Catatan Geourban#9 Gegerhanjuang

“Sudah digali lebih dari 50 meter, namun airnya masih berbau dan berwarna kuning” jelas seorang ibu di perumahan di belakang Gedung Leger, Cisaranten Bina Harapan, Ujung Berung. Selian mengeluh masalah air, ibu tersebut menjelaskan bahwa sebelum menempati perumahan tersebut, harus menata tanah yang kelak didirikan perumahan di belakang Gedung Leged saat ini. Tanah rawa tersebut diurug menggunakan material barangkal setinggi dua meter. Menurut si Ibu, warga di perumahan di Jalan Golf Raya tersebut saat ini menggunakan sumber airtanah dari bantuan proyek perumahan KPBU perumahan Cisaranten Pusjatan. Kualitas airnya baik, didapat dari hasil pengeboran lebih dari 150 meter, hingga perlapisan batu pasir pembawa air (akuifer) pada Formasi Cibeureum. Formasi ini ditindih oleh Formasi Kosambi atau endapan danau disusun lempung pasiran, sehingga mengalirkan air dalam jumlah terbatas (akitar).

Pembangunan rusun BMN PUPR dan Keluhan warga airtanah yang tidak bisa dikonsumsi, dan tanah didominasi lempung merupakan ciri lingkungan rawa situ Pariuk. Sisa situ seluas kurang lebih 2 hektar, merupakan bagian dari sisa danau Moeras Gegerhanjuang, segmen timur pascadanau Bandung Purba. Terbentuk kurang lebih antara 20.000 hingga 16.000 tahun yang lalu, seiring dengan pengeringan Danau Bandung Purba (Dam, 1984).

Kegiatan Geourban ke-9 merupakan program kerja asosiasi Pemandu Geowisata Indonesia (PGWI), berupaya menggali jejaring geowisata dan pemetaan potensi wisata alternatif kebumian. Kegiatan probono ini dilaksanakan hari Sabtu, 4 Februari 2023, dengan tujuan menelursuri kembali sisa-sisa danau, muras (rawa), dan kalimati (oxbow lake) dan sistem meander Ci Tarum. Dimulai tepat jelang siang, sekitar pukul 07.30 WIB. Mengambil titik pemberangkatan dari depan kantor Dirjen Binamarga, PUPR jalan A.H. Nasution. Total peserta adalah delapan orang, dengan latar belakang beragam dan profesi. Mulai dari pegiat pariwisata, pemilik biro perjalanan wisata, influencer hingga aktivis lingkungan.

Acara dibuka dengan penjelasan rencana perjalanan oleh Deni Sugandi, selaku pegiat geowisata dan pemandu geowisata. Menguraikan tema kegiatan, dan lokasi-lokasi yang menarik untuk dikunjungi dan diamati.

Total perjalanan adalah kurang lebih 17 km, dari utara ke selatan, mengikuti aliran Ci Pamokolan dan memotong utara-selatan di lingkar dalam Moeras Gegerhanjuang.

Moeras atau muras Gegerhanjuang adalah lingkungan rawa di dataran rendah, menempati sebagian besar Ujung Berung. Di sebelah utaranya dibatasi oleh kipas volkanik produk dari G. Manglayang. Kemudian ke sebelah timur disekitar Pangaritan atau Cibiru, dan dibagian selatannya dibatasi aliran Ci Tarum antara Ciparay-Bojongsoang. Deni memperlihatkan peta geologi awal yang disusun oleh Bemmelen (1954), terlihat batas morfologi dilihat dari pola sungai. Dari utara, atau hulu memperlihatkan pola sungai trelis, menandakan sungai-sungai yang berada dilereng gunung. Arusnya deras, dan erosinya vertikal, sehingga bila dilihat dari penampangnya membentuk huruf v. Bergerak jauh ke arah selatan, didataran rendah memperlihatkan sistem pola sungai meandering. Menadakan arus lemah, dan mengendapkan bahan-bahan yang diangkut dari hulu. Seiring waktu karena proses pengendapan, mengakibatkan kegiatan erosi yang dapat membelokan jalur sungai. Akibat erosi horisontal, pengendapan dan morfologi kemudian membentuk jalur sungai yang berkelok-kelok atau pola meander.

Kunjungan ke-dua adalah di sekitar Bojongsoang. Terlihat hamparan sawah seluas mata memandang. Dataran rendah yang didominasi oleh sawah dan balong luas (kolam), dipagari oleh rumah-rumah warga. Pada peta geologi disebutkan kawasaan ini merupan dataran rendah yang disusun oleh endapan danau (Silitonga, 1973). Dari pengamatan terlihat singkapan batu lempung, batu lanau dan batu pasir yang belum kompak, disebut Formasi Kosambi (Koesoemadinata dan Hartono, 1981).

Jelang matahari lebih tinggi, mengantarakan rombongna bermotor melintas Ci Tarum melaui Sasak Paris Rancatatang, Sapan Tegalluar. Jembatan gantung dengan struktur besi penyangga, menghubungkan antara Sapan Tegalluar di utara, ke Bantar Sari di sebelah selatannya. Turun dari jembantan tersebut, langsung berhadapan dengan kalimati (oxbow) Patrol dan Jelekong. Dua kalimati yang telah menjadi danau karena arah aliran dialihkan lurus secara lateral, oleh kegiatan penyodetan. Kurang lebih ada 14 kalimati (oxbow) disepanjang aliran Ci Tarum, dari Bojongsoang hingga Mangahang. Sungai tersebut mampu menampung air kurang lebih 1.2 juta meter kubik, sehingga cocok untuk digunakan sebagai embung untuk pertanian dan pesawahan dan sebagai kolam retensi saat sungai meluap.

Menurut warga Sumbersari, Ciparay, bahwa kegiatan penyodetan tersebut mempercepat aliran Ci Tarum dari hulu ke hilir. Namun menurut Pa Dedi, akibatnya sering terjadi pendangkalan, sehingga harus terus dilakukan pegerukan secara berkala. Dedi menyampaikan pengalamannya, saat musim hujan tinggi aliran meluap dan membawa lumpur sangat tebal.

Perjalanan dilanjutkan tapakbumi terakhir, ke Gunung Munjul, Manggahang, Baleendah. Menyusuri bantaran Ci Tarum dari Sapan ke arah barat hingga sekitar Manggahang. Dari penelusuran tersebut terlihat upaya pemerintah melalui satuan tugas kerja Citarum Harum, agar terjadi peningkatan kualitas lingkungan sungai. Masih ada beberapa sampah yang terbawa dari hulu, kemudian mengendap dibantaran sungai.

Gunung Munjul 685 m dpl. adalah perbukitan yang tumbuh dalam sistem intrusi batuan gunungapi Baleedah. Umurnya adalah Tersier, atau sekitar 3.2 sampai dengan 2.8 juta tahun yang lalu (Bronto drr., 2006). Dalam beberapa informasi warga lokal, disebutkan bahwa Gunung Munjul merupakan titik pertemuan antara Kian Santang dan Prabu Siliwangi. Mengenai benar atatu tidaknya, tentunya perlu kajian lebih dalam, berkaitan dengan data sejarah budaya. Pada tahun 2015, Gunung Munjul telah menerima status Cagar Budaya, sebagai situs yang dilindungi keberadaanya. Bila menggali informasi melalui daring, perlu berhati-hati untuk memaknai dengan Prasasti Munjul (batu tulis) di Kabupaten Pandeglang. Jadi antara Gunung Munjul Baleedah, dan Prasasti Munjul di sungai Cidanghyang Banten berbeda.

Bila membandingkan kembali peta lama Java. Res. Preanger Regentshcahppen, Blad H XXIII, Topographisch Bureau, Batavia, 1906. Menggambarkan meander Ci Tarum persis mengalir disamping Gunung Munjul disebelah utara. Kondisi saat ini, aliran berkelak-kelok tersebut telah hilang karena disodet. Sehingga jarak ke aliran Ci Tarum kurang lebih 850 meter ke arah utara (Peta RBI

Bila merujuk kepada pendapat Rien Dam, menuliskan dalam laporannya bahwa tinggi genangan (paras) tertinggi permukaan air Danau Bandung Purba adalah 690 m dpl. Sedangakan dalam peta RBI (2001).