Catatan Geourban#34 Buahdua

Jalan mulai menurun dan menyempit, hanya bisa dilalui kendaraan roda dua. Atap rumah berlomba menjulur ke badan jalan, sehingga perlu kehatian-hatian melewatinya. Tidak ada tanda dan arah, hanya bisa dilakukan dengan berkomunikasi dengan warga.

Seorang ibu menyambut pertanyaan kami, kemudian melemparkan telunjuk tangannya ke arah utara. Disitulah posisi Gua Angsana, ucapnya. Hati-hati karena jalannya terjal dan licin, tandasnya. Benar saja, tidak lebih dari dua kali oper gigi motor, jalanya menurun tajam. Berupa jalan yang ditembok, kemudian dihiasi lumut hijau. Tumbuh subur karena lembab, dan jarang dilalui.

Keberadaanya saat ini sudah tidak terawat, berbeda dengan konsisi dua tahun yang lalau. Jalan masih terbuka, bisa diakses mudah. Namun saat ini telah diambil alih vegetasi, sehingga perlu waktu untuk mencari lokasi gua.

Masyarakatat menyebutnya Gua Angsana, nama pohon kayu disebut juga Sonokembang (Pterocarpus indicus), atau rosewood. Pohon kayu yang berkualitas tinggi, dengan ciri kayunya keras, berwarna kemerah-merahan, dan cukup berat. Keberadaan pohon tersebut, menjadi cara penamaan bukit yang berada di Kampung Cipadung Cigarukgak, Desa Baros, Tanjungkerta, Sumedang.

Bentuk perbukitannya berupa punggungan, membujur dari utara-selatan. Panjangnya sekitar 370 meter, dengan titik tertinggi sekitar 610 mdpl. Disusun oleh batuan beku, ditafsirkan sebagai magma yang membeku di dekat permukaan, menerobos batuan gunungapi muda Tampomas. Bila di cek di Peta Geologi Lembar Bandung (Silitonga, 1973), disusun oleh batuan gunungapi tak teruraikan. Berasal dari G. Tampomas, berupa eflata dan aliran lava. Dindingnya tegak, dan memanjang yang diperkirakan merupakan sill. Berupa intrusi magma dengan struktur tabular yang sejajar dengan bidang datar permukaan (seperti lapisan) pada batuan di sekitarnya. Kemudian tersingkap ke permukaan, akibat batua penutupnya tererosi, karena resistensinya berbeda. Membentuk bidang kerucutu dan memanjang.

Pada dinding sebelah timur, terlihat bagian tubuh intrusi tersebut. Berupa struktur kekar dan terdeformasi yang membentuk bidang-bidang rekaha. Terbentuk karena tekanan (stress), temperatur cuaca (pendinginan-pemanasan), hingga pelapukan. Didapati gua yang dibuat oleh masyarakat, dengan tujuan mencari mineralisasi emas.

Keterdapatan mineral emas diantaranya diakibatkan oleh alterasi hidrotermal (hydrothermal alteration). Berkaitan dengan kehadiran perbukitan intrusi batuan beku, membentuk bidang kontak yang menhasilkan proses tersebut. Namun menurut laporan warga, hasilnya nihil sehingga ditinggalkan begitu saja.

Intrusi batuan beku tersebut bisa disaksikan dalam bentuk lain. Berupa kekar kolom yang tersebar memanjang utara-selatan, di Pasirlandak, Nagrak. Lokasi ini disebut juga Batu Sanghiang, atau versi lain Batu Sangkuriang. Lokasinya berada di tanah warga, diakses melalu jalan setapak dari desa. Jalan tersebut melalu perkebunan dan sawah warga, berjalan ke arah utara mengikuti kontur lereng perbukitan.

Berupa blok lava terbentuk dari hasil dari aliran lava, kemudian membeku dalam durasi waktu yang sangat singkat. Mengakibatkan berkontraksi, membentuk kolom-kolom dengan sudut hexagonal. Sumber lavanya diduga berasal dari hasil letusan efusif G. Tampomas. Jaraknya sekitar 6,5 km dari pusat letusan gunungapi.

Merujuk kepada cerita masyarakat, seorang pemuda yang ingin menikahi ibunya. Legenda tersebut menceritakan syarat sangibu, dibuatkan perahu untuk berlayar di talaga Bandung. Dengan demikian Sangkuriang harus mempersiapkan perahu. Batu-batu yang tersebart tersebut ditafsirkan sebagai perahu yang siap digunakan, untuk memnuhi syarat perkawinannya. Karena pembuatan telaga dan perahu melewati batas waktu, akhinrya Sangkurian murka. Perahu tersebut kemudian berwujud menjadi batu. Masyarakat mengenalnya dengan cerita Sangkuriang Kabeurangan.

Batuan kekar kolom yang tersebar di Blok Pasirlandak tersebut, sebelumnya tidak pernah diketahui warga. Seiring kunjungan wisata sejak 2020, lokasi ini menjadi ramai dikunjungi. Pengelola lokal menata lokasi ini dengan cara membersihkan dari vegetasi, sehingga batuan tersebut tersingkap.

Kondisi batuanya berserekan dari selatan dan melandai ke arah utara, sejauh kurang lebih 100 meter. Sejajar dengan arah sebaran batuan tersebut, mengalir sungai kecil ke arah lembah. Lerengnya ditempati sawah dan perkebunan warga. Keberadaan batuan yang menyebar, berbeda dengan singkapan batuan kekar kolom. Biasanya ditemui masif, berupa satuan bukan seperti yang disaksikan dilokasi ini. Kuat dugaan tercerai berai, akibat hasil pelapukan dan erosi. Sehingga sumbernya perlu dicari, sesuai arah aliran dari pusat letusan, dari selatan ke utara.

Ke arah utaranya, didapati danau yang memiliki fitur menarik. Disebut Situ Biru Cilembang, di Desa Hariang, Buahdua. Telaga yang kini menjadi tujuan wisata, dikelola melalui swadaya masyarakat Dusun Curug. Berupa dua telaga yang terbentuk dari mata air, disebelah utara dan selatan. Sebelah utara digunakan sebagai sumber mata air kebutuhan warga, dialirkan ke Ci Kandung disebelah barat. Telaga berikutnya, dicirikan dengan airnya yang berwarna biru gelap. Disebut Sirah Cai Kabuyutan Situ Biru Cilembang.

Warna tersebut diperkirakan hasil dari mineralisasi lempung yang ada di dasar kolam. Dugaan tersebut berdasarkan Peta Geologi Lembar Bandung (Silitonga, 1973), menunjukan batuan penyusunya produk gunungapi, Umur Kuater. Berupa hasil aliran lava letusan G. Tampomas (Qyl). Kemudian di bagian paling bawahnya, adalah Anggota Batupasir Formasi Subang (Mss). Keberadaan batuan lava tersebut hadir dalam bentuk bongkah-bongkah yang telah lapuk, tersebar dilokasi ini. Keberadaan batulempung Formasi Subang, sebagai media bidang gelincir. Seperti yang terjadi pada peristiwa gerakan tanah (longsor) di Desa Hariang, memutus jalan penghubung desa. Terjadi akibat curah hujan tinggi, pada 15 Maret 2022. Akibatnya adalah terputusnya ruas jalan sepanjang 60 meter, di Dusun Curug, Desa Hariang.

Selain sejarah bumi, Sumedang memiliki catatan sejarah berbasis militer. Sejarah yang menuntun arah kedaulatan RI yang terjadi di Lapangan Darongdon, Desa Buahdua. Buahdua menjadi titik konsolidasi bagi pasukan Divisi Siliwangi. Sejak Agresi Militer Belanda ke-dua, pada 19 Desember 1948. Penyerangan terhadap ibu kota negara RI di Yogyakarta oleh NICA, melalui serangan lapangan udara Maguwo. Tindakan selanjutnya dalah menangkap para petinggi negara saat itu, dengan tujuan menghilangkan pemerintahan RI. Sebagai tindakan balasannya, Panglima Besar Jenderal Sudirman menerbitkan Surat Perintah Siasat 1. Surat yang dikeluarkan pada pada hari yang sama dengan penyerangan Belanda. Isi surat tersebut diataranya memerintahkan seluruh angkatan perang RI, kembali ke daerahnya masing-masing. Dengan demikian Divisi Siliwangi harus melakukan perjalan kembali ke Jawa Barat. Perjalanan tersebut dilakukan secara diam-diam, tanpa diketahui oleh Belanda. Dengan demikian disebut Long March, operasi penyusupan ke kantong-kantong pertahanan (Winggate).

Diperlukan waktu hingga hampir satu bulan, dalam proses kembalinya pasukan Divisi Siliwangi ke Buahdua. Dalam rangkaian kembalinya pasukan, Belanda berupaya melakukan penyerangan. Seperti yang terjadi pada 11 April 1949 di Cibubuan, sekitar 7 km dari Desa Buahdua. Dikenal dengan penangkapan dan pembunuhan Komandan Batalyon II/Tarumanagara, Mayor Abdurahman di Desa Cibubuan. Desa ini merupakan koridor pasukan Divisi Siliwangi, sebelum bergabung ke markas besar di Buahdua.

Sebelah utara pusat kota Sumedang, terdapat Situs Baterai. Bunker yang digunakan sebagai sistem pertahanan militer kolonial Belanda. Disiapkan dalam menghadapi pasca Perang Dunia ke-2. Sistem pertahanan ini berupa bunker, digunakan untuk melakukan serangan artileri ke arah batas kota Sumedang. Diperkirakan dibangun antara 1912 hingga 1914, bersamaan dengan rencana pemindahan ibukota Hindia Belanda ke Bandung. Dengan demikian Sumedang merupakan buffer zone pertahanan militer, di sebelah timur Bandung.

Situ Biru Cilembang, disusun batuan gunungapi.
Prasasti mengenang perjuangan long march Divisi Siliwangi 1949
Deformasi batuan beku, perbukitan intrusi Angsana.