Celah Sempit Ciater, saksi Keruntuhan Kolonial Belanda.
Hadir kurang 12 partisipan yang turut serta dalam kegiatan Geourban ke-22, di titik pertemuan di alun-alun Lembang (3 Agustus 2024). Tema kegiatan Geourban kali ini menapaki kembali, sejarah militer kolonial, menjelang pecahnya perang Pasifik Raya. Dihadiri oleh para pegiat, pemandu geowisata, mahasiswa pariwisata, hingga direktur salah satu pusat kebudayaan Perancis di Bandung. Kegiatan dibuka pukul 07.00 WIB, di alun-alun Lembang. Deni Sugandi membuka acara, sekaligus menyampaikan rencana kegiatan selama setengah hari. Mengunjungi tinggian G. Putri, Bungker militer KNIL, dan ke titik pertempuran Tjiaterstelling. Kegiatan menggunakan moda transportasi roda dua, bersifat mandiri dan probono. Dengan tujuan membukan jejaring lokal, inisiatif objek/tapak bumi geowisata dan sarana untuk belajar pemanduan geowisata.
Di sekitar kawasan Ciater, merupakan perkebunan teh. Hadir sejak masa Kolonial, mengisi lembah dan perbukitan di lereng G. Tangkubanparahu. Sejauh mata memandang adalah hamparan permadani hijau, melampar hingga berbatasan dengan Jalan Cagak. Di timurnya dibatasi oleh jajaran perbukitan kelompok sistem gunungapi purba Cupunagara. Ke arah timur, telihat bentuk kerucut khas G. Canggak. Diinterpretasi oleh ahli geologi Belanda, adalah sistem gunungapi yang terbentuk satu umur dengan G. Sunda. Sehingga kelompok perbukitan di timur, bukan hasil pembentukan sistem gunungapi tetapi diinterpretasi sebagai runtuhan saja (struktur). Sedakang dalam peneltian Sutikno Bronto (2004), merupakan sistem Kaldera Cupunagara-Bukanagara Umur Tersier.
Titik terbaik untuk mengamati bentangalam tersebut, di puncak G. Putri. Di keterangan Rudi Dalimin H. (1994), disusun oleh batuan gunungapi umur tua. Diperkirakan satu umur dengan pembentukan G. Sunda. Dengan demikian bisa ditafsirkan bahwa Gunung Putri merupakan tinggian bagian dari kaldera Sunda (mungkin Prasunda). Generasi ke-dua dari sistem gunungapi Sunda-Tangkubanparahu.
Dari tinggian Gunung Putri merupakan titik terbaik untuk mengamati bentang alam, dataran tinggi lembang, cekungan Bandung dan jajaran perbukitan Sesar Lembang yang membentang timur-barat. Titik tinggi inilah menjadi strategis untuk mengamati segala kegiatan yang melewati puncak pass Ciater di pintu masuk wisata G. Tangkubanparahu. Ke arah selatannya, melandai mengikuti lembahan yang dalam, dierosi Ci Hideung. Dengan demikian, puncak G. Putri menjadi penting, sebagai pagar pertahanan militer, terutama untuk menghalau pesawat udara tempur musuh yang akan memasuki Bandung.
KNIL membangun bungker-bungker, terutama didaerah tinggi. Dengan maksud berfungsi sebagai pengendali ruang gerak musuh bila memasuk Cekungan Bandung. Dicatatkan dalam informasi lokal, didapati dua bungker di sekitar Lembang. Sedangkan masyarakat menyebut benteng Cikahuripan (Jayagiri), dan benteng Gunung Putri. Penyebutan benteng tidaklah tepat, karena bentuk bangun dalam stretegi militer setelah Perang Dunia ke-dua sudah berubah. Fungsi benteng menjaga dari luar untuk tidak masuk, sedangkan bungker lebih ke fungsi teknis.
Bungker di Gunung Putri dan Cikahuripan, diperkirakan dibangun pada saat rencana perpindahan ibu kota Hindia Belanda dari Jakarta ke Bandung. Dimulai dengan perpindahan pusat produksi mesiu di Kiaracondong, kemudian pembangunan gedung-gedung pemerintahan diantaranya Gedung Sate, pusat militer di Cimahi. Dengan demikian perlu membuat sistem pertahanan militer. Dengan cara membangun bungker-bungker yang menempati tinggian utara-barat dan selatan Bandung, dibangun sekitar 1890-an.
Penempatan bungker ditinggian strategis, terbuka ke segala arah tetapi tersembunyi. Seperti pembangunan bungker di Gunung Putri, yang memanfaatkan puncak perbukitan yang tertutup oleh vegetasi. Agar tidak mudah dikenali, pembangunan bungker dengan cara menggali, membuat struktur dari beton kemudian ditutup kembali. Sehingga hanya bagian lubang tembak saja yang terlihat sebagian besar strukturnya ditimbun kembali oleh tanah. Bungker tersebut dibuat menggunakan struktur beton, menggunakan tulangan besi baja. Ketebalannya rata-rata satu meter, dengan harapan mampu menahan serangan bom yang dijatuhkan melalui pesawat udara. Pintunya terbua dari baja tebal, dua lapis. Kemudian jendelannya hanya satu baris saja, dengan tujuan membatasi lemahnya struktur bangun. Panjangnnya sekitar 20 meter, terbagi menjadi beberapa ruang yang berfungsi sebagai pusat komando, penyimpanan mesiu dan tempat istirahat para personel.
Kemudian diutaranya merupakan sesar anjak akibat kompresional, disebut Tambakan Ridge. Tebentuk akibat gerak tektonik dari Indo-Australia yang menyusup di bawah lempeng benua Eurasia. Bergerak 7 cm pertahun, mengakibatkan sebagian besar Jawa bagian selatan naik. Subduksi menghasilkan jajaran gunungapi di bagian selatan, tumbuh di umur Tersier dan padam. Jalur gunungai modern bergeser ke arah utara, yang kini bisa dikenali dengan bentuknya yang mencirikan gunungapi muda. Berupa puncakan berbentuk kerucut, menandakan gunungapi tersebut terus membangun dirinya hingga kini. Termasuk di dalamnya adalah G. Tangkubanparahu.
Gunungapi termuda dari sistem gunungapi Sunda, Gunungapi Tankgubanparahu mernupakan gunungap api aktif. Produknya tersebar hingga 20 km lebih, berupa aliran lava dari kegiatan letusan sekitar 40 ribu tahun yang lalu. Buktinya masih bisa disaksikan hingga kini, membentuk struktur yang menarik. Fitur aliran lava yang didsebut Pahoehoe, membentuk seperti tali yang dipilin. Berada di bantaran Ci Kapundung, sekitar Kordon yang masuk ke dalam wilayah Taman Hutan Raya Djuanda.
Sumber letusannya adalah G. Tangkubanparahu. Menaungi sebagian besar dataran tinggi Ciater, yang dibelah oleh jalan poros utara-selatan. Jalan provinsi yang menghubungkan Kota Subang di utara, ke dataran tinggi Lembang di bagian selatannya. Jalannya meliak-liuk mengikuti tekuk lereng gunung, melalui beberapa sungai musiman. Diantaranya sungai-sungai yang berhulu di Kawah Domas, yaitu Ci Pangasahan, bagian dari Daerah Aliran Sungai Ci Punagara. Sungai terpanjang di Kabupaten Subang, berhulu di Cipabeasan, Bukanagara, Cisalak, Subang utara.
Ci Pangasahan menjadi saksi kunci, serangan tetara kekasaran Jepang di Ciater. Peristiwa invansi militer yang mampu merebut dataran tinggi Ciater dalam waktu singkat. Diawali pertempuran Laut Jawa, pada awal bulan Februari 1942. Armada kapal laut Jepang, mampu mengungguli kapal perusak gabungan sekutu. Akibanyanya jalan menuju pantai utara terbuka lebar.
Tepat pada tanggal 1 Maret 1942, terjadi pendaratan tentara Jepang seretak dibeberapa tempat, di Batavia, Indramayu dan sekitar Tuban. Diantranya di pelabuhan nelayan Eretan. Pelabuhan kecil yang tidak masuk dalam sistem pengamantan militer Belanda saat itu, sehingga intelejen Jepang memilih lokasi pendaratan ini. Pergerakan infanteri tentara Jepang sangat efektif, bergerak cepat dan senyap. Sehingga hanya menggunakan peralatan perang yang mudah dibawa, seperti sepeda. Kendaraan roda dua ini memungkinkan pergerakan menyusup yang cepat, menguasai Pelabuhan Pesawat Udara Kalijati di utara Subang.
Diperlukan waktu tidak lebih dari satu jam, untuk mengusai Lapangan Kalijati. Dilanjutkan bergerak ke arah selatan menyusuri jalan raya Ciater, sebagai pintu masuknya Jepang ke Bandung. Di sekitar jembatan Ci Pangasahan, KNIL menempatkan beberapa bungker yang menghadap ke arah utara. Dilengkapi dengan mortir, dan senjata otomatis 50 mm, dengan tujuan menghadang pergerakan tentara Jepang dari arah Jalancagak. KNIL memanfaatkan lereng terjal dan celah sempit untuk menjegal tentara Dai Nipon. Namun strategi militer Jepang lebih waspada, dengan mengerahkan kompi-kompi kecil, menapaki lahan terbuka perkebunan teh. Bergerak secara acak, menyergap bungker (pillbox) KNIL, sehingga mudah ditaklukan.
Dalam keterangan saksi kadet KNIL yang selamat, menceritakan ada 72 tentara KNIL yang ditawan Jepang, kemudian diikat dalam lingkaran. Sekitar 500 meter dari arah barat jalan raya (Ciater), dan 150 meter ke arah hulu Ci Pangasahan, tawanan tersebut ditembaki senapan mesin otomatis. Untuk memastikan tewas, tentara Jepang tidak segan menusukan bayonet kepada tubuh KNIL yang telah roboh. Tiga orang terluka, selamat dan menceritakan kembali lokasi pembantaian tersebut. Sebagian besar KNIL yang tewas dalam pertempuran tersebut, dimakamkan di Ereveld Pandu.