Catatan Singkat Geocamp#2 Jatigede

Udara masih dikungkung hawa dingin, menandakan ujung dari musim penghujan memasuki musim kemarau. Kabut menempati perbukitan, dan seiring waktu sirna oleh cahaya pagi. Tepat pukul tujuh pagi, para para peserta sudah siap untuk berangkat dari titik kumpul jalan Pacuan Kuda, Arcamanik Bandug. Diikuti oleh empat orang, badan pengelola pariwisata Kabupaten Sumedang, mahasiswa geologi, dosen, senior pemandu wisata, hingga pelaku wisata bumi. Di Desa Jembarwangi, bergabung dari kelompok Mengenal Alam dan Objek Geologi (Laladog), Majalengka, menggenapkan total peserta adalah 15 orang. Kegiatan Geocamp ini dilaksanakan dua hari, 7 dan 8 Mei 2022, menyusuri sejarah bumi dan budaya, di sekitar Jembawangi, dan Jatigede, Kabupaten Sumedang.

Dalam berita masih diinformasikan bencana banjir bandang dan longsor yang melanda Sumedang selatan dan sekitar Tanjungsari dan Cadaspangeran. Di Cadas Pangeran didapati beberapa titik longsoran (1/5, 2022), tepatnya di rest area Cigendel, Kecamatan Pamulihan. Tiga warung longsor akibat tebing penahan roboh, seiring hujan deras yang menerpa kawasan ini. Gerakan tanah di sekitar Cadas Pangeran terjadi akibat batuan penyusunnya dalah voklanik tua berupa breksi lepas yang terereosi, kemudian gradien lereng yang curam sehingga mampu mengupas tanahpenutup (top soil). Selain itu akibat curah hujan tinggi yang mengakibatkan air menyusup menjadi bidang gelincir. Dilaporkan hanya kerugian harta benda, tanpa ada korban manusia.

Kondisi demikian diuraikan di Peta Zona Rawan Gerakan Tanah, Kabupaten Sumedang, diterbitkan oleh Badan Geologi Kementerian ESDM. Kawasan Cadas Pangeran memiliki potensi kerentanan gerakan tanah tinggi, akibat curah hujan tinggi dan erosi kuat. Kisaran kemiringan lereng antara agak terjal hingga hampir tegak. Kemudian vegetasi penutupnya telah hilang.

Ci Herang, sungai yang membelah dusun Ciherang, Cijambu meluap (3/5, 2022). Mengakibatkan kerusakan pada fasilitas wisata, dan merengut korban satu orang akibat terbawa arus banjir bandang. Kondisi demikian menandakan morfologi kawasan Sumedang rawan terhadap potensi bencana dari alam. Selain itu pembangunan fasilitas wisata tidak memperhatiakan kondisi geologi, sehingga habis tersapu banjir bandang dalam waktu singkat. Dilaporkan telah hilang satu orang, dalam peristiwa Banjir Bandang di Desa Cijambu. Kegiatan Geourban#2 Jatigede, diantaranya menyoal kondisi demikian, dengan cara menerawang kembali ke masa lalu, dari tatanan geologi hingga kondisi geografi.

Geocamp adalah kegiatan geowisata yang dibalut dalam aktifitas penelurusuran dan kemping, bermaksud menapaki bencana geologi yang bisa ditumbulkan oleh kondisi geologi, sejarah bumi hingga sejarah masa pendudukan kolonial. Diinisiasi oleh perkumpulan Pemandu Geowisata Indonesia (PGWI), berkerja sama dengan biri perjalanan wisata Java Exotic Trail, dan pengelola campervan Pasir Nini, Pajagan. Penelurusan ini adalah upaya mengenalkan alam Sumedang, dalam aktivitas geowisata kepada masyarakat, khususnya kawasan Jatigede, Sumedang melalui ilmu kebumian, sejarah dan ilmu budaya.

Perjalanan dibuka melalui brifing awal oleh Deni Sugandi, selaku pemandu geowisata. Memaparkan rencana kegiatan selam dua hari, 7 dan 8 Mei 2022.  Diantaranya mengunjungi kawasan Cadas Pangeran, Perbukitan Malati, Lembah Cisaar Jembarwangi, hingga kunjungan ke blok sesar anjak sekitar poros Jatigede.

Bertolak  dari kota Bandung pagi hari saat jalanan masih lenggang saat suasana lebaran. Berangkat  menelusuri jalan raya pos, dari Ujung Berung, Jatinangor, kemudian menuju Cadas Pangeran. Beranjak ke lorong waktu periode pendudukan kolonial, bisa disaksikan di jalan yang berliku-liku menembus perbukitan batuan keras di Cadas Pangeran.Dikerjakan satu tahun, 1811-1812 dengan cara membobok perbukitan menggunakan alat-alat sederhana, diupah sangat rendah (Marihandono, 2008). Diperkirakan ditebus oleh hilannya 5.000 nyawa pekerja paksa (Ananta Toer, 2005).

Kunjungan pertama adalah di Cadas Pangeran, persis di persimpangan jalan lama dan baru. Terdapat patung Pangeran Wiranata Koesomah Dinata (1791-1828), dikenal dengan Pangeran Kornel. Penggambaran patung tersebut, memperlihatkan Pangeran Kornel sedang bersalaman dengan Willem Daendels, dengan gestur tubuh seakan-akan penolakan. Adegan tersebut Pangeran Kornel menyalami Gubernur Jenderal Hindia Belanda terebut dengan tangan kiri, tangan kanannya memegang keris. Penggambaran melalui patung tersebut belum tentu mewakili peristiwa sebenarnya. Pertemuan Gubernur Jenderal Daendels dan Pangeran Kusumadinata IX (1761-1828) tidak tertulis dalam arsip mana pun, termasuk juga dalam laporan Daendels sendiri kepada Menteri Perdagangan dan Koloni Van der Heim (Marihandono, 2008).

Kunjungan selanjutnya adalah mengunjungi titi tinggi di sekitar Cijeungjing-Cipicung, atau sebelah utara poros Jatigede. Titik ini merupakan lokasi terbaik untuk mengamati geo circle, bentuk konsentris yang diduga sebagai hasil tumbukan meteor 4 juta tahun yang lalu. Terlihat Pasir Cariang di sebelah utara, bersama Pasir Malati yang mengapit lembah Cisaar. Kemudian di sebelah barat dari Pasir Malati, terlihat kecurut bukit Gunung Agung, berupa intrusi andesit.

Kunjungan selanjutnya adalah melihat koleksi fosil, hasil temuan masyarakat di Desa Jembarwangi. Diantaranya molar, hingga tulang paha mamalia besar, ditemukan disekitar sebelah timur desa, berbatasan dengan lereng Pasir Malati. Koleksi tersebut kini tersimpan baik didalam lemari, di ruangan khusus yang disediakan oleh pemerintah desa. Namun koleksi fosil tersebut belum dideskripsi, sebatas penemu dan lokasi saja. Dengan demikian perlu penataan, baik koleksi yang telah ada, maupun koleksi dilapangan. Menurut Odon, selaku tim yang ditunjuk oleh pemerintah desa untuk mengkoordinasi temuan fosil di Desa Jembawangi, hanya sebatas mencatat hasil temuan masyarakat. Temuan-temuan tersebut ada dimasyarakat, namun dihimbau untuk tidak diperjual belikan, jelas Odon selaku pelaksana satuan tugas kepurbakalaan desa. Pada tahun 2018 hingga 2019, telah dilaksanakan kegaitan ekskavasi belalai Stegodon di lembah Cisaar, menandakan bahwa Cisaar saat itu dalam kondisi rawa yang dihuni oleh mamalia besar. Diantaranya banteng, stegodon, hingga buaya. Koleksi tersebut hingga kini tersimpan dalam bentuk fragmen, di kantor desa.

Kegiatan penutup adalah mengunjungi di kawasan Blok Sangiang, Desa Pajagan, Sumedang. Berbeda dengan kunjungan sebelumnya yang bertemakan sejarah paleotogi, di kawasan ini memiliki sejarah geologi yang menarik. Di Blok Sangiang didapati perbukitan yang hampir tegak, berupa punggungan bagian dari sistem sesar Baribis. Punggungan tersebut merupakan perbukitan terlipat dan tersesarkan, disusun oleh breksi volkanik. Peristiwa pembentukan sesar Baribis berkaitan erat dengan strutur geologi lainya yang  beada di selatan. Sehingga pola struktru yang berkembang dapa tmenjelaskan genesa pembentukan sesar tersebut (Hartono, 1999).

Dari titik camping ground Pasir Nini, Blok Sangiang, Desa Pajagan, dapat memandang perbukitan yang memanjang dari barat ke timur. perbukitan tersebut merupakan bagian dari sistem sesar Baribis. Membentang dari Rangkasbitung, Bogor, Subang, Sumedang hingga ke arah timur di Bumiayu. Total panjang kurang leibh 40 km, merupakan bagian dari Zona Bogor bagian timur, daerah antiklinorium dengan arah sumbu lipatan barat-timur (van Bemmelen, 1949). Selain sesar regional yang berkembang di Blok Sangiang, didapati juga sesar-sesar lokal yang terlihat jelas di lembah Blok Sangiang. Diantaranya sesar yang berarah selatan-utara, satu kelurusan dengan Dam Jatigede. Bila melakukan pengamantan di jembantan Eretan, terlihat jelas tegasan selatan-utara yang dierosi oleh Ci Manuk.

Blok Sangian saat ini telah menjadi destinasi wisata minat khusus kebumian, diantaranya tersedia campervan area di Pasir Nini, dan wisata bumi di lembah Blok Sangiang, serta airterjun yang mengalir dari perbukitan terlipat Curug Breksi Cilandak dan Curug Mulud. Destinasi ini dikelola melalui kerjasama LMDH desa Pajagan, dan pengelolaan tanah pribadi. Di titik camp area Pasir Nini, menyuguhkan panorama poros Jatigede di sebelah selatan, dan perbukitan sistem sesar Baribis yang dibelah oleh Ci Manuk. Lokasi tepat untuk memahami sejarah bentang alam, sekaligus sebagai area wisata kembali ke alam. (DS)