Catatan Geourban#7 Pahoehoe

Selepas kampung Sekejolang, Ciburial, Kordon atas, langkah dilanjutkan melalui jalan tanah. Lajur setapak yang dipagari pohon tegakan pinus, mengarah ke jalan poros yang sejajar dengan aliran Ci Kapundung. Dibutuhkan waktu 20 menit menuruni lereng curam tersebut, meniti pijalan tanah yang licin akibat hujan lebat semalam. Jalan setapak tersebut merupakan jalur warga Sekejolang, bagi yang akan menuju Pintu II Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda, dari arah Maribaya.

Akses inilah yang dilalui dalam kegiatan Geourba#7, mengunjungi situs tapak bumi lava pahoehoe. Total jarak tempuh adalah satu kilometer lebih sedikit, dengan waktu perjalanan tidak lebih dari 30 menit, dari kampung Sekejolang menuju situs lava pahoehoe. Pihak pengelola Tahura Djuanda menuliskannya Batu Batik, dipapan petunjuk. Dari persimpangan papan informasi tersebut, dilanjutkan menapaki jalan setapak yang telah ditata. Dilanjutkan menuruni tangga yang mengantarkan para pengunjung tepat dipelataran lava pahoehoe.

Kemudahan aksesibilitas ini menandakan kepedulian pengeola Tahura Djuanda, memudahkan pengunjung untuk mengunjungi situs alam tersebut. Sebelumnya jalan menuju lokasi ini diperlukan usaha ekstra, melalui jalan tangga batu yang disusun, tegak.

Di situs ini terlihat masih tampak seperti awal penemuan 2012. Berupa pelataran yang tersingkap bagian penutupnya, akibat tererosi oleh aliran Ci Kapundung. Di teras ukuran kurang lebih 6 x 4 meter ini memperlihatkan fitur produk gunungapi yang unik. Seperti yang diketahui, bahwa produk letusan dibagi ke dalam dua kelompo besar; tefra yang berupa material yang dilontarkan diletusan eksplosif. Diantaranya bom gunungapi, piroklastik dengan ukuran beram hingga abu gunungapi. Kemudian proudk ke-dua adalah lava, dari hasil letusan efusif.

Aliran lava tersebut mengalir dengan jarak tertentu, tergantung dari kekentalannya yang dikendalikan oleh jumlah silika. Semakin encer menandakan lebih asam, sehingga menghasilkan produk lava a’a, sedangkan bila lebih kental, mengandung silika lebih rendah dan bergerak sangat lambat. Di lapangan dicirikan dengan warnanya lebih gelap atau lava basal.

Seperti yang dijelaskan narasumber Geourban#7, Fajar Lubis. Jenis lava yang ditemui di bantaran Ci Kapundung adalah bersifat basal, dikelo,pokan ke dalam Formasi Cikidang, dan berumur 48.000 tahun yang lalu (Sunardi & Koesoemadinata, 1997). Berkomposisi basal, dengan viskositas sangat rendah (Abdurrachman, 2016). Secara umum, biasanya ditemui di tatanan tektonik intraplate (di tengah benua), berupa hotspot dan jarang ditemui di zona subduksi gunungapi Jawa bagian selatan.

Pahoehoe dalam bahasa Polinesia (Hawaii), adalah riak air yang terbentuk saat mendayung perahu. Diterapkan dalam ilmu gunungapi, berarti aliran lava yang dicirikan dengan permukaanya halus, membentuk seperti untaian tali. Persis seperti yang ditemui di bantaran Ci Kapundung segmen Maribaya. Dalam penafsiran budaya, dirujuk pada selendannya Dayang Sumbi (Bachtiar, 2014), berkaitan dengan legenda Sangkuriang.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *