“darimana air berasal” tanya Fajar Lubis kepada peserta Geourban. Pertanyaan terebut memancing banyak sekali jawaban, mulai dari sungai, air hujan hingga ada yang menjawab dari keran air.
Peserta berkumpul di gerbang selatan UPI, jalan Setiabudi Bandung. Sekitar 21 motor roda dua, dengan jumlah peserta 34 orang dengan latar belakang berbeda. Diantaranya dihadiri oleh komunitas dan lembaga Komunitas Cai, Jarambers/Djiwadjaman, HPI DPC Bandung, Sahabat Heritage Indonesia, Pramuka Kwarcab Bandung, Bandung Heritage, ITLA, Kampoeng Tjibarani, HMTG “GEA” ITB, D1VA Tour, Genpi Yayasan Biruku, Hutan Menyala (The Lodge Group) dan FTV UPI.
Kegiatan ini dibuka oleh Deni Sugandi, selaku pemandu geowisata. Dalam paparan singkatnya menjelaskan rencana titik kunjungan, dan pengarahan awal tentang keselamatan dan keamanan selama berkendara. Kunjungan pertama ke Gedong Cai di Cidadap Girang, bangunan kolonial yang resmi beroparasi pada 29 Desember 1921 untuk menyuplai air minum di sekitar kawasan Bandung utara.
Di lokasi ini diberikan penjelasan orientasi geografis, kemudian tentang sejarah pembangunan oleh Merrina Kertowidjojo. Biasa disapa Meri, mengungkapkan bahwa Belanda telah menyusun rencana jangka panjang, dengan memanfaatkan sumber mataair di sekitar Cidadap Girang, untuk menyuplai kebutuhan masyarakat disekitar Bandung utara.
Selanjutnya Fajar Lubis, menyampaikan informasi mengenai hidrogeologis yang berkembang di sekitar Kawasan Bandung Utara.
Tujuan selanjutya mengunjungi tapakbumi bukti letusan Gunung Sunda-Tangkubanparahu. berupa gawir terjal, perlapisan tebal endapan awan panas. Materi disampaikan oleh Deni Sugandi, Zarindra dan Fajar Lubis, mengupas dari sisi proses pembentukan, hasil letusan eksplosif kaldera Sunda, dan sistem hidrogeologi yang berkembang diendapan volkanik.
Lokasi terakhir yang dikunjungi adalah sumber mataair panas Curug Nagrak, di Sukajaya Lembang, Kabupaten Bandung Barat. Sumber mataair panas yang muncul, berasosiasi dengan sesar yang memanjang utara-selatan, di lereng Gunung Tangkubanparahu sebelah selatan.
Kegiatan ini diinisiasi oleh perkumpulan Pemandu Geowisata Indonesia atau PGWI, upaya menjahit titik-titik geotapak yang tersebar di Cekungan Bandung. Aktivitasnya dalam bentuk geowisata, wisata yang berbasis kepada fenomena kebumian, dan sejarah. Kegiatan ini bersifat probono atau tidak dipungut biaya, dengan tujuan bisa menjangkau seluruh lapisan masyarakat, melalui berbagi informasi. Dengan demikian diharapkan disetiap destinasi wisata, menghidupkan pelaku jejaring lokal melalui kegiatan pemanduan dan pengelolaan.