“Kapan tempat ini disebut Dayeuhkolot?” tanya salah seorang peserta. “Sejak ada yang ngora (muda)” jawab si Abah. Jawaban tersebut mengundang senyum para peserta, karena bermakna ambigu. Bila konteksnya kepad tali perkawinan, tentunya ada yang menyebut istri tua dan muda, barangkali pemikiran peserta sama-sama berfikir ke arah sana. Si Abah adalah Jujun Syarifhidayat selaku pengurus makam Situs Luluhur Bandung di Bojongsoang.
Jujun menuturkan bahwa dahulu pemakaman ini adalah titik pusat pemerintahan kabupaten Bandung di Krapyak. Menurut Jujun, luasnya sekitar 2 hektar yang berada diantara pertemuan tiga sungai. Di sebelah selatannya dibatasi oleh Ci Tarum, kemudian di bagian timur mengalir Ci Kapundung. Sebelah barat berbatasan dengan Citeureup dan Ci Sangkuy. Saat ini bagunan pendopo pusat pemerintahannya sudah tidak bisa ditemui, selain tidak ada upaya konservasi dan kondisi politik perang kemerdaan. Selain itu telah terjadi penyerobotan lahan oleh warga, sehingga struktur bangunan tersebut telah hilang.
Disitus ini dimakamkan 7 orang keturunan dari Timbanganten. Diantaranya raja ke-7 Timbanganten Garut, Bupati Bandung pertama, patih Bandung hingga Hoofd Jaksa bandung.
Kondisi makan leluhur tersebut kini berupa sepetak tanah, tidak lebih dari 1300 meter persegi, dikepung dan terdesak oleh perumahan warga. Menurut Jujun awal tahun 60-an masih berupa tanah kosong, dengan ciri struktur pondasi bangunan yang masih bisa disaksikan saat itu. Kemudian ia menyebutkan masih ditemui batu tegak, sebagai penanda pintu masuk pendopo. Namun keberadaanya kini telah hilang, berganti dengan tugu asrama Zipur.
Pertemuan tiga sungai ini, menandakan posisi strategis pendirian pusat pemerintahan ibu kota. Wilayahnya disebut Krapyak, diambil dari bahasa Jawa Kuno pada saat Priangan tunduk di bawah Mataram Islam. Pengertian Krapyak bisa merujuk kepada tempat khusus para roh-roh suci yang atas perkenan Allah dihembuskan ke dalam calon bayi yang berada dalam kandungan ibu. Sehingga sering digambarkan dalam bentuk simbolis berupa yoni (Jogjakarta.go.id).
Makam leluhur Bandung tersebut merupakan titik terakhir kunjungan di kegiatan Geourban#13 Dayeuhkolot. Hadir dalam kegiatan geowisata ini adalah para pegiat sejarah, wisata urban, dan pemandu wisata. Total jumlah dalam kegiatan ini adalah
Sebelumnya pusat ibu kota Priangan berada di Cianjur, kemudian dipindahkan ke Bandung bagian selatan pada 1856