hingga 40 km ke arah selatan, menyebabkan sebagian Tasikmalaya saat itu tenggelam dalam genangan lumpur (van Padang, 1951).

Selain sejarah alam, dataran tinggi Galunggung di sekitar Rawagirang, pernah berdiri kerajaan di bawah pengaruh Galuh. Ditandai dengan prasasti Rumatak adalah salah satu dari prasasti peninggalan Kerajaan Galuh. Lokasi penemuan terletak di Gunung Gegerhanjuang, Desa Rawagirang, Singaparna, pada tahun 1877. Prasasti ini kini disimpan di Museum Nasional Indonesia dengan nomor inventaris D.26.

Gegerhanjuang dicatat oleh K.F. Holle (l877), Saleh Danasasmita (l975; l984), Atja (l990), Hasan Djafar (l991), dan Richadiana Kartakusuma (1991). Menurut Saleh Danasasmita dan Atja, prasasti tersebut menggunakan aksara dan bahasa Sunda Kuno, menuliskan pengangkatan raja pada 1033 Saka = 1111 Masehi. Meberikan tafsir hadirnya peradaban yang pernah ada di sebelah selatan pusat letusan G. Galunggung, apakah hilang akibat letusan sebelumnya?

Peristiwa kedua adalah lebih kepada politis, keinginan kolonial Belanda memperkuat militer dengan pembangunan benteng dan tangsi-tangsi militer. Mobilisasi militer tersebut sebagai langkah mitigasi akibat perang Jawa Diponegoro. Setelah kota Tasikmalaya bisa dihuni kembali, pada 1 Oktober 1901, ibukota Kabupaten Sukapura.

Galunggung membangun dirinya sejak Plistosen (van Bemmelen, 1946). Dibutuhkan waktu yang sangat lama, melalui rangkaian kegiatan kegunungapian hingga mencapai tinggi 2.168 m di atas muka laut (PVMBG, 2014). Termasuk dalam kelompok gunungapi strato, segmen selatan Jawa Barat. Kegiatan letusannya di abad modern, mulai dicatatkan dalam laporan pengamatan gunungapi sejak letusan 1882, 1894, 1918, 1958 dan letusan terakhir 1982-1983. Material hasil letusannya merupakan buku sejarah alam, diintepretasi dalam penjelasan geowisata.

Geogastro menjadi tali penghubung, menguak tabir sejarah bumi melalui letusan gunungapi Galunggung. Termasuk menggali kembali keunikan gastronomi yang dipengaruhi oleh kegiatan gunungapi api aktif di Jawa Barat. Tujuan tersebut menjadi gagasan asosiasi PGWI, untuk membuka jejaring geowisata lokal. Termasuk memberikan narasi tentang sejarah bumi dan budaya di lereng G. Galunggung.

Pisang Ranggap yang tumbuh di Kawasan Galunggung
Penuturan budaya Obsidiandi Kenda, Nagreg.
Di Curug Ciherang, Pasirdatar
Diskusi gastronomi yang disampaikan Dewi Turgarini
Penjelasan kawah Karaha Bodas.

Catatan Coaching Clinic Paket Geowisata Batch#1

Waktu menunjukan pukul tujuh lebih dua puluh menit, beberapa peserta telah hadir. Sebagian masih dalam perjalanan, mengingat menuju lokasi pertemuan harus melewati jalur padat Dago. Tepat pukul 07.30 WIB, kegiatan dimulai dengan pembukaan singkat. Kegiatan dilaksanakan mengambil dua tempat, G. Batu dan di kegiatan kelas di Travel Tech, Ciburial Dago Bandung. Diikuti oleh 16 orang peserta, dengan latar pegiat wisata, tour operator, pemandu geowisata, hingga pelaku wisata. Bergabung di kegiatan Coaching Clinic Penyusunan Paket Geowisata, dilaksanakan pada tanggal 22 Juli 2024.

Kegiatan ini diinisiasi oleh asosiasi Pemandu Geowista Indonesia (PGWI), tindak lanjut kegiatan pasca sertifikasi di lima kabupaten/kota, di bulan Juni 2024. Bertujuan untuk membuka jejaring pelaku geowisata, tur operator dan pasar/user geowisata. Dengan demikian diharapkan para partisipan mampu memahami bagaimana caranya membuat tema, menyusun itinerary dan menghitung biaya produksi paket tour geowisata.

Pelaksanaan kegiatan ini bukan satu arah, sehingga membuka peluang kepada partisipan lain untuk menyampaikan pendapat. Secara formal dipandu oleh Deni Sugandi, menyampaikan teknis penyusunan tema, memilih tema serta memaknai tema tersebut menjadi cerita dalam penyusunan paket geowisata. Herdi Heryadi menyampaikan trend pariwisata, mengemas paket hingga menentukan pasar yang dituju. Disampaikan dalam suasana diskusi, sehingga para partisipan bisa berpendapat dengan tujuan menyusun materi paket geowisata.

Lokasi pertemuan persis di bawah G. Batu Lembang, Kabupaten Bandung Barat. Perbukitan yang memanjang timur-barat, memisahkan dataran tinggi Bandung dan Lembang. Bagian dari Zona Sesar Lembang. Lokasi pertemuan ditetapkan di sini, dengan maksud lebih dekat dengan lokasi kunjungan stop site pertama.

Kegiatan dibuka di Gunung Batu Lembang. Tapak bumi yang paling dikenal di Bandung Utara, karena memiliki sejarah bumi. Deni Sugandi, selaku ketua pelaksana coaching ini, menyampaikan rencana kegiatan. Diantaranya mengunjungi dua titik tapak bumi geowisata, untuk meberikan gambaran produk geowisata.

Deni menyampaikan tema-tema dalam geowisata, dengan cara penunjukan langsung “barang” geowisata dilokasi. Dengan demikian para partisipan mampu menggali product knowledge, termasuk makna melalui interpretasi. Dengan demikian para partisipan dapat memahami, bagaimana caranya menempatkan objek geowisata ke dalam materi penyusunan paket geowisata. Geowista bukan kegiatan wisata berbasis geologi, tetapi menggunakan ilmu kebumian secara umum. Termasuk kearifan budaya, keunikan kebudayaan yang dipengaruhi bentang alam. Produk budaya yang khas dan unik sehingga keberadaan masyarakat lokal. Selebihnya adalah interpretasi hubung kait kondisi bumi, masyarakat yang menempati ruang-wilayah yang diekspresikan melalui produk budaya.

Itinerary yang dibuat bisa berupa kunjungan ke objek geowisata, dikaitkan dengan konteks yang masih berhubungan dengan tema. Kemampuan seperti ini layak untuk dituliskan dalam itinerary, karena menjadi haknya konsumen. Selebihnya adala kemampuan interpretasi para pemandu geowisata, melalui koridor narasi yang telah ditetapkan di itinerary.

Di Lapangan Deni menyampaikan salah satu sejarah bumi di dataran tinggi Lembang. Gunung Batu Lembang dalam tafsir geosain, merupakan bagian dari zona Sesar Lembang, Memanjang dari timur ke barat, sekitar 29 km. Penelitian sebelumnya sekitar 20 km., meliputi Maribaya di segmen timur, hingga ke sekitar Ngamprah, Kabupaten Bandung Barat. Di Gunung Batu, Deni menyampaikan bahwa objek geowisata ini menarik untuk diusung dalam tema tentang mitigasi. Bisa juga melihat tema lainya, mengenai bahaya Zona Sesar Lembang.

Tema tersebut tentunya harus didahului oleh pengetahuan tentang objek geowisata. Tidak saja satu, tetapi beberapa lokasi kunjungan dengan keunikan yang berbeda. Kemudian disusun dalam satu tema paket geowisata.

Pemilihan judul menjadi penting, sebagai kaitan bagi para calon konsumen geowisata untuk menentukan pilihan. Dengan demikian diperlukan tata cara yang tepat, bagaimana caranya menentukan judul menarik. Setidaknya harus mengandung variabel kekinian/aktual, dan menjadi trending topic. Dengan demikian judul bisa menjadi pintu masuk (click and bait), menuju pemilihan paket oleh konsumen.

Seperti yang dituturkan oleh Herdi Heryadi selaku narasumber, menyampaikan tren pariwisata secara umum. Dalam penyampaiannya tren pariwisata mengarah kepada perjalanan wisata yang berbasis pengalaman unik. Dengan demikian paket geowisata menjadi salah satu unggulan wisata yang bisa menjadi unggulan ke depan. Langkah-langkah menuju ke sana, diantaranya harus mengandung “nilai’ keunikan, memiliki muatan edukasi serta konservasi. Value tersebut tidak perlu diperintahkan dalam paket, tetapi bisa di “attach” menjadi aktivitas. Berikutnya harus mampu memberikan pengalaman yang mengesankan, melalui interpretasi dan kegiatan fisik seperti hiking. Diharapkan mampu memberikan dampak terhadap ekonomi lokal, diantaranya memanfaatkan sumber daya lokal hingga jasa lokal.

Dalam penyampaian berikutnya, Herdi mendorong partisipan untuk memanfaatkan sosial media influencer. Termasuk mengoptimalkan konten menarik disertai foto dan video. Selanjutnya perlu untuk fokus pada narasi/story telling yang kuat. Terutama yang bisa menghubungkan dengan calon pelanggan, secara emosional. Buatlah testimoni dari wisatawan terdahulu, sehingga mampu meningkatkan kepercayaan konsumen.

Buatlah kampanye pemasaran yang terarah. Menyasar segmen yang tepat dengan memanfaatkan basis data dan sesuai target konsumen. Misalnya menyasar konsumen yang perhatian kepada isu lingkungan, petualangan, atau peminat kebudayaan. Kemudian tambahkan nilai layanan, dengan cara seperti personalisasi itinerary (tailor made), disediakan pemandu ahli tematik, hingga pelayanan akses eksklusif ke lokasi. Dengan demikian bila menjalankan variabel di atas, harga penawaran berada di lini paling atas atau premium.

Dalam penjelasan penyusunan itinerary, Herdi menyarankan untuk mengidentifikasi keunggulan dan kelemahan itinerari. Dengan demikian kekurangan tersebut bisa ditutupi oleh kelebihan paket tersebut. Seperti tema yang lebih spesifik, yang belum pernah digarap oleh BPW. Walaupun memiliki tantangn tinggi, namun mampu untuk diwujudkan.

Buatlah itinerary yang bersifat khusus, dengan tematik tertentu. Khusus untuk menyasar konsumen yang ingin diistimewakan. Berbeda dengan paket-paket reguler, sehingga bisa menciptakan pasar. Walaupun bermain di niche market, tetapi ada pula konsumen yang ingin diperlakukan seperti ini. Dengan demikian harga jual secara eksplisit dan implisit jauh lebih tinggi. Terutama bila berhadapan dengan BPW, seharusnya mampu memiliki harga jual yang tinggi.

Hal yang jauh lebih penting adalah peran kolaborasi dengan lokal. Pengalihdayaan kekuatan ke lokal jauh akan lebih efektif, karena mereka memahami serta akses yang tepat. Dengan demikian geowisatawan dapat pengalaman yang autentik, termasuk pemberdayaan lokal.

Sebagai penutup disampaikan kegiatan diskusi yang disampaikan secara santai. Beberapa partisipan turut mengelaborasi beberapa hal yang menjadi tema utama. Sebagai penutup, Deni menyampaikan bahwa value dalam penyusunan paket geowisata sangat penting. Kekuatan tersebut menjadi penentu bagi konsumen, untuk menetapkan pilihan paket. Selebihnya adalah upaya untuk mempertahankan kualitas paket geowisata, termasuk upaya upgrading bila paket geowisata. Selain memberikan pengalaman baru, menentukan segmen pasar hingga nilai yang seharusnya lebih tinggi dari paket geowisata reguler..

Foto besama partisipan di G. Batu Lembang
Penyampaian materi oleh Herdi
Studi kasus pemaketan geowisata oleh Gangan Jatnika
Teknik interpretasi oleh Yossi

Catatan Singkat Geourban#21 Jatiluhur

Dalam kegiatan Geourban ke-21, melawat di sekitar Purwakarta (21 Juli 2024). Wilayah yang dilalui oleh Ci Tarum. Sungai yang membelah kota dan kabupaten di Jawa Barat. Diantaranya dimanfaatkan menjadi sumber energi terbarukan, melalui pembangunan tiga waduk buatan. Diantaranya Saguling wilayah Kabupaten Bandung, dan Kabupaten Cianjur. Kemudian Cirata, dan terakhir waduk Jatiluhur yang masuk ke Purwakarta.

Stop site yang dikunjungi adalah dermaga penyeberangan Talibaju, Cikaobandung. Kemudian ke titik ke dua, batukorsi-batupeti di Desa Sukamanah. Kemudian kunjungan terakhir ke G. Parang. Ketiga tempat tersebut memiliki potensi yang bisa dimanfaatkan melalui aktivitas geowisata. Cerita sejarah perjalan kopi di abad ke-17, didominasi kepentingan dagang yang dimonopoli oleh VOC dari 1756 hingga 1780. Stop site selanjutnya berkunjung ke batuan sedimen Formasi Jatiluhur yang ditafsirkan tinggalan budaya, dan perbukitan intrusi batuan beku. Tiga stop site yang dikunjungi, bagian kecil dari potensi geowisata di Purwakarta.

Jauh sebelum Republik Indonesia lahir, Purwakarta masih menjadi bagian dari Kabupaten Karawang. Wilayahnya mencakup sebagian besar bagian utara Ciasem (saat ini Subang), dan ke arah selatan sekitar Wanayasa saat ini. Daerah ini berada di dataran tinggi di lereng G. Burangrang yang menaungi sebagian besar wilayah Purwakarta bagian selatan saat ini. Wilayah Wanayasa telah ada sejak abad ke-17, dalam bentuk kerajaan di bawah wilayah Pajajaran. Bahkan satu abad sebelumnya, keberadaan penyebutan Karawang dituliskan dalam catatan Bujangga Manik.

Kota yang selama ditafsir sebagai “kota tua”, memiliki pengertian yang berbeda. Ditafsirkan melalui sumber lain, menyebatukan purwa adalah yang pertama, dan karta yang bermakna sejahtera. Dengan demikian bisa ditafsirkan sebagai kota yang mengutamakan kesejahteraan. Tafsir demikian bisa diselaraskan dengan pemindahan ibu kota Karawang Timur, ke tempat yang lebih baik dari sisi jarak ke dan dinilai lebih kondusif.

Perjalanan pembentukan wilayah Purwakarta hadir setelah kemerdekaan, sebelumnya merupakan daerah Karawang Timur dari Kabupaten Karawang. Ibukotanya di Wanayasa, di bawah lereng G. Burangrang. Gunungapi yang ditafsirkan sebagai anak gunungapi, dari sistem gunungapi Sunda-Tangkubanparahu. Seiring waktu, tanahnya yang subur mampu menarik industri perkebunan kopi di abad ke 17, seiring dengan sistem Tanam Paksa. Pengerahan sistematis ini , mendorong kawasan Wanayasa menjadi sentra penghasil kopi setelah Kabupaten Cianjur pada masa tersebut. Namun bukti-bukti pendirian ibukota Kabupaten Karawang Timur di Wanayasa tidak terlihat. Menandakan pusat pemerintahan ibu kota hanya bersifat sementara. Salah satu alasan penempatan ibukota di Wanayasa, karena wilayah tersebut dikenal dengan penghasil kopi terbesar. Menjadi ibu kota kabupaten Karawang Timur pada 1821 hingga 1829. Menjelang 1830 digeser ke arah utara, disebut Sindangkasih.

Pemindahan tersebut dipicu oleh kondisi sosial, dampak dari sistem tanam paksa pada 1847, mendorong pergolakan sosial. Dipicu oleh ketidak adilan, upah rendah dan korupsi di tingkat pemerintahan saat itu, mengakibatkan terjadinya pemberontakan pekerja keturunan Tionghoa. Terjadi pada 1831, dari Wanayasa hingga ke batas Karawang-Purwakarta saat ini. Pemberontakan ini menjadi alasan pemindahan ibu kota ke Purwakarta sekarang. Semata-mata karena kondisi sosial, dan lebih ke pengamanan wilayah melalui pengamanan kekuatan militer saat itu.

Di dermaga perahu penyeberangan Talibaju, Cikaobandung, merupakan jalur penting dalam pengangkutan kopi pada abad ke-17. Cikaobandung merupakan gudang penyimpanan kopi, hasil panen dari beberapa tempat di Kabupaten Bandung saat itu. Sebelumya dikumpulkan terlebih dahulu di gudang kopi di Wanayasa. Keberadaan gudang kopi tersebut masih ada, dimanfaatkan menjadi Sekolah Dasar Negeri I Wanayasa. Bangunan tersebut adalah satu-satunya peninggalan sejarah, bukti industri kopi yang menjadi primadona pertanian di Hindia Belanda.

Hasil panen di wilayah berada di wilayah Preanger-Regentschappen, atau Kabupaten Priangan. Pemandangan yang menawan, didominasi tanah hasil pelapukan gunungapi. Sehingga tanahnya subur, dan memiliki pupuk alami dari batang pohon yang telah lapuk kemudian menjadi kompos. Perkebunannya di atas rata-rata 1200 meter, dengan udara sejuk serta tanah yang luas menjadikan wilayah ini sebagai perkebunan kopi terbaik pada masa tersebut.

Perkebunan kopi tersebar di wilayah Kabupaten Bandung saat itu. Diantaranya di wilayah Sumedang, Bandung utara dan selatan, Limbangan, Sukapura dan Sumedang. Wilayah dataran tinggi, masuk ke dalam wilayah Kabupaten Bandung saat itu.

Sebagai pemain tunggal perkebunan kopi, Vereenigde Oostindische Compagnie atau VOC perlu menjaga kestabilan hasil perkebunan kopi, dan mencari keuntungan dari hasil produksi kopi. Sehingga dikeluarkan perjanjian yang mewajibkan kaum pribumi untuk menanam kopio dan hasilnya harus diserahkan kepada pihak VOC. Dikenal dengan Koffestelsel (sistem kopi), atau tanam paksa penanaman kopi oleh pada pribumi.

Pengangkutan kopi dari Priangan pedalaman ke Batavia diinisiasi oleh Gouverneur Generaal van Vereenigde Oostindische Compagnie, Mattheus de Haan (1725-1729), dan Bupati Bandung Tumenggung Anggadireja I (1704-1747). Dikenal dengan koffie transport, pengangkutan kopi dengan menggunakan hewan beban seperti kerbau atau sapi. Dibutuhkan waktu antara 60 hingga 72 hari pengangkutan, dengan moda transportasi seperti ini.

Semua hasil panen kemudian diangkut ke gudang kopi di Wanayasa. Setelah terkumpul kemudian diteruskan ke gudang kopi di Cikaobandung, Purwakarta. Jaraknya sekitar 33 km, menggunakan pedati yang ditarik oleh sapi. Dari dermaga kemudian diteruskan menggunakan perahu layar tunggal ke Batavia, melalui Ci Tarum. Mattheus de Haan meminta agar pada tenaga kerja (kuli), membawa kopi dari Bandung, Parakanmuncang, dan Sumedang ke Gudang Kopi Cikao, yang dibangun pada 1744.

Kunjungan berikutnya ke Batukorsi-Batupeti di Kampung Ciputat, Desa Kutamanah. Blok batuan sedimen yang tererosi kuat, membentuk kotak-kotak yang terpisah. Masyarakat mempercayai merupakan hasil kerja manusia di masa lalu, dikaitkan dengan mitos Sangkuriang dan Dayang Sumbi.

Keberadaanya terletak di batas pantai waduk Jatiluhur di sebelah utara. Bisa diakses melalui Kampung Ciputat, kemudian dilanjutkan jalan kaki melalui hutan bambu. Bila dari wisata Jatiluhur, bisa menggunakan perahu sewaan. Keberadaan singkapan batuan sedimen ini berada di wilayah warga, yang sebagian besar telah menjadi perkebunan. Sebagian lagi berada di garis pantai waduk, berupa bentuk seperti kursi.

Dalam berita daring, disebutkan bahwa situs tersebut diduga sebagai tinggalan budaya megalitik, hingga budaya tinggal kerajaan Sunda. Bahkan menurut ketua Rukun Warga di Ciputat, menuturkan bahwa situs tersebut dipercaya menjadi tempat bertemunya Sangkuriang dan Dayang Sumbi. Cerita rakyat yang berkembang di masyarakat Sunda lama, khususnya di Cekungan Bandung yang mengaitkan dengan sejarah terbentuknya G. Tangkubanparahu. Namun dalam keterangannya, Sangkuriang gagal mempersunting karena ternyata Dayang Sumbi adalah ibu kandungnnya. Sehingga batu berbentuk kursi adalah tempat duduk para tamu, dan peti adalah harta bawaan yang dibawa dalam acara pernikahan.

Dalam peta Geologi Lembar Cianjur (Sudjatmiko, 1972). Tuliskan bagian dari Formasi Jatiluhur, Umur Miosen Tengah. Bila diperhatikan dengan seksama, batuan tersebut berlapis menandakan batuan sedimen. Seiring waktu terangkat akibat kegiatan tektonik, kemudian lapuk oleh kondisi cuaca dan temperatur. Batuan berlapis tersebut disusun oleh perselingan batulempung, batupasir kuarsa, dan batugamping pasiran (Tms).

Bila dilihat dari angkasa, memperlihatkan struktur sejajar membentuk bujursangkar. Menandakan hasil kegiatan struktur yang membentuk rekahan sedemikian rupa. Seiring waktu terjadi erosi dan pelapukan yang menyebabkan bentuknya seperti bongkah batu berbentuk kotak. Sedangkan bentuk kursi di tepi pantai, merupakan bentuk blok batuan yang tererosi oleh gelombang air waduk pada bagian bawahnya. Seiring waktu membentuk seperti batu jamur karena bagian atas lebih kuat (resisten).

Kunjungan terakhir adalah ke G. Parang, melalui Plered. Merupakan perbukitan intrusi batuan beku dangkal. Seiring waktu tersingkap membentuk kerucut yang menjulang tinggi. tingginya sekitar 963 meter dpl. disusun oleh andesit (Ha). Perbukitan tersebut kini aktif menjadi tujuan wisata minat khusus. Pemanjatan menggunakan teknik via ferrata. Berupa besi panjang, yang digunakan sebagai alat bantu pendakian. Kegiatan ditutup dengan pengukun Asosiasi Pemandu Geowisata Dewan Pengurus Wilayah Purwakarta Raya.

G. Parang dari basecamp Badega.
Batupasir kuarsa, perselingan dengan batulempung Fm. Jatiluhur.
Batupeti yang disusun batuan sedimen lapuk, Formasi Jatiluhur.
Pengukuhan PGWI DPW Purwakarta Raya.