Catatan Geourban#46 Cikembang

Perjalanan Geourban ke-46, menapaki kembali bukti budaya yang pernah hadir di sekitar Bandung bagian selatan. Wilayah yang dibelah oleh Ci Tarum, mengalir dari selatan, kemudian di Ciparay berbelok ke arah barat. Pengalirannya membagi Cekungan Bandung bagian utara tengah dan bagian selatan. Bagian selatan ditempati oleh dataran rendah, mulai dari Ciparay-Majalaya di bagian timur dan Dayeuhkolot-Baleendah ke arah barat.

kegiatan ini bertujuan mengulas kembali sejarah budaya dan bumi, melalui kegiatan wisata bumi. Dilaksanakan pada hari Kamis, 25 September 2025. Diikuti oleh para partisipan dengan latar yang berbeda, pegiat wisata, pemandu, pegiat literasi kolonial hingga pelaku wisata alternatif. Dimulai selepas pagi, di percabangan Sumbersari, Ciparay Sapan. Dimulai dengan penyampaian briefing oleh Deni Sugandi, selaku inisiator komunitas Geourban.

Jelang pukul 8.15 wib. Rombongan pengguna transportasi roda dua, diarahkan ke bantaran Ci Tarum. Mengunjungi situs Candi Bojongemas, ditepi jalan penghubung Tegalluar ke Solokanjeruk. Tepatnya berada di samping kompleks Puri Melia Asri. Bojongemas. Solokanjeruk. Berupa situs sejarah, berupa koleksi batuan yang terdiri dari beberapa bongkah. Batuan tersebut berbentuk persegi panjang, dengan ciri beberapa cukilan dan coakan. Membentuk persegi panjang, dengan ukuran rata-rata antara 30 cm, dengan panjang 60 hingga 90 cm. batuannya dipahat secara halus, dibentuk sedemikian rupa. Diantaranya didapati coakan geometris, diperkirakan digunakan sebagai alas pengunci blok batuan. Dengan demikian merupakan hasil pengerjaan manusia.

Didapati batuan dengan bentuk tiang, disebut kekar kolom. Bentuk batuan yang biasanya dijumpai sebagai batuan penyusun Situs Gunung Padang di Campaka, Cianjur. Ukuran kekar kolom tersebut sekitar 40 cm, dengan panjang sekitar 120 cm. ditempatkan diatas tumpukan batuan candi. Keberadaan kekar kolom tersebut menjadi misteri, karena tidak adanya kesinambungan konsep budaya di strata budaya pendukung candi. Bila melihat foto dari postingan di web BKN 1 Oktober 2019, kemudian artikel Detik Jabar 10 Juli 2022 dan terakhir dari artikel di Komunitas Aleut pada 23 Maret 2024, kekar kolom tersebut belum ada. Sehingga diduga keberadaan batuan tersebut, ditempatkan menjelang tahun 2025-an. Siapa yang menempatkan di sana, tujuannya untuk apa? Belumlah bisa dijawab. Kemungkinan lainya adalah penemuan baru di dasar Ci Tarum, mengingat keberadaan blok batuan lainya diambil dari dasar sungai. Bila memeriksa kembali posisi sungai berdasarkan peta lama 1903, telah terjadi pergeseran ke arah utara. Sehingga keberadaan candi tersebut, dierosi oleh sungai. Sesuai dengan lokasi penemuan pada

Beberapa pendapat mengatakan bahwa budaya pendukungnnya hadir sekitar abad ke-7. Dicirikan dengan hadirnya arca Durga Mahisasuramardini, saat ini tersimpan di Museum Nasional Jakarta.

Bergeser ke arah selatan, melintasi Ciparay kemudian ke arah Majalaya. Tinggalan budaya di lokasi ke-dua ini menemui tinggalam budaya, berupa Yoni. Disebut Situs Yoni Tanggulun, Majalaya. Berada di bantaran Ci Gandok. Anak sungai yang bermuara di Ci Tarum, sekiar Ibun. Berupa Yoni, berbentuk kotak memanjang, dengan ukuran lebar dan panjang yang sama sekitar 40 cm. Tingginya sekitar 60 cm, bagian bawahnya kini ditutupi oleh adukan semen.

Menurut warga, keberadaan situs ini terletak di sebidang tanah yang dahulu ditumbuhi pohon lebat. Sehingga keberadaan tempat tersebut menjadi sakral bagi sebagian warga. Namun seiring pertumbuhan penduduk sekitar Tanggulun, menyebabkan pengambilalihan lahan untuk kuburan warga. Sehingga keberadaan situs Yoni tersebut seringkali berpindah posisi, karena saat itu belum masuk ke dalam cagar budaya. Menurut Away, salah satu partisipan Geourban menyebutkan bahwa keberadaan Ci Tarum semakin menyempit. Akibat perubahan tata guna lahan, okupasi bantaran sungai oleh hunian hingga sedimentasi tinggi. Mengakibatkan lebar sungai semakin menyempit. Kondisi demikian menyebabkan terjadi luapan sungai akibat hujan, terutama pada saat musim basah. Away menuturkan bahwa dahulu diperlukan bantuan perahu untuk menyeberangi Ci Tarum, ke arah selatan dari situs. Namun kini keberadaan sungai tersebut semakin menyempit.

Beberapa pendapat menyebutkan kehadiran situs ini sekitar abad ke-12, merupakan batas sebuah wilayah. Dengan demikian perlu penggalian sejarah lebih dalam, mengingat keberadaan Yoni tersebut semakin tidak diperhatikan.

Dari Tanggulun, kemudian bergeser ke arah selatan menuju dataran tinggi Pacet. Sekitar Sukapura, jalanan meliuk-liuk mengikuti kontur jalan. Sekitar Situ Dua Tonggoh, Cikitu, didapati situs yang dikeramatkan warga. Berupa blok batuan yang disusun oleh batuan gunungapi. Posisi batu tersebut seperti ditancapkan dan tegak, sehingga masyarakatnya menyebutnya Batu Nanceb. Warga batuannya abu-abu gelap, dengan ukuran tinggi sekitar 2,5 meter dan lingkar sekitar 2 meter lebih. Keunikan batuan tersebut memiliki goresan garis vertikal, mengikuti posisi batuan tersebut, sehingga membentuk bidang geometri. Diperkirakan bongkah tersebut meupakan produk letusan G. Malabar yang berada di sebelah barat. Berupa blok batuan yang tererosi dan telah lapuk.

Masyarakat mempercayai situs Batu Nanceb merupakan batas dari wilayah Galuh dan Pakuan Pajajaran. Sebagian lagi menduga, bahwa lokasi ini menjadi batas Danau Bandung Purba. Keberadaan batuan tersebut berada di lereng perbukitan, sejajar dengan perumahan warga yang semakin mendesak ke arah lereng.

Situs budaya lainya adalah Situs Batu Korsi, di Kampung Lodaya Kolot, Tarumajaya, Kertasari. Berupa bongkah batuan,disusun oleh lava. Bentuknya menyerupai kursi, sehingga masyarakat menyebutnya Situs Batu Korsi.

Selain kunjungan ke situs budaya, berkesempatan untuk melihat kembali jalur sesar Garsela. Sesar Garut Selatan, segmen Rakutai (BMKG, 2024). Ekspresi di permukaan bumi terlihat jelas di depan Polsek Kertamanah. Berupa sungai yang memanjang relatif baratdaya-timurlaut. Diperkirakan sesar geser, sejajar dengan sesar regional Garsela. Gempa terakhir yang melanda daerah ini pada 18 September 2024, sekitar magnitude 4.9. Terjadi pada pagi hari, pukul 09.14 wib. Dilaporkan beberapa rumah warga roboh, termasuk fasilitas umum seperti perkantoran, rumah sakit.

Dari lokasi tersebut, kemudian bergeser ke arah barat. Melalui jalan kelas desa yang sebagian besar telah di beton. Mengarahkan ke Cikembang, Kertasari. Selepas taman Desa Cikembang, Kertasari, kemudian dilanjutkan melalui jalan beton yang baru saja dibuka. Berjalan terus ke arah barat, hingga menemui tegakan pohon eucalyptus, berseling dengan pinus yang sudah tumbuh sejak perkebunan hadir.

Dari balik batang pohon pinus, terlihat bayangan bangunan. Tidak tampil dalam bentuk utuh, namun masih terlihat struktur bangunannya. Berupa pondasi yang disusun oleh batuan gunungapi, disusun kemudian direkatkan oleh semen. Tebal dinding nya sekitar 30 cm. dengan tinggi sekitar 6 meter, membentuk dinding tegak persegi panjang. Terdapat dua pintu, menghadap ke arah

Bagian atapnya telah hilang, karena dibongkar untuk digunakan kembali di tempat lain. Rangka baja yang menjadi penguat bagian atap, sehingga bisa dimanfaatkan untuk bangunan di perkebunan yang lain. Akibat permintaan dunia turun, mengakibatkan produksi ikut surut. Menyebabkan pabrik ini harus mengurangi jumlah produksi, terjadi akibat perubahan politik dunia saat menghadapi Perang Dunia ke-2. Dominasi komersial Belanda, akhirnya runtuh seiring masuknya Jepang ke Hindia Belanda 1942

Sehingga pengelolaan administrasi perkebunan, harus beralih ke komoditas lain. Diantaranya ke sektor pertanian dan dan perkebunan teh, dan kopi yang lebih menjanjikan. Kondisi ekonomi dunia mengakibatkan permintaan kina merosot, Saat ini Perkebunan Cikembang di bawah pengelolaan PTP Nusantara I Regional II.

Kunjungan penutup adalah mendatangi sumber mata air panas. Manifestasi permukaan yang berasosiasi dengan sumber panas gunungapi di Tarumajaya, Kertasari. Berupa kemunculan air panas di (sungai) Ci Panas. Sungai yang mengalir memotong punggungan G. Wayang-Windu-Bedil, kemudian di sarah utaranya adalah G. Gambung.

Suhunya sekitar 40 derajat celcius, muncul dalam bentuk mata air di dalam sungai Ci Panas. Warga memanfaatkannya menjadi tempat mandi umum, dengan cara menampung air panas tersebut ke dalam bak. Kemudian dialirkan ke kamar mandi yang dibangun sederhana.

Dari keterangan warga, mata air tersebut muncul di sepanjang sungai. Lebih ke arah timur, suhu ainya semakin tinggi. Menandakan sumber panas merupakan sistem panas bumi G. Wayang-G. Gambung. Tidak didapati belerang, menandakan kontak sumber panas dengan sumber mata air dangkal. Keluar dalam bentuk gelembung air, dengan tekanan air rendah. Debitnya kecil, sehingga perlu ditampung dalam kolam kecil.

Situs Candi Bojongemas, Solokanjeruk
Kekar Kolom diantara batu persegi panjang Candi
Partisipan Geourban di Candi Bojongemas
Situs Yoni di Tanggulun, Majalaya
Interior rumah administratur Cikembang, Kertasari
Situs Batukorsi, Kertasari

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *