Catatan Geourban#2 Ci Kapundung

Waktu menunjukan tujuh lebih sepuluh, kurang lebih 23 orang telah hadir di pelataran parkiran Tahura Ir. Juanda, Dago Pakar Bandung (3/10, 2021). Sesuai dengan jumlah peserta yang telah menyatakan hadir di grup Whatsapp, dihadiri oleh anggota perkumpulan Pemandu Geowisata Indonesia/PGWI, sebagian peserta berasal dari organisasi Dewan Pengurus Cabang HPI Kota bandung, komunitas KPGB, Jarambers, hingga pelaku usaha biro perjalanan wisata.

Geourban ini adalah aktivitas probono, sebagai media belajar bersama dalam kegiatan pemanduan geowisata, sekaligus reaktivasi jalur-jalur heritage hingga tapak bumi di sekitar kota Bandung. Narasumber kegiatan ini menyampaikan informasi dan intepretasi sejarah kolonial dan pemanfaatan aliran Ci Kapundung, hingga mengupas sejarah bumi berupa bukti endapan Gunung Sunda-Tangkubanparahu.

Narasumber berkaitan toponimi dan sejarah lokal, disampaikan oleh Gangan Jatnika, kemudian proses pembentukan alam oleh Deni Sugandi, dan Zarindra menyampaikan informasi mengenai sistem hidrogeologi Ci Kapundung, berdasarkan hasil penelitian.

Dalam kesempatan ini dihadiri langsung oleh kang Bintang, selaku ketua DPC HPI Bandung, dan beberapa pengurus yang turut serta dalam kegiatan ini. Kegiatan ini merupakan upaya perluasan jejaring, antara HPI DPC Kota Bandung, dan Dewan Pengurus Wilayah Bandung Raya, dengan tujuan mengupas potensi geowisata di Cekungan Bandung.

Acara dibuka oleh Deni Sugandi, selaku pemandu geowisata, menjelaskan rencana kegiatan treking Geourban ke-2, menyusuri Ci Kapundung segmen Dago Bengkok. Dalam pembukaan, dijelaskan bahwa perjalanan diperkirakan memakan waktu 4 jam, menempuh jarak 4.2 km, melalui jalur setapak hinngga menyusuri pipa tertutup saluran Pembangkit Listrik Tenaga Air/PLTA Bengkok dan Dago (Pojok). Saluran pipa tersebut melalui jalur perumahan warga Jajaway hingga Curug Dago.

Stop pertama di Goa Jepang, penjelansan bukti endapan volkanik Gunung Sunda. Terlihat garwir terjal, berupa ignibrite yang terleaskan, disusun oleh piroklastik dan tuff, seperti fragmental lava dan batuapung yang menyusun perbukitan ini. Pada pendudukan Jepang, kemudian dibuatkan terowongan yang terhubung, berguna untuk kegiatan militer pada saat itu.

Stop kedua adalah mengujungi kolam tando yang berbatasan ataran wilayah Tahura Juanda dan pengelolaan Indonesia Power. Di kolam ini bisa disaksikan telah terjadi pencemaran, berupa kotoran ternak sapi dari hulu Maribaya yang menyebabkan gas metan yang muncul ke permukaan air. Selain itu terdapa sampat organik maupun an-organik yang ikut dihanyutkan oleh aliran irigasi terbuka. Akibart penumpukan sampah tersebut, menyebatkan turunya debit air yang dialirkan ke turbin.

Unit pada Unit Bisnis Pembangkitan (UBP) airnya berasal dari Sungai Cikapundung yang dialirkan ke bak pengendap. Dari bak pengendap air dialirkan lewat saluran terbuka (open tunnel) sepanjang 2.823 m menuju kolam tando yang berkapasitas 30.000 m3 dan mempunyai luas 10.000 m2. Kolam tersebut berguna untuk menampung air dari sodetan Ci Kapundung di sebelah utara Goa Belanda, kemudian dialirkan ke pipa pesat PLTA Dago Bengkok. Pipa diameter tiga meter tersebut mengalirkan air, untuk mengerakan turbin.

Stop ke-tiga adalah penjelasan mengenai PLTA Dago Bengkok. Dalam keterangannya, PLTA ini merupakan instalasi pembangkit listrik awal pada masa kolonial. Setelah percobaan PLTA ukuran kecil di bagian hulu Ci Tarum atau PLTA Pakar yang dianggap kurang berhasil, kemudian pemerintah kolonial membangun instalasi baru pada 1923.

Sekitar tahun 1920, PLTA Pakar ditutup akibat debit air yang kecil karena tanpa kolam penampung. Hingga kini peninggalannya berupa tembok bendungan dan aliran air berbentuk terowongan di Goa Belanda dan Goa Jepang.

PLTA Dago Bengkok memiliki kapasitas 3,15 Mega Watt (MW), digerakan oleh tiga turbin, masing-masing 3 x 1.050 kW. Total daya yang dihasilkan PLTA tersebut, pada masa kolonial mampu menerangi sebagian kota Bandung.

Stop ke-empat adalah mengunjungi Curug Dago. Di lokasi ini masih bisa disaksikan aliran lava basal yang diperkirakan hasil letusan efusif Gunung Sunda pada periode ke-dua. Dinding Curug Dago memperlihatkan bidang perlapisan, antara endapan aluvial berupa struktru konglomerat, kemudian ditindih breksi volkanik. Di bagian atasnya ditutupi aliran lava yang cukup tebal, atau sekitar 5-6 meter, berupa lava basal dengan struktur kekar kolom. Dicirkan dengan warnanya hitam dan seperti gelas volkanik, dengan lubang gas yang menandakan membeku dalam waktu sangat singkat.

Tujuan terakhir adalah ke komunitas Kelompok Kerja Cika-Cika. Komunitas warga masyarakat di sekitar PLTA Dago Pojok yang memanfaatkan lahan di bantaran Ci Kapundung, menjadi aktivasi kegiatan kemasyrakatan, sekaligus menjadi pusat kelompok kerja Sub DAS Ci Kapundung.

Penjelasan endapan awan panas di Goa Jepang Tahura Ir. H. Juanda
Peserta Geourban di depan Goa Belanda
Penjelasan di kolam penenang Dago Pakar
Bersama komunitas Cika-Cika di Jajaway Ci Kapundung