Catatan Geourban#17 Lembah Kordon

Seusuai dengan waktu pelaksanaan kegiatan, peserta telah hadir lebih awal di pintu gerbang Tahura Ir. Djuanda. Kurang lebih lima belas orang dengan latar belakang yang berbeda, para pegiat pariwisata kota Bandung, pemandu wisata, dosen pariwisata, hingga para pegiat wisata kebumian atau geowisata. Acara dimulai jelang pukul 07.30 WIB, dibuka dalam bentuk penyampaian taklimat (brifing) oleh Deni Sugandi, selaku inisiator Geourban. Hadir sebagai narasumber adalah ahli Hidrogeologi yaitu  Fajar Lubis yang kini bekerja di Brin, dan Zarindra Aryadimas selaku pegiat geowisata. Seperti penyelenggaraan sebelumnya, bahwa kegiatan ini bersifat probono, dengan semangat berbagi dan mengaitkan jejaring geowisata khususnya di aktivitas geowisata.

Tema Geourban ke-17 adalah menyusuri kembali keunikan bentang alam, dan sejarah kolonial Belanda. Diantaranya material produk letusan gunungapi purba di utara Bandung, berupa tuff, dan aliran lava. Sejarah yang ditelusuri adalah terowongan air yang memanjang utara-selatan dibangun menerobos endapan awan panas  (ignirbrite). Batuan keras yang kini dimanfaatkan sebagai gua militer pada masa pendudukan Jepang di Bandung.

Acara dibuka tepat dimulut gerbang kampung Sekejolang, Desa Ciburial. Kabupaten Bandung. Kampung enklave di dalam kawasan wana wisata konservasi di Bandung utara. Dalam penyampaian awal, Deni menjelaskan rangkaian kegiatan acara yang akan berlangsung dalam durasi setengah hari. Secara teknis dilaksankana dengan kegiatna hiking, mengunjungi empat titik yang tersebar di dalam kawasan Tahura Ir. Djuanda.

Kegiatan disambung dengan hiking membelah kampung Sekejolang, menuruni perbukitan terjal. Jalan setapak tanah yang cukup licin, mengingat semalam turun hujan deras sehingga peserta meniti tangga tanah secara hati-hati. Jalan setapak mengantarkan para peserta ke jalan utama yang menghubungkan antara Maribaya dan Pakar Dago. Jalur ini sejajar dengan Ci Kapundung yang berada di sebelah barat. Mengalir melalui celah yang dibentuk oleh kekuatan alam, melalui proses erosi dan pelapukan.

Ci Kapundung adalah sungai yang membelah kota Bandung. Merupakan DAS Ci Tarum yang berhulu di Bandung utara, kumpulan sungai-sungai kecil yang datang dari lereng G. Bukittunggul-Pangparang dan Pulosari (Palasari). Kemudian mengalir mengikuti arah Sesar Lembang Timur-Barat. Di sekitar Kordon kemudian berbelok ke arah selatan, menunggangi lava produk letusan G. Tangkubanparahu.

Bukti aliran lava tersebut tersingkap dengan baik di Curug Lalay. Berupa bentuk yang unik seperti tali yang dipilin, disebut bentuk ropy lava. Struktur demikian sering dijumpai pada lava yang rendah silika tetapi kaya akan magnesium. Dicirikan dengan warnanya gelap, mengalir pada temperatur tinggi dan mengalir jauh dari pusat letusan.

Kunjungan pertama adalah ke Curug Lalay. Berupa celah sempit yang diapit oleh produk gunungapi Sunda, berupa tuff dan breksi di bagian atasnya. Di bawahnya terlihat produk lava berupa hasil aliran menutupi dasar sungai. Dibantarannya tersingkap lava dengan struktur unik, seperti tali yang dipilin. Bentuk demikian biasanya ditemui dikepulauan Hawaii, hasil kegiatan gunungapi tipe hot spot yang berada ditengah-tengah lempeng samudera. Lavanya berawana hitam sedikit keabu-abuan, menandakan kaya akan mineral piroksen. Bagian permukaanya halus mengkilap, menandakan bahwa lava tersebut merupakan produk aliran lava G. Tangkubanparahu. Mengalir sejauh 12 km dari pusat letusan, mengikuti topografi lereng gunung.

Titik kunjungan berikuntya adalah ke batu batik, atau dikenal juga lava Pahoehoe. Struktur lava yang tersingkap dilokasi ini lebih baik. Tersingkap mendatar berupa lava pahoehoe, seperti selendang sehingga ditafsirkan miliknya Dayang Sumbi. Produknya sama seperti lava yang terdapat di Gua Lalay, mendakan aliran lava datang dari utara ke selatan. Dalam kesempatan ini Fajar Lubis menjelaskan bagaimana lava tersebut bisa hadir sebagai tapak bumi.

Kunjungan dilanjutkan menyusuri Ci Kapundung, melalui jalur beton yang telah dibangun permanen pihak pengelola. Di ujung perjalanan, menemui blok breksi berupa jatuhan dari kegiatan gerakan tanah. Berupa longsoran aliran, akibat curah hujan yang tinggi sejak minggu lalu. Sebagian blok breksi tersebut bagian dari aliran piroklastik G, Tangkubanparu.

Di ujung jalan kemudian berbelok memasuki gua Belanda. Gua yang dibobol horisontal, berguna untuk mengalirkan irigasi Ci Kapundung ke kolam penenang di Pakar Dago. Dikerjakan untuk memenuhi kebutuhan PLTA awal, Pakar Dago yang terleltak sebelah utara dari PLTA Bengkok saat ini. Karena sering terjaid longosor, jalur irigasi tersbut kemudian dialihkan melalui terowongan yang diambil dari bendungan Bantarawi. Dialirkan menembus perbukitan piroklastik, tuff kemudian keluar di sekitar pintu dua Tahura Djuanda. Terowongan air tersebut dikerjakan sebelum 1923, untuk memenuhi kebutuhan PLTA Bengkok. Instalasi pembangkit tenaga listrik 3 turbin yang menghasilkan 1050 KWh. Saat ini masih berfungsi baik, walaupun telah berusia 100 tahun lebih, listrinya didistribusikan untuk jaringan Jawa-Bali.

Kegiatan ditutup di mulut Gua Belanda, dengan penyampaian kesan dan pesan. Diharapkan kegiatan ini tidak berhenti dan diusulkan untuk dilaksanakan berkala, dalam rangka edukasi, dan menggali potensi geowisata sekitar kota Bandung.

Sesuai dengan arahan rencana kegiatan, peserta telah hadir di pintu masuk Tahura Ir.Djuanda. Jelang pukul 7.30 WIB, peserta diarahkan dikegiatan brifing. Informasi diberikan oleh Deni Sugandi selaku

Tidak serperti hari biasanya, mejelang tutup akhir tahun dan liburan panjang wisata hutan raya Tahura Ir. Djuanda ramai. Jalan yang membelah kawasan ini ramai dikunjungi wisatawan, berolah raga hingga

Sesuai dengan rencana kegiatan, jelang pukul 07.00 WIB peserta telah hadir di gerbang pintu masuk Tahura Ir. Djuanda. Dihadiri oleh pegiat alam bebas, pegiat wisata dan komunitas sejarah.

Pengembangan Geowisata di Desa Cikahuripan

Berselang empat bulan yang lalu, PGWI Dewan Pengurus Nasional menginisiasi kegiatan aktiviasi paket geowisata. Dilaksanakan dalam kegiatan Geourban# Jayagiri (lihat tautan ini https://pgwi.or.id/2023/05/04/catatan-geourban12-jayagiri/

Di bulan Mei 2023, PGWI melaksanakan kegiatan Geourban dengan tujuan untuk membuka jaringan, menggali potensi dan sumber daya manusia di Desa Cikahuripan, Kabupaten Bandung Barat. Gayung bersambut kembali, pada tanggal 4 Agustus 2023 dilaksanakan kegiatan PKM Kelompok Sadar Wisata dalam Pengembangan Pemanduan Geowisata di Desa Wisata Cikahuripan, Kabupaten Bandung Barat.

Kegiatan ini diinisiasi oleh Prodi Kepariwisataan Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), berkerja sama dengan Pokdarwis Desa Cikahuripan, PGWI dan Bandung Mitigasi Hub. Dalam penyampaiannya, Deni memaparkan beberapa potensi yang dimiliki oleh Desa Cikahuripan. Diantaranya bukti awan panas saat G. Sunda meletus, kemudian ditumpuk oleh produk letusan gunungapi Tangkubanparahu.

Disebelah selatannya didapati perbukitan sesar Lembang yang membatasi desa. Berbatasan dengan Desan Gudang Cikahuripan. Bila ditarik ke arah utara, dibatasi oleh lereng dan puncak G. Tangkubanparahu, gunungapi aktif dari tujuh gunungapi di Jawa Barat.

Peserta pelatihan menyampaikan beberapa pertanyaan, mengenai pentingnya kesadaran akan bahaya. Sehingga diperlukan mitigasi risiko bahaya, dengan cara menyadari bahwa Desa Cikahuripan ini diapit oleh dua potensi bahaya geologi, sesar Lembang di sebelah selatan dan gunungapi aktif di bagian utara.

Sodikin salah seorang perserta, menyampaikan perlunya SOP atau panduan pada kegiatan geowisata. Sehingga menjadi jaminan dan kenyamanan selama berkegiatan geowisata di Desa Cikahuripan.