Hawa pagi lebih dingin dari minggu sebelumnya, memandakan musim mendekati berakhirnya kemarau. Suhu yang menjadi santapan sehari-hari para pekerja di perkebunan, dataran tinggi Parongpong, Lembang, Kabupaten Bandung.
Waktu menunjukan saatnya sarapan, beruntung di tempat pertemuan penjual bubur ayam baru saja selesai mempersiapkan dagangannya. Dalam sekejap satu mangkuk selesai dieksekusi, mengingat sejak malam belum bertemu pengganjal perut. Lokasi pertemuan dipilih persis dimulut jalan menuju pintu Komando. Tempat latihan Kopassus, tertutup selain kegiatan latihan militer. Sehingga sebagian besar kawasan hulu Ci Mahi terjaga kelestariannya, karena kegiatan latihan militer. Berbeda dengan kawasan perkebunan teh Sukawana, kini bersulap wajah menjadi pengembangan wisata. Melalui penguasaan wilayah melalui Kerjasama Operasi (KSO), antara PT Perkebunan dengan pihak swasta produsen alat pendakian gunung. Menguasai lahan seluas 50 Hektar, di blok 11 Sukawana. Berupa sarana wisata, pembangunan betonisasi. Sehingga memiliki dampak lingkungan tinggi.
Kembali ke kegiatan Geourban ke 47, menapaki kembali sejarah bumi dan budaya. Di kawasan lereng sebelah barat G. Burangrang. Gunungapi samping, aktif melalui kegiatan kegunungapian berupa letusan. Materialnya mengendap di sekitar lereng, melampar hingga ke arah barat. Selain panorama yang menawan, daerah ini ditempati perkebunan teh masa kolonial, hingga hutan produksi milik PT Perkebunan Negara. Berupa pohon tegakan pinus merkusii. Ke arah baratnya melandai, hingga berbatasan dengan jalan penghubung antara Purwakarta-Padalarang di kawasan Nyalindung.
Endapan Awan Panas di Tugumukti
Jelang pukul delapan, partisipan Geourban menapaki jalan menuju Pasirlangu melalui Tani Mukti. Jalan turun curam, hingga lembah yang dipotong oleh Ci Meta. Sekitar Pasirhalang tersingkap endapan tebal berlapis-lapis. Berupa material hasil letusan gunugapi Prasunda-Sunda. Membentuk dinding tegak,dengan tinggi sekitar 30 meter. Membatasi Tugumukti dan Pasirhalang. Pada tahun 1990-an, kawasan ini menjadi primadona untuk penggalian batu dan pasir. Menggali endapan tebal tefra, hasil letusan gunungapi pada saat pembentukan kaldera.
M. Nugraha melaporkan dalam Tephrochronological Study On Eruptive History Of Sunda-Tangkuban Perahu Volcanic Complex, West Java, Indonesia (2005). Sebagian besar lembah Tugumukti disusun oleh endapan hasil letusan gunungapi. Berupa endapan awan panas (ignimbrite), didominasi oleh batu apung. Hadir dalam ukuran beragam, dari kerakal hingga ukuran kerikil, dari dua kali kegiatan gunungapi. PraSunda pada 560-508 ribu tahun yang lalu, kemudian Sunda pada 210-105 ribu tahun yang lalu.
Nugraha membedakan dua fase kegunungapian, melalui batuan penyusun di sekitar lembah Tugumukti. Endapan ignimbrite Manglayang dan Cisarua.
Akibat batuannya berupa batuan gunugapi lepas, jalan penghubung sekitar Pasirhalang seringkali dilanda longsor. Sehingga jalan penghubung Cisarua ke Cipada ini terganggu. Terakhir terjadi pada April 2022, sehingga pemerintah daerah memerintahkan untuk menutup segala kegiatan tambang batu dan pasir di Tugumukti.
Dari Tugu Mukti, jalanan terus menurun melintasi Ci Meta. Sungai yang berhulu di lereng sebelah barat G. Burangrang. Kemudian hilirnya di jembatan Citarum, Rajamandala. Kemudian jalanan mendaki memasuk dataran tinggi Cipada. Menjelang masuk ke kawasan ini, kiri dan kanannya dihiasi oleh perkebunan teh. Membentang seperti permadani hijau, dari kaki G.Burangrang hingga ke arah barat sekitar Pasir Bengkung.
Blok Friesland dan Louise
Dalam peta lama 1946, tuliskan dua blok perkebunan Friesland di sebelah utara, dan perkebunan Louise di bagian selatan. Salah satu informasi yang didapat, berasal dari laporan Belanda. Dalam kitab undang-undang Koloniaal Verslag van 1904. Menyatakan kedua perkebunan tersebut pailit, kemudian diambil alih oleh Perkebunan Pangheotan. Kemudian pada sumber nama dan perkebunan Hindia Belanda. Lijst van 1914: I. Particuliere ondernemingen in Nederlandsch-Indièˆ op gronden door het gouvernement afgestaan in huur (voor landbouwdoeleinden) en erfpacht. Menyebutkan Friesland merupakan perkebunan kopi, di dalam manajemen Pangheotan. Dikelola oleh J.A. Piepers, 4 Maret 1890. Dalam peta lembar Tjipada (1903), kawasan perkebunannya berada di G. Leutik, sedangkan blok perkebunan Louise di sekitar Kiaralawang, dan Batukorsi sebagai batas kedua blok tersebut. Menurut keterangan warga, sekitar lokasi tersebut terdapat gua buatan manusia. Dibangun pada saat pendudukan Jepang, sebagai tempat perlindungan dan persembunyian.
Situ Dano Cipada
Kunjungan selanjutnya ke Dano Situ Cipada. Berupa danau yang terletak disebelah selatan Kantor Desa Cipada. Danau yang memiliki panjang 109 meter, dan lebar sekitar 74 meter. Berupa cekungan yang dikelilingi perbukitan. Dalam peta lama merupakan danau yang terbentuk di dalam cekungan. Dikelilingi oleh tinggian Pasir Dano di selatan, Cileuleuy membatasi sisi sebelah timur. Kemudian bagian baratnya dibatasi oleh Pasir Manggu dan Kiarapayung.
Bila datang dari arah Ciparay Babakan, Cipada. Sekitar 500 meter akan tiba di persimpangan Cileuleuy, percababangan yang membagi jalur ke utara menuju wisata Bukit Senyum di Pasir Manggu. Kemudian ke arah barat menuju Lembang. Jalannya menurun, memasuki cekungan yang dibatasi oleh perbukitan. Kiri dan bagian kanannya ditempati perkebunan warga, berupa perkebunan sayuran. Diujung jalan kemudian mendapati daerah landai, ditempati danau. Masyarakat menyebutnya Situ Dano Lembang, beberapa sumber menuliskan Situ Dano Cipada. Merujuk pada nama tempat, berada di Desa Cipada, Kecamatan Cikalongwetan, Kabupaten Bandung Barat.
Didapati luas sekitar 236 meter persegi, namun saat ini genangannya menyusut sekitar 7,498 meter persegi. Kondisi demikian terjadi sejak alih lahan dari perkebunan teh menjadi lahan perkebunan. Menurut warga di Cipada, akibat perubahan lahan pertanian mengakibatkan longsor. Kemudian sebagian besar endapan tanah perkebunan masuk semua ke danau. Seiring waktu kemudian terjadi proses sedimentasi, mengakibatkan luas wilayah situ semakin menyempit.
Dari bentuk bentang alamnya, menegaskan bahwa danau ini merupakan sisa dari kegiatan gunungapi di masa lalu. Sesuai dengan keterangan dari penelitian terdahulu, seperti yang diuraikan oleh seorang ahli kebumian Belanda. van Bemmelen menguraikan nya pada peta Geologische Kaart van Java (1934), menyebut tufkagel van den G. Dano. Diterjemahkan sebagai endapan tuff, dari hasil letusan G. Dano. Berupa material dari kegiatan aktivitas kegunungapian di masa lalu, yaitu letusan G. Dano.
Bila dibandingkan dengan peta lama kolonial Topographisch Bureau (Batavia) tahun 1904, lembar Tjipada. Luasnya diperkirakan sekitar 23 Ha. Dibatasi oleh tinggian Pasir Dano sebelah selatan, kemudian Kiarapayung dan Pasirmanggu sebelah utara. sebelah selatannya berbatasan dengan pemukiman sekitar Cileuleuy.
Bunker Komando Pasir Banteng dan Pasir Batukarut
Selanjutnya mengunjungi bangunan yang diduga sebagai sarana militer pada masa Kolonial Belanda. Berada di perbukitan, disebut Pasir Benteng. Pasir bermakna perbukitan, dan Banteng merujuk kepada nama mamalia besar. Namun pada keterangan peta daring google, penamaanya menjadi Pasir Benteng. Sesuai dengan penemuan benteng militer. Berupa struktur bangunan yang kini nyaris tidak dikenali lagi.
Sebagain besar struktur bagunannya telah hilang, akibat kegiatan tambang warga sekitar Pasir Malang, Cipada. Hanya menyisakan segmen bagian struktur pondasi, sedangkan bagian fasadnya telah hilang sama sekali. Dari berita daring yang ditulis di Harian Umum Pikiran Rakyat, 20 November 2008. Ditulis oleh Ridwan Hutagalung. Menerangkan bahwa bunker tersebut pernah dihuni oleh pasangan suami istri, Saifullah dan Tati tahun 1982. Digambarkan bunker tersebut memiliki empat ruang yang berjajar dan saling terhubung. Masing-masing ruangan dilengkapi dengan pintu yang menghadap ke arah barat. Menurut keterangan Saifullah, ditemukan tulisan 1913 sebagai tanda tahun pembangunan.
Keberadaan bunker tersebut sangat strategis,dibangun di puncak puncak Pasir Banteng. Kemudian bagian atasnya disamarkan, dengan cara menimbun dengan tanah. Sehingga dari kejauhan, tidak terlihat seperti struktur bangunan. Dari beberapa informasi, bunker memiliki menara pengamat. Dengan demikian mencirikan sebagai pusat komando pengamatan, dilengkapi sistem komunikasi radio. Dengan tujuan memberikan koordinasi, posisi dan pergerakan musuh.
Bunker lainya dibangun di barat daya. Berada di Pasir Batukarut. Saat ini dikenal dengan sebutan benteng Tangkil, sesuai dengan nama wilayah tersebut. Penyebutan benteng dan bunker merupakan dua perihal yang berbeda. Keberadaan sistem pertahanan benteng, telah lama ditinggalkan. Sejak dikembangkannya serangan melalui udara, sehingga sistem pertahanan benteng sangat mudah dihancurkan melalui udara. Pengembangan pasca perang dunia ke-1, dikenal sistem pertahanan yang lebih strategis. Berupa sistem pertahanan, dan pengamatan. Biasanya dilengkapi dengan senjata meriam antar gunung.
Dengan demikian, keberadaan struktur militer di puncak Pasir Batukarut merupakan bunker. Tersembunyi dan disamarkan dengan dibangun di bawah tanah. Digunakan sebagai pengamatan dan mitigasi dalam perang modern menjelang perang dunia ke-2.
Bunker Tangkil berada di puncak perbukitan, berupa empat struktur bentuk persegi panjang. Dibangun menggunakan bahan beton tebal, sekitar 40 cm. Di bagian atapnya menggunakan beton lebih tebal, sekitar 60 cm. upaya penguatan struktur dari serangan udara.
Fungsi bunker tersebut, mengamati celah sempit Nyalindung di sebelah barat. Merupakan jalur lintasan kendaraan dan kereta api, menghubungkan antara Purwakarta ke Padalarang dan Depo militer di Cimahi. Waktu pembangunannya, seiring dengan rencana pemindahan Batavia ke Bandung. Direncanakan sejak awal abad ke-20, melalui kehendak Gubernur Jenderal Johan Paul van Limburg Stirum (1916-1921).
Terowongan yang Menembus Pasir Kopi
Dari bunker Tangkil, didapati jalan menurun hingga menyeberangi jalur kereta api. Tepatnya di jembatan kereta api Cikubang. Jembatan kereta api yang dibangun, untuk menghubungkan Batavia ke Bandung, memalui Karawang-Purwakarta dan Padalarang. Mulai dibangun oleh perusahaan negara Staatsspoorwegen (SS), setidaknya sejak 1902. Seiring dengan pembobokan terowongan Pasir Kopi, Sasaksaat.
Jembatan tersebut merupakan hasil teknologi teknik tercanggih saat itu. Menggunakan sistem jembatan truss, dengan menggunakan struktur pilar penyangga sebanyak 11 pilar baja. Material yang digunakan didatangkan langsung melalui Eropa, dari pelabuhan Tanjung Priok ke Pelabuhan Cilacap. Konsep konstruksinya merupakan jembatan berdinding, dengan memanfaatkan rasuk utama sebagai penyangga beban-diperkuat dengan baja melintang.
Pada tahun 1950-an, di bawah pengelolaan Djawatan Kereta Api (DKA) dilakukan penguatan struktur. Tujuan peningkatan kapasitas beban, dan pergantian material yang telah lapuk.
Di sekitar Sumur Bandung didapati terowongan, menembus batuan gunungapi yang keras. Dibangun untuk menghubungkan Purwakarta ke Padalarang. Melalui segmen halte Sasaksaat. Ke arah utaranya Halte Maswati, Kananasari, Cikalongwetan. Dibangun dalam waktu satu tahun, antara 1902 hingga 1903 dengan teknologi penggalian manual.
Batuan penyusunya adalah batuan gunugapi tua, berupa breksi, lahar dan lava (Sudjatmiko, 1972, 2003). Dengan demikian memiliki kerentanan yang ditinggi, karena menembus akiter (batuan pembawa air). Dilaporkan beberapa kali mengalami longsor, sehingga diperlukan rekayasa teknik agar pembangunan terowongan saat itu aman.
Jalur ini menjadi penting, karena memangkas waktu tempuh dari Batavia (Jakarta) ke Bandung. Disebut lingkar timur yang mampu ditembus waktu hingga 2 jam perjalanan. Berikut video tentang Terowongan Sasaksaat https://www.youtube.com/watch?v=xqvxG4CrrJ0



