Catatan Geobaik#1 Jompong

Pebukitan kerucut yang berjajar dari utara ke selatan, memberikan kesan adanya zona lemah yang mampu diterobos oleh magma dekat dengan permukaan. Seiring waktu magma tersebut membeku dan membentuk perbukitan-perbukitan yang tersebar dari Cimahi selatan hingga ke arah selatan sekitar Margaasih-Cihampelas, Cililin, Kabupaten Bandung. Batuan beku terobosan tersebut mengunci rahasianya selama lebih dari empat juta tahun yang lalu, sebagai saksi pembentukan Danau Purba Bandung.

Melalui petualangan roda dua dan menyibak rahasia bumi, aktivitas geowista ini bermaksud merangkum keduanya dalam kegiatan Geobaik. Kegiatan perdana ini diinisiasi oleh perkumpulan Pemandu Geowisata Indonesia (PGWI), dalam rangka mengupas destinasi geowisata disekitar Cekungan Bandung, aktivasi jejaring lokal dan mempromosikan aktivitas wisata bumi.

Geobaik#1 Jompong dilaksanakan tangal 9 Januari 2023, menapaki kembali perbukitan intrusi sekitar Cimahi selatan hingga Cililin, kemudian ke Curug Jompong dan ditutup dititik tinggi sekitar Cihampelas Cililin. Tiga lokasi kunjungan tersebut dilaksanakan dalam durasi 5 jam kegiatan luar ruangan, menggunakan sarana roda dua (motor).

Sesuai dengan waktu yang telah ditentukan, perjalanan dimulai tepat pukul 06.30 WIB, dimulai dari Bandung. Roda dua menapaki jalan kabupaten, kemudian bertolak menuju arah selatan melalui jalan Leuwi Gajah Cimahi. Menjelang jembatan Nanjung, jajaran kerucut perbukitan terlihat megah seperti berbaris, namun bila didekati tubuhnya hilang karena aktivitas penambangan. Perjalanan dilanjutkan berbelok ke arah barat, menuju tempat pemberhentian pertama, di Perumahan Lagadar, Gunung Lagadar.

Motor para peserta yang berjumlah 12 orang dipacu perlahan, menggilas jalan berbatu menuju proyek penambangan batu di Lagadar. Hanya beberapa penduduk saja yang menggunakan jalan ini, karena tidak ada jalan lain menghubungkan ke tempat lain kecuali ke perumahan. Di titik inilah kami bertemu dengan sebagian lagi peserta yang berasal dari Kabupaten Bandung dan Kabupaten Bandung Barat. Ada sembilan motor termasuk panitia, konvoi menuju lokasi pertama kegiatan Geobaik ke  perumahan Pesanggrahan Lagadar, disebut geotapak pertama di  Lagadar. Di bagian selatan di kaki G. Lagadar, peserta diajak untuk mengenali proses pembentukan perbukitan ini.

Secara administratif, wilayah ini masuk ke dalam Desa Lagadar, Kecamatan Margaasih, Bandung. Gunung Lagadar adalah perbukitan terobosan batuan beku. Hasil analisis K-Ar batuan di Selacau dan Paseban berumur 4,08 juta tyl dan 4,05 jt tyl (Sunardi dan Koesoemadinatan, 1999). Bersamaan dengan beberapa perbukitan intrusi lainya, termasuk Gunung Selacau, Gunung Paseban, Gunung Singa, Gunung Pasir Pancir merupaakn perbukitan pematang tengah Cekungan Bandung (Bachtiar, 2012). Di lokasi ini memberikan pemahaman gambaran besar, jajaran perbukitan intrusi ini merupakan pagar alam yang berjajar utara-selatan, membatasi Cekugan Bandung bagian barat dan timur. Bukan itu saja, nilai istimewanya adalah pembentukannya umur Pliosen, saat itu kondisi alam sangat dingin dan kering, dicirikan dengan munculnya mamalia besar dan moluska.

Perjalanan dilanjutkan ke lokasi berikutnya, geotapak ke-dua di Curug Jompong. Lokasi tidak jauh dari perhentian pertama, kurang lebih 20 menit berkendara ke arah baratdaya. Perjalanan memotong jalan desa, kemudian tiba di jembatan Nanjung, Margaasih. Dari tepi jalan sebelum memasuki jembatan, terlihat jajaran perbukitan Selacau, Pasir Honje, Gunung Puncaksalamm Gunung Lagadar, dan Gunung Gajahlangu di sebelah utara. perbukitan tersebut dipotong oleh Ci Tarum yang mengalir dari tenggara ke utara, melaui Margaasih dan Pataruman rangkaian dari perbukitan tengah Cekungan Bandung bagian barat.

Dari jembatan Nanjung kemudian mengarah sedikit ke barat, kemudian mengikut Ci Tarum ke arah hulu. Jalannya baik, menghubungkan antara Margaasih ke Cipatik Soreang. Diantara perjalanan tersbut kemudia berbelok memasuki komplek Terowongan Kembar Nanjung. Di tempat ini diberikan penjelasan ke-dua, mengenai pembobolan setelah pembentukan Danau Bandung Purba segmen timur. Genangan air semakin tinggi, akibat tertutupnya arah Ci Tarum di sekitar Ngamprah, kemudian turut menaikan volume air hingga mendekati ketinggian paras air 725 m di atas permukaan laut. Kenaikan tersebut mendorong sifat air mencari tempat yang rendah, kemudian membobol batuan beku terobosan Curug Jompong. Pembobolan tersebut diperkirakan menjelang pengeringan danau pada 16.000 tahun yang lalu.

Di Curug Jompong para partisipan diajak turun menyaksikan fitur-fitur alam hasil erosi air di batuan beku. Terlihat beberapa bentuk-bentuk unik disebut pothole yang terbentuk selama kegiatna pembobolan danau purba. Bentukan alami tersebut terjadi akibat arus air deras dan stabil, membawa kerakal dan kerikil. Kemudian bergesekan seperti membuat lubang yang digerakan oleh pusaran air, terjadi dalam waktu yang sangat panjang. Awalnya terbentuk cerukan-cerukan, namun lambat laut terperangkaplah ukuran batuan yang terbawa, dengan ukuran yang beragam, mulai dari bongkah hingga kerikirl. Lambat laut membentuk lubang-lubang vertikal, dengan kedalaman yang beragam. Di lingkungan lokasi ini, ditemui lubang terdalam bisa mencapai 30 cm hingga 100 cm dengan diameter antara 30 cm hingga 50 cm. Ada lubang dangkal dengan lingkar lubang lebar, dan sebaliknya. Semuanya dipengaruhi oleh kesetabilan arus sungai, dan penyusun batuannya.

Dalam kesempatan berdiskusi, pemandu wisata senior Felix Feitzma yang biasa dipanggil opah Felix menyampaikan pengalamannya menggarap kegiatan bertualanga di alam di Sanghyang Heuleut dan Sanghyang Poek. Beliau memberikan pandangannya bahwa wista ke depannya akan lebih spesifik dan tematik, sehingga menuntut para pemandu bekerja keras, berinovasi dan kreatifitas dalam menyusun paket-paket perjalanan.

Secara umum batuan Curug Jompong disusun oleh batuan beku intrusi, dengan umur yang sama dengan kelompok Selacau-Lagadar, yaitu sekitar 4 juta tahun yang lalu. Keunikan lainya adalah terbentuknya ceruk-ceruk yang dalam, membentuk air terjun yang menawan. Sehingga pada masa kolonial, tempat ini menjadi tujuan wisata yang menarik. Bahkan Junghuhn pun berkesempatan datang ke tempat ini, dan membuat bingkai fotografi pada 1860-an. Dari hasil fotografi hitam putihnya, terlihat arus sungai yang deras, sekaligus memberikan pemandangan yang menakjubkan, antara kekuatan arus sungai yang bertemu dengan batuan keras umtur tua.

Dalam foto tersebut tentu saja tidak ada sampah atau polutan industri, karena pada masa itu belumlah adanya industri yang berkembang di sepanjang bantaran Ci Tarum. Sehingga bisa dipastikan pasa saat itu airnya bersih. Keasriannya tersurat juga dalam beberapa laporan belanda dan pegiat wisata Bandung Vooruit yang menuliskan kunjungannya ke lokasi ini. Daya darik Curug Jompong bukan saja fenomena keindahannya saja, namun menjadi saksi pembentukan Danau Bandung Purba yang terbentuk pascaletusan dan pembentukan Kaldera Sunda, 105.000. tahun yang lalu.

Di Bukit Gantole Cililin atau lokasi penutup dalam perjalanan Geobaik#1 Jompong, narasumber Deni Sugandi, memberikan gambaran luas tentang posisi Danau Bandung Purba. Dari tinggian perbukitan ini, arah pandangan terbuka luas, bisa memandang arah timur, batas perbukitan intrusi dan segmen danau Saguling di sebelah barat. di sebelah utaranya dalah Gunung Burangrang, Gunung Tangkubanparahu yang dibatasi oleh patahan Lembang. Kemudian di sebelah timur-utara berjejer kelompok Gunung Palasari, Gunung Bukittunggul dan Gunung Manglayang.

Dititik inilah kegiatan Geobaik Curug Jompong selesai, ditutup dengan acara makan siang alakadarnya dan sekaligus kesan dan pesan yang disampaikan oleh para peserta. Aktivitas geowisata ini adalah salah satu cara untuk memahami proses  dinamika bumi yang berlangsung, hingga sejarah pembentukan yang terjadi dalam kurun waktu yang sangat lama. Sehinggi geotapak yang dikunjungi perlu dikonservasi, seperti perbukitan intrusi sekitar Lagadar. Keberadaanya kini berlomba dengan kegiatan penambangan, sehingga seiring waktu akan hilang dimuka bumi.

Di kaki bukit Lagadar, Margaasih
Diterowongan kembar Nanjung, Margaasih
Opah Felix menyampaikan materi pemanduan di Curug Jompong
Alm. Opah Felix di dasar Ci Tarum, Curug Jompong
Penjelasan Cekunga Bandung di bukit Gantole Cililin

Catatan Geobaik#4 Cililin

Jelang pagi di jalanan penghujung Cipatik ke Soreang menggeliat ramai. Matahari sejak subuh sudah tiba mencahayai perbukitan Soreang, membentuk siluet seperti pagar alam membatasi wilayah timur dataran Kutawaringin, kaki perbukitan intrusi Soreang barat.

Kurang lebih jelang pukul tujuh pagi, peserta hadir dari berbagai penjuru mataangin, berkumpul di sekretariat PGWI Pengurus Wilayah Bandung Raya, Cipedung, Kutawaringin. Diikuti oleh 15 orang dan menggunakan 13 roda dua dengan berbagai jenis kendaraan, mulai jenis metik hingga sport. Semua kendaraan dicek dalam kondisi baik, sesuai dengan ketentuan panitia. Peserta berasal dari berbagai daerah wilayah Bandung, dengan latar belakang beragam, mulai dari pekerja profesional, pegawai pemerintahan, pelaku jasa wisata hingga para pegiat wisata kebumian, diantaranya para pemandu geowista yang tergabung di asosiasi Pemandu Geowisata Indonesia.

Kegiatan dimulai pukul 08.00 WIB, dibuka melalui brifing awal mengenai rencana perjalanan, termasuk pengarahan keselamatan, keamanan dan prokes selama perjalanan, sebagai standar kegiatan.

Geobaik adalah aktivitas menafsir rahasia bumi, dan menaksir sejarah manusianya yang menempati alam tersebut, dilaksanakan melalui sarana transportasi roda dua. Diinisiasi oleh asosiasi Pemandu Geowisata Indonesia (PGWI), dan dilaksanakan berkala. Kegiatan ini bertujuan sarana belajar anggotanya, memberikan manfaat dan kebaikan serta pemahaman bentang alam, proses dinamika bumi dan budaya. Kegiatan hari ini merupakan rangkaian acara ke-empat, dilangsungkan di wilayah Kabupaten Bandung dan Kabupaten Bandung Barat, dilaksanakan oleh Pengurus Wilayah Bandung Raya.

Kunjungan pertama mengunjungi sisa tambang sirtu berupa singkapan lava di sekitar Gunung Gadung, Jatisari. Berupa perbukitan intrusi batuan beku, disusun oleh andesitik basaltik. Berada di selah selatan kota Soreang, bagian dari kelompok perbukitan Soreang. Bukit lava tersebut merupakan batuan beku hasil penerobosan magma, kemudian membeku sebelum mencapai permukaan bumi. Seiring waktu kemudian tererosi, dan membentuk perbukitan-perbukitan runcing yang menempati bagian tenggara gunungapi Soreang. Dari warna yang terlihat, cenderung abu-abu terang, menandakan didominan oleh SiO2 yang lebih dominan, antara 57 hingga 63%. Disusun oleh andesit augit hipersten, dan hornblenda dengan matrix yang mengaca, dengan struktur retas, sill, neck atau lava plug, umur Pliosen (Silitonga, 1973).

Perjalanan selanjutnya perjalanan memotong perbukitan intrusi, melalui jalan kelas desa. Sedikit terjal dan melalui jalan aspal yang telah terkelupas karena tidak dipelihara. Kunjungan kedua mengunjungi fitur alam yang unik, berupa bentuk kolom yang menyerupai bentuk struktur candi. Fitur alam tersebut dinamai Batu Nini yang masuk ke dalam kawasan Gunung Buleud, daerah Situwangi, Cihampelas, Kabupaten Bandung Barat (KBB).

Berbeda dengan susunan batuan di stop pertama, Batu Nini disusun oleh batuan breksi vulkanik, kemudian seiring waktu tererosi dan menyisakan bentuk seperti bangunan. Terjadi secara alami, menandakan dinamika bumi yang berasal dari tenaga luar (eksogen), seperti ditatah oleh alam melaui kondisi hujan, panas, dan dingin sehingga terjadi pelapukan. Terjadi dalam waktu yang sangat panjang. Struktur yang terlihat saat ini menandakan batuannya lebih resisten atau lebih kuat dibandingkan batuan disekitarnya.

Dalam keterangan singkatnya, pada 1854 Junghuhn pernah membuat sketsa dari arah utara, memperlihatkan bentuknya yang sama seperti yang disaksikan hari ini. Namun bila dibandingkan secara seksama, ada beberapa bagian yang telah lapuk, mengingat Junghuhn melukisnya 167 tahun yang lalu.

Perberhentian selanjunya adalah melihat bentuk kaldera Walahir, di Kidangpananjung Cililin, atau sekitar lereng sebelah selatan Gunung Gedukan. Dari titik ini bisa menyaksikan bentang alam yang menawan, berupa perbukitan runcing dan lembah yang dalam di bagian tenggara. Berupa kelompok perbukitan intrusi, dicirikan dengan bentuknya yang kerucut dan menempati wilayah di sebelah tenggara dari kelompok gunungapi Soreang. Sedangkan bila melemparkan arah pandang ke sebelah barat, terlihat cekungan yang diapit oleh gawir-gawir terjal yang ditafsirkan sebagai dinding kaldera. Perbukitan tersebut disusun oleh breksi tufaan, lava, batuapung, dan sebagian konglomerat. Umurnya antara Miosen hingga Pliosen Atas atau sekitar 12 hingga 5 juta tahun yang lalu (Silitonga, 1973). Sendangkan dalam penelitan lainya memberikan keterangan berumur Pliosen Atas, sekitar 3.2 juta tahun yang lalu (Sudjatmiko, 1972).

Dari titik ini bisa menyaksikan Gunung Malabar di sebelah tenggara, berdampingan dengan jajaran pegunungan kelompok gunungapi Cekungan Garut ke arah timur. Diantaranya Gunung Guntur, Gunung Cikurai dan Gunung Papandayan.

Perjalanan dilanjutkan, membelah lembah yang dalam yang dicirikan dengan jalanan yang dilalui semakin menurun dan terjal. Peserta harus berhati-hati, selain turunan terjal, di beberapa bagian aspalnya telah terkelupas.

Kurang lebih 15 menit perjalanan menggunakan roda dua, rombongan tiba di sekitar Kampung Lembang, Desa Mukapayung, Cililin. Kemudian dilanjutkan dengan treking menyusuri lereng Gunung Lumbung. Jalur pendakian singkat melalui Sekolah Dasar Lembang, kemudian melintasi beberapa rumah warga, kemudian membelah perkebunan. Di tengah perjalanan, terlihat cekungan Lembang yang ditempati oleh pesawahan yang subur dan dibelah oleh Ci Lembang, anak sungai yang kemudian bertemu Ci Bitung disekitar Gunung Putri.

Sawah tersebut menempati area kurang lebih 700.000. meter persegi, dengan luas lingkar 3.5 km. (perhitungan google maps di fitur measure distance). Sedangkan elevasinya sekitar 928 m. dpl. (RBI), sedangkan Gunung Lumbung adalah 1093 m. dpl. Areal yang ditempati sawah tersebut seperti bentuk dasar kaldera, atau bagian central fasies dari tubuh gunungapi.  Ciri-cirinya berupa plateu berbentuk cekungan, disusun oleh lempung, lanau, pasir dan kerikil hasil dari bahan rombakan dan erosi perbukitan disekitarnya (Silitonga, 1973).

Diperlukan waktu kurang lebih 20 menit, mendaki singkat ke puncak Gunung Lumbung. Di bagian puncaknya digunakan warga sebagai lahan perkebunan, diantaranya cabai, kacang panjang hingga tomat. Setelah melewati perkebunan ini, arah jalan setapak akan mengarah ke sudut yang lebih rimbun. Di ujung jalan setapak inilah ditemui situs berupa arca dan lingga, dinaungi oleh atap seng. Tidak ada keterangan lain, hanya kelompok arca, kemudian disekitarnya masih berupa pohon yang masih rimbun. Di sekitar arca didapati beberapa batuan ditumpuk disekitar arca. Batuannya disusun oleh batuan beku vulkanik, berupa bongkah-bongkah atau fragmen batuan lava. Didapati dua batu bentuk lingga, salah satunya bukanlah bagian dari keompok arca ini yang dicirikan dengan bentuk kolom dan memiliki tulisan angka latin. Diduga bentuk lingga tersebut merupakan patok penanda yang dibuat pada masa kolonial, kemudian dibawa ke Gunung Lumbung.

Kegiatan terakhir ditutup dengan kunjungan ke statsiun radion Cililin. Di lokasi ini dijelaskan mengenai sejarah radio dan hunian rumah tinggal para pekerja. Disampaikan oleh Amar Sudarmar, manta kepala sekolah SMA 1 Cililin, pelaku sejarah. Beliau menuturkan kantor radio komunikasi tersebut berfungsi sebagai alat komunikasi Belanda pada saat perang dunia ke-dua, sekaligus sebagai media komunikasi jalur perdagangan Hindia Belanda saat itu. Seiring waktu statsiun radio tersebut harus ditutup, karena biaya operasional yang tinggi dan kualitas pemancar yang kurang optimal karena terletak di lembah.

Di Radio Cililin inila kegitan GB4 diakhiri, ditutup dengan penyampaian kesan dan pesan para peserta,. Diantaranya menyambut baik kegiatan ini, agar tetap aktif dan memberikan informasi yang menarik, serta sebagai silaturahmi pecinta bumi dan sejarah. (Deni Sugandi)

Brifing sebelum keberangkatan di Soreang
Penjelasan Kepala Dusun di tapakbumi Batu Arca
Penjelasan sejarah Radio Cililin di Cililin

Catatan Geobaik#1 Jompong

Dimulai pagi hari pada hari Sabtu, 9 Januari 2020, dimulai pada masa PPKM diperketat lagi. Kegiatan dilaksanakan menggunakan sarana kendaraan roda dua. Kegiatan dibuka dilokasi pertemuan sekitar SPBU Pasteur kemudian bergerak ke titik pertemuan ke-dua disekitar perbukitan Lagadar, Margaasih, Kabupaten Bandung Barat.

Deni Sugandi selaku pemandu geowisata, membuka kegiatan ini dengan memberikan penjelasan rencana perjalanan Geobaik#1. Perjalan wisata bumi ini menapaki kembali sejarah Danau Bandung Purba, melalui jejak pembobolan Ci Tarum di Curug Jompong dan menemukan kembali batas Danau Purba Bandung disebelah Bandung bagian barat.

Kegiatan diikuti oleh lebih dari 12 orang, berasal dari pegiat wisata, mahasiswa, praktisi wisata hingga pemandu wisata. Geobaol adalah kegiatan wisata bumi, untuk mengupas sejarah alam, hasil pembentukan alam hingga proses yang masih berlansung hingga kini. Dikemas dalam seri petulangan menggunanakan media roda dua bermotor (motor), diinisiasi oleh perkumpulan Pemandu Geowisata Indonesia.

Bandung merupakan kota yang muncul diatas gelombang air (danau). Seperti logo lama kota Bandung, dituliskan Ex Undis Sol yang berarti mentari muncul di atas gelombang (air), dicanangkan pada saat pendirian Bandung menjadi gemente atau setinggkat kotamadya pada 1 April 1906. Menandakan kota yang berdaulat, mampu mengurus dirinya sendiri secara administratif dan pemnafaatan sumber daya alama.

Penyebutan badan air tersebut diusulkan oleh walikota Bandung pertama, B. Coops bersama Dewan Kota. Usulan tersebut didasari oleh beberapa pendapat ahli geologi pada saat itu, bahwa cekungan Bandung pernah digenangi air.

Genangan air tersebut adalah Danau Bandung Purba, keberadaanya kini telah hilang karena telah surut. Setidaknya dibutuhkan waktu 16 ribu tahun lebih menjadi kering, kemudian ditempati peradaban. Cekungan Bandung ditaksir terbentuk pada Kuarte Akhir (Katili, 1963), akibat pergeseran aktivitas volkanik dari selatan ke utara. Akibatnya dataran tinggi Bandung dikelilingi oleh perbukitan dan gunungapi Kuarter di utara dan selatan, dan batuan karbonat umur Tersier di sebelah barat, yaitu perbukitan karst Citatah.

Bukti penggenangan cekungan tersebut, bisa dilihat dari bukti endapan danau (lakustrin). Terdiri dari lapisan lempung lunak, dan pasir padat dengan ketebalan yang bervariasi. Batuan dasarnya adalah lapisan batuan volkani Tersier (Dam, 1990). Dalam data pengeborannya, menunjukan pembentukan danau tersebut terjadi sekitar 126.000 tahun yang lalu, berupa batuan klastika gunungapi dan sedimen danau.

Bukti sejarahnya pengeringannya kemudian menjadi tema di kegiatan pertama Geobaik, mencari titik bobolnya Danau Bandung Purba. Perjalanan pertama diarahkan ke situs tapakbumi Gunung Lagadar 897 m dpl. Terletak di lereng sebelah timur, dikawasan perumahan Pasanggrahan Lagadar, Margaasih, Kabupaten Bandung. Terlihat singkapan yang baik berupa hasil galian kegiatan penambangan batu-pasir. Disusun oleh batuan beku berkomposisi dasitik, dicirikan dengan warna putih sedikit abu-abu dan telah lapuk. Berupa bongkah, kerikil hingga tuf. Dari lokasi ini bisa melihat bukti batuan intrusi berumur 4 juta tahun yang lalu.

Lokasi kunjungan ke-dua adalah Curug Jompong. Merupakan air terjun dialiran Ci Tarum, dan terletak persis di dua kabupaten, Bandung Barat dan Kabupaten Bandung. Tepatnya berada di Pataruman, Cihampelas, Kabupaten Bandung. sedikit ke arah hilir, masuk ke wilayah Selacau, Batujajar, Kabupaten Bandung Barat. Merupakan segmen Ci Tarum bagian barat, mengerosi perbukitan intrusi batuan beku.

Saat ini alirannya surut karena telah dialihkan ke terowongan kerbar Nanjung. Sehigga bila berkesempatan hadir pada saat kemarau, menyingkapkan celah-celah dalam hasil erosi air. Bentuknya bermacam-macam, seperti kolam-kolam yang terbentuk oleh kekuatan arus air, hingga ditemuinya beberapa pothole. Bentukan alam tersebut menandakan bahwa arus Ci Tarum disegmen Curug Jompong deras, dengan debit air tinggi.

Kegiatan ditutup di dataran tinggi Bukit Gantole Lintang Panggun, Cililin. Dari titik ini partisipan diajak berdiskusi, mengupas kembali hasil kunjungan ke Lagadar dan Curug Jompong. Kegiatan ditutup tepat pukul 16.00 WIB, setelah beberapa saat berteduh di sekretariat Bukit Gantole. Ditutup sambil menyantap hidangan di Rumah Makan Manapa, Cihampelas, Cililin.

Peserta Geobaik#1 Jompong di jembatan Nanjung
Penjelasan di depan terowongan kembar Nanjung
Batuan intrusi umur 4 juta tahun, dierosi Ci Tarum
Berbagi pengalaman bersama opah Felix di Curug Jompong
Interpretasi cekungan Bandung di Bukit Gantole Cililin