Acara dibuka disalah satu sudut kota Ciparay, Kabupaten Bandung. Terhitung 21 partisipan yang hadir, dan telah mempersiapkan kendaraanya masing-masing. Asal partisipan dengan latar beragam, pelajar SMU, pemandu wisata, hingga pegiat wisata alam. Selanjutnya Deni Sugandi, selaku pemandu geowista, melakukan brifing awal berkaitan dengan rencana kegiatan. Deni menjelaskan secara umum empat lokasi yang akan dikunjungi, diantaranya situs Palagan Culanagara atau situs peninggalanan Dipati Ukur di Ciparay, kemudian dilanjutkan ke titik tinggi antaran Bukit Culanagara dan Pasir Nini untuk menyaksikan dan itepretasi Cekungan Bandung, Danau Bandung Purba segmen timur, sekaligus memperlihatkan arah pergerakan pelarian dan persembunyian Dipati Ukur.
Penjelasan singkat selanjutnya adalah mengunjungi Kaldera Rakutak-Dogdog, di lapangan Berling, Pacet. Dari titik ini mengamati tafsir pembentukan kaldera, termasuk penjelasan penangkapan SM Kartosoewirjo di G. Geber, lereng sebelah utara puncak G. Rakukat. Stop terkahir berakhir di Situ Cisanti, hulu sungai Ci Tarum.
Pemberangkatan mulai pukul 8.30 WIB, diikuti oleh 21 orang menggunakan 20 motor dengan variasi jenis metik, trail hingga semi trail. Berangkat dari Kue Balok Haji Emo Ciparay, mengarah ke selatan menuju Gunung Leutik. Dari titik ini Deni menjelaskan posisi geografis Culanagara yang berada di titik tinggi, sehingga sangat tepat sebagai tempat pemantauan. Situs Culanagara dianggap sebagai titik komando atau pusat kendali Dipati Ukur, dalam perlariannya saat dikejar oleh tentara Mataram.
Gunung Bukitcula 1031 m dpl. merupakan perbukitan intrusi (terobosan), muncul dari zona lemah kelurusan sesar yang berah timur-barat. kelompok perbukitan ini menempati wilayah Bale Endah di sebelah barat, dan Ciparay di sebelah baratnya. Punggungan tersebut memilik puncak-puncak diantaranya Gunung Kromong 908 m dpl. Gunung Geulis 1151 m dpl., Gunung Pipisan 1071 m dpl, dan di sebelah timurnya adalah Gunung Bukitcula.
Secara geografis posisi Culanagara yang berada di sebelah utara, dari lereng Bukicula memiliki posisi strategis. Posisi tinggi tersebut bisa memantau ke arah utara secara terbuka, kemudian bagian selatan dibentengi oleh jajaran perbukitan Pakutandang-Bukicula-Pasirnini. Situs Culanagara dihidupi oleh Ci Rasea, sungai yang mengalir di sisis sebelah timur lereng Bukitcula, kemudian bertemu dengan Ci Tarum di Sumbersari Ciparay.
Dalam keterangan selanjutnya, disampaikan oleh Gangan Jatnika berkaitan dengan sejarah pelarian Dipati Ukur di sekitar Ciparay. Gangan menunjukan tiga lokasi yang disebutkan dalam beberapa naskah lama, seperti yang diuraikan dalam penelitiannya Suhardi Ekadjati yang menghimpun delapan sumber naskahl versi Galuh, Sukapura, Sumedang, Bandung, Talaga, Banten, Mataram dan Batavia.
Di situs Culanagara STOP 1, Gangan menjelaskan titik-titik pelarian Dipati Ukur segelah gagal menyerang Batavia. Kekalahan pasukannya membawa akibat penangkapannya karena gagal mengusir VOC di Jayakarta pada 1629. Sultan Mataram memerintahkan penangkapan pasukan Dipati Ukur untuk dibawa ke Mataram dan dijatuhi hukuman. Untuk menghindarai penangkapan tersebut, Dipati Ukur beserta sisa pasukannya yang setia bersembunyi di tiga titik, diantaranya di sebelah utara Cekungan Bandung, di Gunung Pangporang masuk ke wilayah Subang saat ini. Pelariann selanjutnya adalah ke arah selatan, di Culanagara, Ciparay yang berjarak 40 km dari posisi pertama. Sikap demikian dituliskan sebagai pembangkangan terhadap Mataram saat itu. Dipati Ukur mengambil sikap lebih baik berontak daripada mati dibunuh (Ekadjati, 53, 1982).
Di Culanagara inilah Dipati Ukur menyamar menjadi rakya biasa, kemudian menyembunyikan seluruh simbol kerajaannya di Pabuntelan atau saat ini masuk ke dalam wilayah desa Tenjonagara, Ciparay.
Dititik kunjungan berikutnya STOP 2, tepatnya di sekitar Cihonje atau di antara punggungan Bukit Culanagara dan Pasirnini. Di titik ini dijelaskan mengenai posisi pengamantan pasukan Dipati Ukur saat melihat pergerakan tentara Mataram yang mengejarnya. Di titik ini arah pandang terbuka ke arah utara, Cekungan Bandung bagian timur. Kemudian di sebelah selatannya adalah Gunung Malabar, jajaran punggungan Gunung Kendeng-Papandayan dan Gunung Rakutak-Dogdog di dataran tinggin Pacet.
Selanjutnya perjalanan mengunjungi STOP ke-3 di sekitar lapangan Berling, Sukapura, Kertasari. Di lokasi ini dijelaskan sejarah pembentukan Kaldera Rakutak-Dogdog, merupakan bagian dari rangkaian gunungapi Papandayan-Kendeng-Rakutak/Dogdog. Berdasarkan morfologinya, Rakutak-Dogdog diperkirakan merupakan kawah yang berukuran lebih dari 2 km atau mendekati kelas kaldera. Bila ditarik dari sisi lereng sebelah utara dan selatan, kemudian ditarik garis imajiner, diperkirakan puncaknya mencapai ketinggian lebih dari 3500 m dpl. keucutu tersebut hacur dan dibongkar melalui mekanisme letusan besar, kemudian menyisakan gawir terjal yang bisa disaksikan saat ini.
Seperti yang disampaikan oleh Deni, Gunung Rakutak menyimpan sejarah perjalanan perjuangan RI. Di tempat tersebut menjadi lokasi persembunyian DI/TII yang dipimpin oleh Sekar Maridjan Kartosoewrijo. Pelarian tersebut berlangusung hampir 14 tahun, sejak proklamasi pendirian DI/TII 1949.
STOP ke-4 di Situ Cisanti, atau hulu Ci Tarum sekitar ketinggian 1500 m dpl. Terletak di lereng sebelah utara Gunung Wayang, masuk ke dalam administratif Neglawangi, Kertasari, Bandung. Hulu sungai terpanjang di Jawa Barat ini adalah himpunan dari tujuh sumber mata air di lereng gunung. Diantaranya mata air Cisanti, Cisadane, Cikawedukan, Citarum, Cihaniwung, Cikoleberes dan Cikahuripan.
Kegiatan ditutup dengan acara pengukuhan Pengurus Korwil Bandung Raya, dan pengukuhan anggota PGWI Angkatan I, melalui DIKLAT tangal 20-21 Februari 2021 lalu. (Deni Sugandi)