Catatah Ubarsebel dan Bukber PGWI

Upaya organisasi adalah menjalin silaturahmi, baik didalam hingga di luar organisasi. Tujuaanya adalah penguatan jejaring dan kolaborasi dalam pengembangan wisata bumi. Terutama di kawasan Cekungan Bandung, dilaksanakan dalam dua rangkaian kegiatan. Berupa Ubarsebel, konsep jalan-jalan pengenalan bentang alam hingga sejarah bumi sekitar Bandung bagian utara.

Dibungkus dalam kegiatan ekskursi lapangan singkat, dinamai Ulin Bareng Sambil Belaja disingkat Ubarsebel. Dalam makna bahasa Sunda, berarti adalah obat untuk menuntaskan segala penyakit. Berupa sakit kurangnnya pengetahuan sejarah bumi, hingga budaya yang lahir diatasnya.

Kegiatan dibuka di Curug Dago, Bandung. Air terjun yang mengalir di Ci Kapundung, segmen Dago, kemudian di Ciburial. Diikuti oleh para pegiat wisata, mahasiswa, pengajar sekolah tinggi pariwisata, organisasi profesi, pengelola wisata hingga pemandu wisata. Berkisar sekitar 24 orang, hadir mengikuti kegiatan ini hingga tuntas. Hadir diataranya mewakili organisasi profesi dari APGI DP Provisni Jawa Barat, Komunitas Rumah Geopark Indonesia (RGI) yang langsung dihadiri oleh pa Yunus. Kemudian dari organisasi usaha aktivitas luar ruang Sangkuriang Outdoor Service (SOS), ketua HPI DPC Kota bandung, Kaprodi Usaha Perjalana Wisata Stiepar Yapari Bandung, Hadi Mulyana. Kemudian perwakilan operator  dan pengelola, diantaranya Geowana, Angin Photoschool dan Tahura Ir. H. Djuanda Bandung.

Kegiatan dilaksanakan pada hari Minggu, 16 Maret 2025. Berupa kegaitan kunjungan singkat ke Curug Dago, Bandung. Mengupas Ci Kapundung yang mengalir di atas aliran lava G. Tangkubanparahu. Disajikan dalam bentuk pemanduan wisata bumi, oleh Deni Sugandi dan Zarindra Arya Dimas. Selaku pemandu wisata bumi, mengetengahkan perjalanan (sungai) Ci Kapundung, hasil kegiatan gunungapi dan bentang alam Cekungan Bandung.

Deni meyampaikan materi yang berkaitan dengan sejarah produk G. Sunda-Tangkubanparahu. Berupa endapan lava hasil kegiatan letusan efusif, G. Tangkubanparahu sekitar 40-39 ribu tahun yang lalu (Kartadinata, 2005). Berupa hasil aliran lava basal, mengisi lembah Maribaya. Ci Kapundung, mengalir dari utara ke selatan. Menunggangi alira lava G. Tangkubanparahu. Di Curug Dago melihat kembali hasil kegiatan letusan gunungapi, berupa aliran lava basal, dicirikan dengan warnanya gelap. Pelepasan gas yang terlalut dalam aliran lava, menghasilkan lubang-lubang gas pada batuan. Mengalir dari pusat letusan kemudian mengikuti lembah, Pasir Cikole, Cikareumbi, Cicukang (Maribaya), Sekejolang hingga Dago.

Pemaparan dilengkapi oleh Zarindra, menyampaikan liran lava berhenti di Curug Dago, membentuk ceruk akibat hasil kegiatan erosi ke hulu. Dibagian tebingnya tersingkap susunan perlapisan berselang-seling, menandakan sejarah pengengendapan batuan vulaknik di masa lalu. Panorama Curug Dago memikat komunitas pariwisata Bandung pada masa Kolonial. Sehingga menjadi wisata unggulan, diterbitkan dalam buku paduan pariwisata. Disusun oleh S.A.Reitsma (1923), “Bandoeng, The Mountain City of Netherlands Indies”. Julukan wisata bumi yang diusahakan sejak masa kolonial.

Lokasi ke-dua adalah mengunjungi dataran tinggi Bandung utara. Mengupas sejarah bumi, melalui interaksi diskusi. Bahwa Kawan Bandung Utara (KBU) adalah zona penyangga sekaligus sebaga wilayah serapan air. Keberadaanya kini telah beralih fungsi menjadi hunian rumah, hingga pertanian. Perubahan tata guna lahan tersebut turut menyumbang hilangnya beberapa mata air (Nofrianti, 2012. DPKLTS di Apakabarnews, 2020). Dampak susulannnya adalah banjir di kota Bandung, akibat fungsi KBU tidak bisa lagi menyerap air hujan secara optimal.

Dari titik tinggi ini terlihat bentang alam Cekungan Badung. SemulaKabupaten Bandung beribukota di Krapyak (sekarang Dayeuhkolot) sekitar11 kilometer ke arah Selatan dari pusat kota Bandung Setelah kekuasaankolonial berakhir, Jawa diambil alih oleh Pemerintah Hindia Belanda denganGubernur Jendralnya yang pertama yaitu Herman Willem Daendels (1808-1811) (Voskuil, 2007). Merujuk kepada naskah Sajarah Bandung, pada tahun1809 Bupati Bandung Wiranatakusumah II beserta sejumlah rakyatnya pindahdari Karapyak (Dayeuh Kolot) ke daerah sebelah utara Kota Bandung. Salahsatu alasan kepindahannya yaitu wilayah Karapyak sering dilanda banjir darisungai Citarum, dan hal itu masih terjadi hingga sekarang (Prasetyo, 2019).

Pemindahan tersebut merujuk karena kondisi geografis dan geologi. Sehingga Daendels memerintahkan untuk membuat jalur baru, memotong kota Bandung saat ini.

Jelang sore hari, partisipan diarahkan berkumpul di Travel Tech, Ciburial Bandung. Berupa silaturahmi dan urun rembug seputar pengembangan wisata bumi, khususnya di Cekungan Bandung. Dilaksanakan dalam ruangan, berupa diskusi santai jelang berbuka puasa. Deni menyampaikan tema diskusi seputar pengembangan wisata berbasis sumber daya alam yang dimiliki oleh Bandung dan sekitarnya.

Diskusi dimulai pada pukul 16.00 WIB, berakhir di pukul 17.40 WIB. Dalam diskusi singkat ini, mengupas dari perhal umum. Seperti yang disampaikan oleh Nirwan Hararap selaku Pembina PGWI Dewan Pengurus Nasional. Dalam pemaparannya menjelaskan sisi teknologi, berkaitan dengan pemanfaatan citra satelit. Nirwan melihat potensi besar yang belum dikembangkan oleh sektor pariwisata. Diantaranya pemanfaatan jaringan penyiaran televisi yang berbasis teknologi satelit. Kemudian Nirwan menambahkan, perlunya pengembangan diri seorang pemandu yang melek pada pemanfaatan teknologi.

Kesempatan beriktunya disampaikan oleh Bintang Irawan S. menyampaikan usaha-usaha yang telah dilakukan oleh organisasi. Diataranya pengelolaan Bandros Braga Night Story. Progam unggulan tour singkat kota, mengupas sejarah arsitektur hingga cerita dibaliknya. Semuga kegiatan diusahakan secara mandiri, bersaing dengan pengelolaan Bandros yang dikelola oleh pihak pemerintah daerah. Dengan demikian membuktikan, kegiatan aktivasi pariwisata kota bisa diusahakan secara mandiri oleh organisasi.

Bintang menandaskan bahwa saat ini kurangnnya perhatian kepala daerah, khususnya Gubernur Jawa Barat terhadap pengembangan pariwisata. Sehingga memberikan tanda bahwa kegiatan penguatan pariwisata, tidak harus berpangku tangan kepada pemerintah daerah. Dengan demikian Bintan mendorong agar segenap pelaku usaha pariwisata untuk bisa bekerja secara mandiri. “nanti juga pemerintah datang, walaupun sudah terlambat” tandasnya. Dalam kesempatan selanjutnya, Gangan Jatnika menyampaikan usaha wisata yang telah dilaksanakan beberapa kali. Terlaksana dalam kegiatan aktivitas hiking, dibalut interpretasi bumi. Aktivitas wisata bumi ini sudah berjalan beberapa tahun terakhir, dibeberapa tempat sekitar Bandung.

Hadi mewakili perguruan tinggi pariwisata, perlunya kerjasama antara akademisi dan praktisi. Bisa diwujudkan dalam bentuk kerjasama, seperti yang telah diupayakan dengan pihak pengelola Tahura Ir. Djuanda. Kemudian disambut oleh Ganjar, Tahura sebagai laboratorium herbarium. Kawasan konservasi yang bisa dimanfaatkan menjadi sarana wisata edukasi, berkaitan degan koleksi tananan yang dimiliknya.

Diskusi dipungkas melalui pandangan Yunus, menyampaikan perlunya langkah aksi. Berupa kelompok kerja yang mampu mengukur pengembangan wisata yang sudah berjalan. Kemudian diperlukannya variasi wisata serta pelibatan warga lokal, pemangku wilayah setempat. Kegiatan ditutup dengan acara buka bersama, foto bersama dan diskusi ringan. Kegiatan ditutup pukul 19.30 WIB.

Penamatan lapangan di Ciburial Dago.
Berbuka bersama di Travel Tech, Ciburial, Dago
Partisipan di Travel Tech Ciburial Dago

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *